Bab 3

"Jadi kau akan pergi meninggalkanku, Jenna?" Tanya Noah.

Jenna diam lalu mengangguk pelan. Mereka sedang duduk di teras samping sambil membicarakan tentang kejadian tadi bersama Viola dan juga membicarakan tentang rencana kepindahannya ke London.

"Lalu bagaimana dengan hubungan kita? Tak bisakah kau tetap di sini setidaknya sampai lulus sekolah? Lalu setelah itu kita akan kuliah di universitas yang sama dan hubungan kita tetap baik-baik saja, Jenna." Noah menggenggam tangan Jenna. Ia berharap Jenna tidak meninggalkannya.

"Noah, hubungan kita akan tetap baik-baik saja. Percayalah padaku." Jenna menyentuh pipi Noah dan mengusapnya.

"Cepat atau lambat kau pasti akan melupakanku." Ucap Noah.

"Hey itu sesuatu yang mustahil. Aku tak mungkin melakukan itu. Kau tak percaya padaku, Noah? Bukankah kau menyayangiku?" Tanya Jenna.

"Ya aku menyayangimu. Tapi aku tak bisa jauh darimu."

"Noah mengertilah keadaanku. Aku tak punya pilihan lain dan aku tak punya kerabat lain lagi. Dan sekarang hanya Aunty Diana lah yang aku punya." Jawab Jenna berharap Noah akan mengerti kondisinya.

"Baiklah. Sekeras apapun aku memohon, kau akan tetap memilih untuk pergi bukan? Jadi kita sudahi saja pembicaraan ini. Aku pulang.." Noah beranjak dari duduknya dan berjalan meninggalkan Jenna.

"Noah.." Panggil Jenna.

Noah terus berjalan tanpa menghiraukan panggilan dari Jenna. Ia memakai helm lalu menyalakan motor ducatinya dan pergi dengan kecepatan tinggi meninggalkan pelataran rumah Diana.

Jenna menghembuskan nafasnya dengan berat. Ia benar-benar merasa bersalah kepada Noah. Tapi meskipun begitu, Jenna tetap tak bisa mengubah rencananya karena ia akan tetap pergi bersama Diana. Jenna pun berjalan memasuki rumahnya dengan gontai. Beruntung Diana sedang berada di kamarnya, jadi ia tidak perlu repot-repot menjelaskan kepada Diana apa yang baru saja terjadi dengan Noah.

Jenna memasuki kamarnya ia lebih memilih untuk menyiapkan barang-barang yang sekiranya penting dan akan sangat dibutuhkan olehnya di London nanti. Tapi tanpa ia sadari dari sudut matanya munculah setetes kristal bening. Jenna pun mengusapnya, tapi cairan itu terus saja keluar. Akhirnya Jenna pasrah dan ia pun menangis. Ia sebenarnya tak ingin berjauhan dengan sahabatnya dan kekasihnya. Tapi ia tak bisa memilih. Jenna pun bersandar di kaki ranjang dengan air mata yang masih menetes.

CEKLEK

Pintu kamar terbuka dan Diana berdiri di sana. Dengan sigap Jenna mengelap air matanya menggunakan punggung tangannya.

"Sayang, kau menangis?" Tanya Diana yang kini sudah duduk di hadapan Jenna. "Kita masih bisa sesekali datang kemari sayang. Lagi pula rumah ini tak akan Aunty jual. Dan suatu saat nanti rumah ini akan menjadi milikmu." Ucap Diana sembari mengusap pipi Jenna yang basah.

"Untukku?"

"Ya sayang. Aunty tidak mempunyai anak atau suami. Jadi menurutmu kepada siapa Aunty harus memberikannya?" Tanya Diana sembari terkekeh.

"Keponakan Aunty yang di London?" Ucap Jenna.

"Mereka tak akan membutuhkan itu sayang, percayalah." Jawab Diana.

Diana  memang hidup sendiri sebelum Jenna datang menemani hari-harinya. Suami dan anaknya meninggal dalam kecelakaan tragis sekitar lima belas tahun yang lalu. Diana memilih untuk tidak menikah lagi karena cintanya telah habis hanya untuk suaminya. Kini Diana memutuskan untuk pindah ke London dan tinggal bersama keponakan tersayangnya.

"Sekarang, ayo lanjutkan lagi. Pilihlah barang yang sekiranya akan sangat kau butuhkan di sana. Ah dan satu hal lagi, keberangkatan kita akan dimajukan." Ucap Diana sembari tersenyum.

"Kapan Aunty?"

"Besok pagi sayang. Bersiaplah." Jawab Diana.

