Agra Si Anak Miskin
Suara lonceng besi dipukul keras 3 kali menandakan jam usai pelajaran. Begitulah pada jaman dulu di tahun 90an, tepat nya di Tahun 1998 memasuki awal catur Wulan pertama, setelah bulan Mei kemarin banyak terjadi huru hara dikota kota besar.
Dimana belum banyak sekolahan memakai bel atau yang lebih canggihnya lagi sekarang ini sudah di rancang pakai sistem otomatis, jadi tidak lagi menggunakan tenaga manusia untuk membunyikannya menandakan waktu tersebut, tinggal disetting sesuai waktu yang ditentukan dan secara otomatis akan berbunyi diwaktu yang sudah tentukan.
Dan masih banyak menggunakan lonceng besi dari baja yang dipukul dengan bilah besi atau batu, untuk membunyikannya.
Semua siswa dan siswi terlihat berhamburan dari ruangan kelas masing masing, tersirat diwajah mereka ada rasa kelegaan dimana seharian tadi harus fokus dengan beberapa mata pelajaran.
Seorang anak remaja melangkah dengan cepat menuju gerbang, terlihat menoleh ke kanan lalu kekiri seperti sedang mencari seseorang.
" Gra, ayo pulang... " Seorang laki laki remaja yang tinggi hampir sama dengan Agra menepuk pundaknya, dia adalah Yadi teman yang selalu bersamanya sejak mereka masih balita.
" Dari tadi memang lagi nyariin kamu, lama sekali di WC, ngapain? "
" Makan, hahaha. " Ujar Yadi diakhir dengan tertawa lebar
Hampir setiap hari selalu berjalan kaki menuju rumah mereka, walau jarak kurang lebih 1 km, kadang juga sesekali suka naik delman yang biasa disini jadi moda transportasi jarak dekat, tetapi itu sangat jarang sekali.
Mereka lebih senang berjalan kaki dan beberapa yang lainnya pun senang melakukan hal yang sama, karena kawasan gunung Ciremai begitu sejuk dan rindang menjadikan kawasan Sepajang jalan tidak terlalu terik walaupun siang hari.
" Gra, kamu lihat depan kita itu...! " tiba tiba Yadi menepuk pundak Agra, dimana tangan satunya lagi menunjuk kearah 2 gadis tengah berjalan tidak jauh didepan mereka.
Mereka terlihat memakai seragam yang sama seperti yang kedua gunakan yaitu itu putih biru.
Agra sendiri sebenarnya sudah melihat kedua gadis yang berjalan didepannya, tapi karena memang tidak terlalu menghiraukan, dirinya bersikap biasa saja ketika melihat dua gadis itu yang tengah berjalan didepannya.
Terlihat gadis yang satu itu menggunakan topi dengan rambut dikeluarkan dari sela lubang belakang topi, yang diantara berfungsi untuk merubah ukuran topi supaya pas dengan ukuran kepala.
Lalu gadis yang kedua, berambut pendek sebahu, terlihat mereka berjalan saling bergandengan.
" Memang kenapa? " Ujar Agra singkat, Agra bersikap acuh tak acuh.
" Yang menggunakan topi itu kalau tidak salah namanya Tania." kata Yadi seperti terlihat antusias.
" Iya terus memangnya kenapa yadiiii... " Tanya Agra masih terlihat seperti tidak memperdulikan kedua gadis itu.
" Biasanya kalau gadis disapa oleh kamu, pasti kalau tidak salah tingkah iris kuping nih. " Ujar Yadi, dia tidak menyerah buat Agra bisa menggoda gadis yang berada didepan mereka, sampai harus memasang taruhan mengiris kuping kalau seandainya gadis itu tidak terpesona oleh Agra.
" Sudah jangan, tidak boleh kita mempermainkan perasaan perempuan, itu nggak baik... " Agra masih teguh pendirian.
" Apa salahnya, nih kamu panggil nama dia.. terus pas nengok kasih senyum, sudah itu saja..aku hanya ingin tahu saja gadis yang sekarang katanya banyak yang menyukai disekolah, apa jadinya kalau disapa oleh seorang Agra. " Yadi masih tidak menyerah membuat Agra bisa menggoda gadis didepannya, terlihat suka saja kalau ada anak perempuan terlihat salah tingkah oleh Agra.
