04

Setelah membaca artikel berita tersebut, kini gue lagi berjalan mundar-mandir layaknya sebuah setrika yang sedang digerakan. Sambil menggigiti kuku jari tangan, gue berusaha untuk berpikir keras.

Sedangkan bocah itu, dia lagi asik menyesap susu kotak milik gue. Ya, dia bilang tadi dia lapar dan ingin minum susu. Alhasil gue kasih snack simpanan milik gue.

Gimana bisa gue seceroboh itu, tapi kalau gue gak ngajak ini bocah kasihan dia sendirian di halte itu. Kalau nanti para polisi nyerbu rumah ini gimana? Argh, kenapa jadi rumit begini sih jadinya. Gue terus bepikir yang tidak jelas, namun langkah kaki gue berhenti di saat bocah itu mengeluarkan bunyi.

"Eooooo ahh,, kenyang." Ucapnya sambil mengusap perutnya yang sedikit buncit.

Lah dia bersendawa, gimana kagak mau kenyang. Satu pack susu kotak kecil milik gue habis sama dia sendiri. Sosis gue juga, ditambah indomie goreng milik gue juga udah di sikat dua bungkus.

Astaga, ini anak perutnya punya kantung semar kali ya? Semua disikat habis sama ini anak. Gue cuman bisa natap ini anak dengan penuh keheranan. Lalu tak lama gue mulai menduduki kursi di samping anak itu.

"Dewa, tante mau tanya sama kamu? Kamu harus jawab jujur, okey." Dia mengangguk patuh. "Coba cerita gimana awal mulanya hingga akhirnya kamu bisa, sampe halte itu."

"Jadi tuh, gini.."

Authorpov

Flashback

Di sinilah semua awal mulanya, di mana setelah semua orang berangkat pergi melakukan aktivitasnya. Hanya Dewa, bocah berusia 4 tahun ini sedang duduk termenung di pantry rumahnya. Sesekali Dewa memperhatikan pembantu di kediamannya yang sedang sibuk memasak, dengan kaki yang mengantung kebawah.

Ia mengayunkan kedua kakinya saat merasa bosan. Hingga tak lama seorang pembantu, datang dan mengatakan jika persediaan bahan-bahan masakan mulai menipis mata Dewa langsung berbinar.

Dia tahu, pasti si pembantu itu akan pergi ke pasar tradisonal. Jadi dia segera bangkit dari posisinya dan bersiap untuk ikut. Namun saat sudah rapih, dia malah dilarang untuk pergi oleh sang pembantu.

"Aden muda mau kemana?"

Dewa tersenyum, "aku ingin ikut ke pasar." Jawabnya dengan semangat.

"Maaf ya aden, bukannya emba gak izinin aden muda ikut. Karena kalau mau mba mau bawa aden muda keluar dari rumah. Mba harus izin dulu lewat protokol kemanan bapak, kalau engga nanti mba bisa dipecat." Jelasnya pada Dewa.

Wajah Dewa berubah menjadi asam, dia mencebikkan bibirnya. Lalu di detik selanjutnya dia mengangis, dan itu sukses membuat seluruh ajudan berlari masuk kedalam.

Semua orang di sana kebingungan harus menenangkan sang Tuan muda dengan cara seperti apa? Hingga akhirnya suara bass seseorang mengintrupsi mereka untuk menoleh.

"Sudah biarkan saja dia ikut. Nanti akan ku katakan pada pak Presiden." Pria itu diam-diam menyeringai.

Semua pembantu itu menyerit bingung, "Kau yang akan bertanggung jawab jika Bapak marah, karena telah membawa Dewa keluar dari istana?"

Dia mengangguk, "udah sana pergi, nanti keburu siang dan pasar akan semakin ramai."

Dewa tersenyum penuh kemenangan, "Terima kasih paman." Katanya sambil memeluk pria itu.

Namun tak ada yang tahu, apa yang dikatakan oleh pria itu di dalam hatinya. ya, berterima kasihlah padaku. Karena setelah ini kau takkan pernah kembali ke sini. Dan aku bisa melakukan hal yang sama pada kakakmu, lalu setelahnya akan ku habisi si pemimpin berwajah kaku itu.

Setibanya di pasar, mereka berjalan sambil bergandengan. Sambil menatap secara bergantian ke arah sang penjual, Dewa tak henti-hentinya berdecak kagum.

Ya, terakhir kali dia pergi ke luar dari kediaman ke presidenan saat sang ibu masih hidup. Namun tak lama dia berhenti, di sebuah gerai yang menjual jajanan pasar. Dia menatap serius sang penjual yang sedang beraktrasi tersebut.

"Kamu mau ini adik kecil?" Kata sang penjual yang merasa jika Dewa sepertinya menginginkan makanan yang dia jual.