*

*

Diana dan Jenna menaiki pesawat komersil untuk menuju ke London. Saat ini mereka sudah berada di dalam pesawat. Perjalanan yang cukup panjang membuat Jenna selalu mengantuk dan tertidur selama pesawat mengudara.

Akhirnya setelah beberapa jam perjalanan, mereka sampai di sebuah rumah megah bak istana milik keponakan Diana.

"Waah rumah ini besar sekali." ucap Jenna dengan kagum.

"Ini mansion milik keponakan Aunty, Jenna." jawab Diana yang juga ikut tersenyum.

"Hello my darling...!!" Teriak Diana yang baru saja tiba di mansion sang keponakan-- Devian Carrington dan istrinya Esther Carrington. (Kisah Devian dan Esther ada di sebelah)

"Aunty Dianaa...!!" Pekik Esther dari arah dapur.

"Oh God, Aunty kenapa tidak mengabariku jika akan kemari?" Tanya Esther yang kini sudah memeluk Diana lalu mencium kedua pipinya.

"Aku sangat merindukan cucuku, Damian. Aku sudah tidak bisa menahannya jadi aku segera membeli tiket penerbangan secepatnya kemari, dan aku akan tinggal di sini." Jawab Diana yang kini menggenggam tangan Esther.

"Oh God!! Are you serious? Aahhhh akhirnyaaa. Kenapa Devian tidak memberitahuku tentang hal ini?" Kata Esther.

"Aunty yang memintanya karena Aunty ingin memberikan kejutan padamu." Ucap Diana.

"Aunty selalu sukses jika membuat kejutan seperti ini. By the way Aunty, siapa gadis cantik ini?" Tanya Esther kepada seorang gadis yang berdiri di samping Diana.

"Hai, aku Jennaira. Panggil saja aku Jenna." Jawab gadis tersebut.

"Nama yang sangat cantik seperti orangnya. Aku Esther." Jawab Esther.

"Nama kakak juga sangat cantik, seperti orangnya." Sahut Jenna dengan tawa kecilnya.

"Jenna istirahatlah dulu sayang. Kamarmu ada di atas, kau bebas memilih dimanapun yang kau mau." Ucap Esther.

"Aku menunggu Aunty Diana saja kak." Jawab Jenna.

"Tak apa sayang. Naiklah lebih dulu. Aunty akan berbicara sebentar dengan Esther." Sahut Diana.

"Baiklah kalau begitu." Jawab Jenna dengan menundukkan kepalanya lalu pergi meninggalkan Esther dan Diana dengan diikuti oleh salah satu pelayan untuk membawa tasnya.

"Jenna adalah anak teman dekatku. Tapi kedua orang tuanya meninggal tiga tahun yang lalu. Saat ini ia masih duduk di bangku senior high school dan akan lulus tahun depan." Ucap Diana menjelaskan.

"Oh God, malang sekali nasibnya. Aku jadi teringat diriku sendiri, Aunty." Ucap Esther dengan sendu.

"Rencananya aku akan memindahkan dia di sini, Esther. Bagaimana? Aunty tak mau dia sendirian jika Aunty tinggal di sini."

"Aku sangat setuju Aunty. Aku terlalu kesepian tinggal di mansion sebesar ini. Nanti aku akan meminta Devian untuk mengurus kepindahannya." Ucap Esther dengan raut wajah bahagia.

"Terimakasih sayang. Dimana cucu tampanku itu?" Tanya Diana.

"Dia sedang tidur siang, Aunty. Mungkin sebentar lagi akan bangun lalu kita makan siang bersama okey." Ucap Esther.

"Ya, Aunty sudah sangat lapar sekali." Jawab Diana tersenyum.

"Istirahatlah dulu di kamar, Aunty. Nanti aku panggil jika semuanya sudah siap." Kata Esther.

"Baiklah sayang."

Diana pun pergi menuju kamar dibantu oleh salah satu pelayan untuk membawakan barang-barangnya. Diana lebih memilih kamar di lantai satu karena ia malas untuk naik turun tangga mengingat umurnya yang sudah setengah abad lebih.

Tiba-tiba saja terdengar sebuah mobil terparkir di halaman mansion. Esther keluar menuju teras mansion dan melihat Davin keluar dari dalam mobil bersama seorang wanita.

"Davin, ada apa kau kemari?" Tanya Esther sambil berdiri diambang pintu mansion.

"Aku ingin mengunjungi keponakan tampanku, Kak. Dimana dia?" Tanya Davin yang kini sudah berada di teras mansion.

"Damian sedang tidur siang. Kau bersama siapa?" Tanya Esther dengan senyum ramahnya.

"Kenalkan dia Sienna, kak. Kekasihku." Ucap Davin.