" Ck, Kalau marah, tanggung jawab ya? " Agra sedikit berdecak malas, karena terus menerus dipaksa Agra akhirnya setengah mengiyakan keinginan Yadi itu
" Mana ada sejarahnya kalau anak gadis di sapa seorang Agra marah? tidak ada sejarahnya itu. "
Yadi memukul topi Agra di bagian depan yang dibuat sedikit keatas atau seperti menekuk sedikit keatas.
Ck, tampak Agra lagi-lagi berdecak kesal, karena sekarang topinya dalam kondisi menekuk tidak jelas, Agra pun membenahi posisi topinya lagi.
Lalu mereka berdua berjalan cepat kearah kedua gadis didepannya itu, begitu sampai keruang lebih dua langkah dari mereka.
" Hai... Taniiaa... " Dengan sedikit perasaan terpaksa Agra lalu memanggil nama gadis itu, yang disebut oleh Yadi bernama Tania.
Seusai Agra memanggil nama gadis itu, lalu dia pun menoleh kearah Agra dan teman yang berada disampingnya itu ikut menoleh.
Setelah kedua gadis itu menoleh dan melihat siapa yang sudah memanggilnya, gadis yang bernama Tania itu pun spontan tersenyum kearah Agra, dia pun dengan secara spontan membalas senyuman pada gadis itu, lalu selepas setelahnya, gadis yang bernama Tania langsung menggamit lengan temannya, untuk mengajaknya sedikit berjalan cepat, bukan karena marah atau takut, karena merasa salah tingkah setelah melihat siapa yang memanggilnya.
Sepanjang mereka berjalan cepat, untuk sedikit menjauh dari Agra dan Yadi, mereka tertawa terlihat kecil lalu saling berbisik, dimana Agra tidak tahu apa yang tengah mereka bisikan, sesekali mereka menoleh ke belakang arah Agra dan Yadi.
" Memang benar ya, anak gadis kalau sudah disapa seorang Agra langsung salah tingkah, salut... " Ujar Yadi yang terlihat senang karena sudah berhasil membujuk Agra menggoda gadis itu, karena Agra sendiri paling malas kalau untuk menggoda seorang gadis.
Setelahnya Agra melihat sosok gadis yang disebut oleh Yadi bernama Tania itu, tiba tiba saja ada perasaan aneh yang melanda hatinya, perasaan seperti ada ketertarikan pada gadis itu, tapi sejurus dengan itu Agra berusaha untuk menepisnya.
" Kalau dilihat, dia satu sekolah dengan kita? " Tanya Agra, seraya sesekali mengamati gadis dari belakang.
" Wah sepertinya kamu mulai tertarik untuk kenal lebih jauh dengan Tania? Tadi saja nggak mau... " Ledek Yadi, yang sekarang dihatinya merasa puas. Agra sendiri hanya diam mendengar perkataan Yadi itu, lalu tidak lama Agra berkata.
" Ya kan hanya bertanya saja, lagi pula seragamnya sama seperti kita. " Agra masih sedikit menutupi perasaannya.
" Dia memang satu sekolahan dengan kita Gra, dia itu anak kelas satu. " Yadi memperjelas kembali yang diduga oleh Agra.
" Oh..." Agra membulatkan bibirnya.
" Bagaimana kalau besok kita cari tahu dia, sambil ke kantin kelas satu, udah lama juga kan kita nggak ke kantin itu... " Yadi menawarkan Agra untuk mencari tahu tentang Tania lebih jauh lagi.
" Ck, lihat besok saja..." Pandangan agra sesekali melihat ke arah Tania yang berada didepannya.
Lalu terlihat kedua gadis itu berbelok kearah perumahan, ketika sudah berbelok gadis bernama Tania itu sempat memberikan senyuman kearah Agra, lalu Agra membalas tersenyum itu, setelah senyumannya dibalas oleh Agra, terlihat Tania mencubit pinggang temannya, yang mungkin menandakan dia tengah salah tingkah.