Mengangguk antusias, "Tapi aku gak punya uang, paman." Jawabnya dengan menunduk lesu, setelah ia memeriksa kantung pakaiannya.

"Tidak apa-apa paman berikan secara gratis untuk adik manis."

Matanya langsung berbinar, "benarkah itu paman penjual?" sang penjual mengangguk.

Dewa tersenyum lebar, saat makan itu diberikan. "terimakasih paman," ucapnya sambil berjalan mengikuti derap langkah kaki seorang perempuan yang dia sangka pembantu rumahnya itu.

Sambil asik memakan, makanan itu. Sesekali Dewa, melihat ke arah perempuan yang ada di depannya. Seorang perempuan berbaju putih di tambah dengan cardigan hijau tua, masih berjalan di depannya. Namun saat dipertigaan pasar langkah kakinya terhenti.

Ya, wanita yang dihadapannya sudah menghilang entah kemana. Mungkin itu terjadi, saat di mana makanan yang hendak dia makan terjatuh ke tanah yang kotor dan basah.

Dia menunduk lesu, padahal itu adalah makan terakhir yang akan masuk ke dalam perutnya. Karena konon katanya, kalau makanan terakhir itu adalah makanan yang paling nikmat setelah, hampir semua selesai di makan.

Dewa mendesah lesu, sambil mencebikkan bibirnya. Saat menatap makan terakhirnya jatuh. Dengan wajah sangat kesal dia akhirnya, membuang bekas wadah makanan tadi ke tempat sampah. Sungguh dia tidak rela.

Setelah dia menyadari bahwa dia telah salah mengikuti orang, akhirnya dia memutuskan untuk berjalan kaki seorang diri. Berharap ada yang akan datang menjemputnya, dia tidak ingin menjadi lemah.

Nanti dia akan diledek oleh teman-temannya kalo dia itu cengeng dan suka menangis. Jadi dia putuskan untuk tidak menangis walau sebetulnya matanya sudah berkaca-kaca. Hingga akhirnya, dia berhenti sejenak di sebuah halte bus. Karena ia merasa kelelahan akibat berjalan cukup jauh dari pasar.

Authorpov End

"Gitu tante ceritanya, terus gak lama tante dateng deh." Lanjutnya.

Setelah mendengarkan cerita, Dewa gue cuman bisa mendesah lelah. Astaga, jadi intinya dia bisa nyasar karena sibuk ngeliatin makanan, sampai-sampai dia gak sadar kalau orang yang dia ikutin itu ternyata bukan si pembantu rumahnya. Gue mengacak rambut frustasi. Hingga kemudian.

Wiuww.. wiuww.. wiuww..

Ciiitt~

Test.. test..

"KEPADA SAUDARI DIANDRA HARAP LEPASKAN BOCAH BERNAMA SADEWA TERSEBUT. KARENA ANDA TELAH DI KEPUNG OLEH KAMI!!" refleks aja gue membelalakan mata saat peringatan keras dari luar kamar sewa gue terdengar.

Perlahan gue mendekat ke arah jendela, dengan takut gue membuka sedikit gordeng yang menutup ini. Shit! Ada ajudan ke presidenan, pihak ke polisian, dan sampe anggota pasukan khusus dateng menyergap rumah ini. Bahkan rumah ini, juga sudah menjadi tontonan para warga yang mendengar sebuah suara peringatan itu. Jangan tanya lagi, gimana keadaan tubuh gue.

Udah lemes kaya jelly ini. Memejamkan mata sejanak, ya Tuhan. Sial banget hidup gue, setelah ini pasti gue bakalan masuk buih. Karena telah menculik anak bungsu dari putra presiden. Mungkin karena gak dapet jawaban dari gue, tiba-tiba mereka mendobrak pintu kayu kamar sewa gue.

Refleks gue tersentak kaget, lalu dengan cepat mereka mengikat kedua tangan gue ke belakang. Dan seorang perempuan datang memeluk Dewa yang sedang duduk santai di kursi tadi.

"Dewa, kamu tidak apa-apa? Apa dia menyakitimu?" Dewa menggeleng.

"Cepat bawa wanita itu pergi, dan jebloskan di kedalam sel tahanan." Gue cuman bisa menunduk pasrah.

Kemudian, "Jangan bawa dia pergi, paman. Dia baik, dia sudah menjagaku. Jika tidak bertemu dengan tante itu mungkin saat ini aku gak akan bisa hidup." Ya, itu dewa yang bersuara.

Bocah itu, bergelayut di kedua kaki gue. "Dewa, Kamu tidak mengerti. Wanita ini jahat, dia sudah menculikmu." Kini gilirian wanita itu yang menghasut Dewa buat biarin gue membusuk dipenjara.