"Salam kenal kak." Sahut Sienna.

"Ya, salam kenal. Aku Esther. Ayo masuklah." Ajak Esther.

Lalu Sienna dan Davin pun masuk ke dalam mansion.

"Davin kau sudah makan siang?"

"Tentu saja belum. Aku kemari selain ingin bertemu Damian, aku juga rindu dengan masakan kakak." Ucap Davin.

"Dasar kau ini. Aku sudah masak untuk makan siang kita. Davin bisa kau panggilkan Aunty Diana di kamar dekat ruang tamu dan juga Jenna di lantai atas?" Tanya Esther.

"Aunty Diana ada di sini?"

"Ya, baru saja datang."

"Dan siapa Jenna?"

"Sudahlah jangan banyak bertanya. Cepat panggilkan sekarang." Sahut Esther.

Davin pun segera mengikuti perintah sang nyonya rumah tanpa membantah sedikitpun.

"Kak, ada yang perlu aku bantu?" Tanya Sienna memberanikan diri.

"Ya Sienna. Tolong bantu kakak ambilkan dua piring lagi makanan yang ada di dekat kulkas." Jawab Esther.

"Baiklah kak."

Sienna berjalan lalu kedua tangannya membawa piring berisikan makanan dan menyimpannya di atas meja.

Davin pun mengetuk pintu kamar Diana. Lalu di sambut dengan senyuman oleh Diana.

"Oh God, kau semakin tampan saja Davin." Ucap Diana memeluk Davin dan mencium kedua pipinya.

"Dan Aunty selalu cantik seperti biasanya." Sahut Davin.

"Kau laki-laki bermulut manis sayang. Wanita mana yang sudah terjerat dan terbuai dengan ucapanmu?" Ucap Diana sambil tertawa kecil.

"Haha Aunty bisa saja. Ayo kita makan siang Aunty. kak Esther sudah memanggil kita."

"Ya sayang. Tolong panggilkan Jenna di atas. Aunty malas jika harus ke atas karena harus menaiki tangga." Ucap Diana.

"Baiklah Aunty,"

Davin berjalan menaiki anak tangga dan terhenti saat ia sudah sampai di lantai atas.

"Bodoh, kenapa aku tidak menanyakan yamg mana kamarnya." Davin bermonolog.

Pasalnya, kamar di lantai atas ada sekitar sepuluh. Dan Davin tidak tahu Jenna menempati kamar yang mana. Akhirnya Davin membuka satu per satu kamar. Hingga akhirnya sampailah di kamar yang biasa ia gunakan jika sedang menginap di sini. Ia pun mencoba membukanya dan tidak terkunci.

Sontak Jenna terkejut. Karena ia terbiasa hanya menggunakan celana dalam dan atasan crop top saja jika di dalam kamar. Atau bahkan hanya bra saja.

"What are you doing?!" Teriak Jenna yang langsung menyambar selimutnya untuk menutupi bagian bawahnya.

Terlambat, Davin sudah melihat betapa sexy nya dirimu Jenna. Bentuk tubuhmu yang meliuk dengan pas seperti gitar spanyol meski sedikit kurus itu sudah berhasil direkam oleh mata nakal Davin.

"Ups sorry. Aku diminta memanggilmu untuk makan siang bersama. Ayo turun." Sahut  Davin dengan senyum smirknya.

"Ya nanti aku menyusul." Jawab Jenna.

Davin mengangguk lalu kembali menutup pintu kamarnya. Davin nampak meneguk salivanya lalu menggelengkan kepalanya agar pikiran mesum di otaknya itu hilang.

"Calm down adik kecil. Bukankah kau sudah terbiasa melihat hal-hal seperti itu? Kau bahkan pernah melihat wanita yang lebih seksi darinya. Yang baru saja kau lihat adalah tubuh gadis kecil yang bahkan tidak menggairahkan sama sekali." ucap Davin bermonolog dengan pelan pada dirinya sendiri.

Davin pun turun ke lantai satu untuk makan siang bersama.

Selang beberapa menit kemudian, Jenna pun turun dan sudah memakai hotpants nya.

"Jenna, duduklah sayang. Kita makan siang bersama." Ucap Esther yang sudah duduk lebih dulu.

"Ya kak."

Esther menarik kursi di sampingnya yang tepat berhadapan dengan Davin. Jenna pun duduk lalu mengambil beberapa lauk untuk dimakannya.

Tbc..

Terpopuler

Comments

Sleepyhead

Sleepyhead

Cucu yang dimaksud Diana apakah dia seorang anak kecil atau seorang pria yang good looking yang sdh dewasa..?

2024-08-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!