Walau dihati Agra sekarang ada ketertarikan pada gadis itu, Agra berusaha untuk menepisnya, ada perasaan mawas diri yang besar yang membuat Agra terlihat malas untuk berkenalan lebih jauh dengan seorang gadis.
Kadang seperti itu memang sosok Agra, suka ada perasaan tidak percaya diri atau malu dengan keadaan status kehidupan sosialnya, yang hidup disebuah rumah jaman dulu, dimana sudah mulai terlihat usang, hidup bersama seorang nenek yang kesehariannya hanya seorang menjahit pakaian.
Apa lagi dengan status orang tua yang tidak jelas itu. Kalau suka pun hanya bisa sebatas diam saja, tanpa berani mendekati apa lagi menjadikannya pacar. walau tidak sedikit anak gadis dari satu sekolah yang mencoba mendekatinya, sampai ada yang kirim surat untuk Agra, tapi kadang Agra sendiri bersikap acuh tak acuh.
Ada seorang gadis yang bernama Maya, dan dia itu sangat menyukai Agra, dia pun sebaliknya, Tapi karena tidak ada mengatakan rasa sukanya pada Maya, jadi hubungan mereka seperti itu saja, terlihat teman tapi mereka terlihat mesra kalau lagi jalan atau sekedar ngobrol berdua.
Agra dan Yadi pun akhirnya berpisah, dimana Agra yang terlebih dulu sampai rumah, karena keduanya berjalan mengambil arah lewat jalan raya, tapi kalau lewat gang sesudah perumahan, yang terlebih dahulu sampai rumah adalah Yadi.
Agra memasuki pekarangan rumahnya, terlihat dari luar kondisi rumah sepi, karena penghuni rumah hanya ada dia dan neneknya saja.
" Nek ..! Nenek.. ! " Agra memanggil neneknya sambil melihat kaca jendela yang tembus ke dalam, sesampainya didepan rumah.
" iya , tunggu... " Seorang perempuan tua terlihat melangkah menuju pintu, setelah pintu terbuka perempuan tua itu langsung menyodorkan tangannya, Agra sudah paham apa yang dia harus lakukan, dia pun menyalami perempuan tua itu dan mencium punggung tangannya.
" Kalau mau makan, itu ada lauk mujair tadi dikasih bik Emi. " Ujarnya perempuan tua itu, tangannya sambil menunjuk meja yang masih tertutup tudung saji.
Nenek Hasanah itulah nama perempuan tua itu, perempuan tua yang sudah dianggap oleh Agra seperti orang tua kandungannya sendiri, dia juga yang merawat Agra sejak dari bayi.
Dia Adik dari nenek kandung Agra yang bernama nenek Kulsum, karena Nenek Hasanah tidak punya Anak jadi Agra dibawa bersamanya, saat itu Agra hanya selalu menjadi bahan pancingan ( katanya supaya cepat punya anak ) oleh beberapa saudara kakak dari ibunya yang belum mempunyai anak, setelah mempunyai Anak Agra kecil selalu dikembalikan begitu saja.
Bahkan Agra kecil kembali dipindah tangankan kepada saudara ibu lainnya yang mengharapkan hal yang sama, yaitu agar mempunyai anak.
Saat itu juga nenek Hasanah merasa sangat iba, jika Agra hanya diperlakukan seperti itu, lalu membawanya lagi ke kampung.
" Iya nek... " Agra lalu masuk kamar, dan tidak lama kemudian keluar dengan sudah mengganti baju hanya saja celana yang biru masih dikenakan.
Agra mengambil piring di dapur setelah itu menuju meja makan bekas yang kursi itu tidak serasi dengan mejanya, lalu langsung makan dengan lahapnya.
Esok harinya....
Dikelas Agra kebetulan guru yang mengajar siang itu sedang tidak hadir. Agra terlihat menulis tugas yang diberikan guru yang tidak masuk untuk mengajar.
" Bagaimana kalau kita ke kantin kelas satu Gra? " ajak Yadi sambil menepuk pundak Agra yang sedang mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru yang tidak hadir itu.