Dewa menggeleng kencang, "TIDAK PERCAYA PADAKU, DIA BAIK. AKU MOHON JANGAN BAWA DIA." Kini bocah itu berteriak sambil memohon.

"Benarkah dia baik padamu?" Dewa menoleh, saat suara berat yang tak asing untuknya terdengar.

Dia mengangguk, "Benar paman Genta, tante ini baik padaku. Paman Genta kan bisa melihat, kejujuran dari mata seseorang. Coba sekarang tatap mata Dewa, dan cari kebohongan di sini."

Pria itu terkekeh kecil, sambil mengacak rambut Dewa dengan gemas. "Ya, paman bisa melihatnya. Kau berkata jujur pada paman. Heum, baiklah paman akan lepaskan tante ini." Gue mendesah lega.

Genta bangkit dari posisinya, lalu dia memerintahkan semua pihak berwajib untuk melepas gue. Lalu tak lama mereka yang berseragam hitam inipun langsung berjaga di depan kamar sewa milik gue dan Mutia. Ya Tuhan, gue pikir hidup gue beneran bakal berakhir disel menjijikan itu. Terima kasih Dewa, kau sudah menyelamatkan hidup tante.

Setelah beberapa jam berlalu akhirnya, kami sepakat untuk tidak melanjutkan permasalahan ini. Gue juga minta maaf sama mereka karena telah membawa Dewa tanpa berpikir panjang lagi, dan untunglah mereka mau memaaafkan gue. Mereka juga minta maaf sama gue dan warga sekitar karena udah buat keramaian di tengah malam.

"Ya sudah kalo begitu kami pamit pulang dulu. Dewa juga sepertinya sudah tidur dipangkuanmu." Gue menunduk melihat arah yang dituju.

Bener aja ini bocah udah molor, dipaha gue. Gue terkekeh kecil saat memperhatikan wajah tampan dari Dewa, walau terkadang bocah ini ngeselin. Tapi dia itu tahu, mana orang yang baik dan tidak. Seperti tadi, dia membela gue habis-habisan saat cewek yang engga gue ketahui identitasnya itu tetap memaksa gue.

Buat masuk ke dalam jeruji besi. Namun Dewa sekuat mungkin mempertahankan gue agar bebas, itu cewek yang gak mau ngalah akhirnya berakhir dengan gigitan maut dari Dewa.

Ya, bocah itu menyerang cewek yang engga gue ketahui indentitasnya dengan menggigit lengan dan menjambak rambut si cewek. Sadis juga ya, ini bocah.

Genta perlahan mulai mengambil Dewa dari pangkuan gue, dan lalu dia menggendong Dewa seperti bayi koala yang sedang tertidur. Gerakannya perlahan, dia tak ingin membangunkan si Tuan kecilnya.

Kata Genta kepada gue. Gue tersenyum, saat melihat perlakukan Genta. Astaga, Suami idaman banget. Oh astaga, sadarlah Diandra.

***

Pagi ini cuaca sangatlah hangat, kicauan burungpun menjadi teman perjalan gue. Karena hari ini, hari pertama gue menjadi seorang tourguide. Dan rasanya sangat menyenangkan.

Selama perjalanan dari menjemput mereka di Hotel, sampai detik ini kami bernyanyi dan bahkan sesekali kami mengadakan kuis kecil-kecilan agar tidak merasa jenuh karena kemacetan ibukota.

"Nah, sebentar lagi kita akan masuk ke dalam kawasan istana kepresidenan dari Negara Wekaweka." Kata gue dengan semangat.

Engga lama akhirnya, bus kami berhenti. Setelah minta izin oleh protocol keamanan akhirnya kami boleh diizikan masuk walau hanya rumah depan saja untuk dilihat, setidaknya kami senang.

Karena dibelakang dari rumah depan sana ada rumah inti dan di sanalah ada keluarga presiden sedang beristirahat. Setelah, pintu bus terbuka gue mengatakan pada mereka. Jika kami hanya diberi waktu 2 jam saja untuk melihat-lihat sambil dikawal oleh seorang ajudan kepresidenan.

Di saat gue lagi ngobrol sama salah satu staf istana kepresidenan, tiba-tiba ada seseorang yang langsung meluk kedua kaki gue dari belakang. Gue tersentak kaget, lalu tak lama dia bersuara.

"Tante, Dewa rindu." Gue membulatkan mulut gue, saat mendengar suara itu.

Oh itu si Dewa, yang meluk. Mata gue membulat saat, pemikiran gue bersuara. Gue menoleh dengan cepat, sedangkan ini bocah malah menampilkan cengiran kudanya lalu berkata. "Hai tante cantik."

"Deeewwwaaa.." lirih gue.

TBC

Terpopuler

Comments

yuli novelis🕊🕊

yuli novelis🕊🕊

aku udah bom like ya, semangat 💪

2020-03-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!