" Sebentar, lagi nanggung, lagi pula mau ngapain kita ke kantin kelas satu? " Ucap Agra yang terlihat malas
" Sudah itu nanti saja, kita cari gadis yang kemarin yuk.." ajak Yadi kembali dengan setengah memaksa.
" Ck .. Aku lagi tidak punya uang lagi, td istirahat sudah aku sudah beli mie ayam yang di kantin belakang kelas 2 V " kata Agra berdecak malas.
" Sudah itu perkara kecil, nanti aku belikan permen kaki ( Permen berbentuk seperti kaki berwarna merah ). " Kali ini Yadi menarik lengan Agra.
Walau dengan rasa malas akhirnya Agra pun mengikuti Yadi ke kantin.
Sesampainya di kantin...
" Bik, permen kaki 2. " Yadi menyodorkan uang 500 ke penjaga kantin yang bernama bik Marnia.
" Gurunya tidak datang memangnya yad? Tanya bik Marnia sambil menyodorkan uang kembalian. Pemilik kantin itu memang sudah mengenai Yadi dan Agra dari saat mereka duduk dikelas 1 SMP tentunya.
" Kebetulan lagi tidak masuk bik." Jawab Yadi singkat.
" Bik, aku numpang duduk ya. " Walau belum ada ucapan dari bik Marnia untuk Agra diijinkan duduk, tapi Agra sudah duduk dibangku panjang yang berada didalam kantin.
" Duduk saja Gra, kamu terlihat semakin ganteng. " Ujar bik Marnia sambil tangannya mencubit hidung Agra yang mancung bangir itu, lalu kembali melakukan aktifitasnya.
Setelah duduk Agra melihat kearah kelas yang berada didepan kantin bik Marnia, saat melihat kearah jendela, Agra sedikit terkejut, sosok gadis dibalik jendela kelas sedang melihat kearahnya.
Karena Agra mengetahui kalau dirinya tengah memperhatikannya, gadis itu pun memalingkan wajahnya buru buru, setelah itu memperhatikan kembali ke guru yang tengah mengajar di depan kelasnya, sambil meletakan tangan yang sedikit tertekuk didepan mulutnya.
Agra berusaha mengingat siapa gadis dibalik kaca jendela kelas itu, namun tidak lama kemudian dia langsung ingat pada gadis yang bertemu kemarin sepulang sekolah, Tania? ucapnya dalam hati.
Agra kembali melihat kearah jendela, ternyata Tania masih memperhatikan dirinya diam diam, saat Agra mengetahuinya seperti biasa gadis itu memalingkan wajahnya buru buru.
" Yad ! " Agra mencolek bahu Yadi, dengan volume suara sedikit pelan.
" Apaan? " Yadi membalasnya dengan volume suara yang sama seperti Agra.
" Bentar, orangnya lagi melihat kemari." Agra berbicara tapi pandang tidak lagi diarahkan ke jendela.
" Memang siapa sih? " Mata Yadi belum mengarah ke jendela.
" Tuh... " Agra menujuk dengan mulutnya kearah jendela, tapi pandangan sedikit diarahkan sisi lain.
" Hhhmmm, Ini yang dinamakan sudah jodoh sepertinya. " Ucap Yadi setelah tahu siapa yang dimaksud oleh Agra itu. Yadi pastinya langsung mengenali siapa gadis yang dimaksud oleh Agra.
" Stt...masih kecil, masih jauh soal itu. " Ucap Agra seraya menempelkan jari telunjuk persis di depan mulutnya.
" Tuh, dia lagi memperhatikan kamu lagi." Ucap Yadi berbisik di telinga Agra.
Namun pada akhirnya pandangan Tania seperti tidak bisa berpaling ke sisi lain setelah mengetahui dia tengah memperhatikan Agra, begitu juga dengan Agra, dirinya tertegun sejenak, yang pada akhirnya pandangan mereka saling bertemu.
Serrrr, seketika itu tiba tiba saja ada getaran aneh yang semakin tidak menentu dihati Agra, getaran yang belum pernah sebesar ini sebelumnya, gadis itu sungguh sudah menumbuhkan benih benih perasaan cinta dihatinya.
" Gra..!! pelajaran pak Beni guru Kimia yang killer itu bentar lagi mulai !! " Ujar Yadi yang terlihat panik saat melihat jam tangan G Shock KW berwarna hitam. Agra pun sedikit terkejut lalu tersadar kalau sedari tadi dirinya sedang beradu pandang dengan Tania. Lalu dengan cepat mengalihkan kesisi lain.
Agra pun mengikuti langkah Yadi menuju kelasnya, setelah empat langkah, Agra menoleh kearah Tania, karena Agra terlihat meninggalkan kantin, Tania yang berada dibalik kaca jendela terlihat melambaikan tangannya tanpa diketahui banyak orang dikelasnya apa lagi guru yang tengah mengajar saat itu.
Agra membalasnya dengan hanya tersenyum kearah Tania, terpikir olehnya jika dia membalasnya dengan melambaikan tangan kembali, pasti Yadi akan mengetahui, ada perasaan tidak enak kalau dirinya kemarin tidak mau sekedar memanggil nama gadis itu, tapi hal itu tetap saja Yadi tahu gerak gerik Agra yang memang sedari tadi memperhatikan dirinya
" Kemarin disuruh manggil nama dia saja tidak mau, sekarang mulai tertarik sama Tania kan? " Ucap Yadi, yang spontan ucapan Yadi itu membuat Agra terkejut, karena Yadi telah mengetahui gerak geriknya sedari tadi, Agra hanya diam tidak merespon ucapan Yadi itu.
Tidak dapat dipungkiri, kalau memang hatinya mulai tertarik dengan gadis itu, tapi bagaimana pun dirinya akan merasa tidak percaya diri, akan selalu sulit baginya untuk diungkapkan segala rasa, karena dia hanya seorang anak yang miskin.
" Kalau kamu mulai tertarik sama dia, jangan digantung seperti yang sudah sudah, kasian, kalau memang dihati kamu tidak ada perasaan apa-apa, ya sudah, cukup sampai disini, jangan temui dia lagi atau paling besarnya kamu seperti kasih harapan sama dia. " Ujar Yadi berusaha membuka sisi lain di diri Agra yang selama ini dia tutupi.
Agra hanya diam mendengar penuturan dari Yadi.
" Soalnya yang aku pernah dengar juga, banyak yang lagi berusaha mendekati dia, tapi tidak tau kenapa dia tidak merespon mereka sama sekali. Tapi ini sama kamu baru kemarin ketemu aja, cuman aku suruh iseng manggil dia, eeeh, lihat sendiri kan reaksi dia ke kamu apa..? " Yadi lagi lagi berusaha mengusir rasa yang selama ini membuat dia terlihat kaku atau kurang percaya diri kalau untuk mempunyai hubungan lebih dari sekedar teman. Mau sampai kapan teman kecilnya itu punya rasa kurang percaya diri.
" Yaaa, lihat bagaimana nanti saja, secara kenalan saja belum, baru kemarin kenal hanya sepintas saja. " Karena Agra tidak ingin Yadi membahas soal Tania lagi, dia pun mencoba merespon ucapan Yadi. Walau tiba tiba saja ada perasaan yang tidak bersemangat untuk mendekati gadis itu.
Tidak berapa lama Agra dan Yadi sudah sampai dikelas mereka, kelas 3.IX dan tidak lama berselang pak Beni yang dianggap oleh semua murid murid guru yang killer sudah memasuki kelas dengan berjalan tenang.
Melihat pak Beni yang sudah memasuki kelas mereka, yang sedari tadi terdengar riuh dan berisik dalam sekejap saja berubah menjadi hening.
" Selamat pagi! silahkan buka halaman 10 BAB 4 tentang sekala atom. " Perintah pak beni dengan masih berekspresi datar, tidak ada senyuman sama sekali diwajahnya.
" Baik pak!" jawab serempak hampir seluruh yang dikelas walau sedikit menghela nafas tanda seperti enggan.
Setelah Satu jam, kemudian terdengar suara lonceng besi dipukul 3 kali, yang menandakan jam usai pelajaran sekolah untuk hari ini, seluruh siswa yang sedari tadi terlihat tegang, akhirnya terlihat bernafas lega.
Lalu pak Beni merapihkan buku buku yang tadi dibawanya untuk bahan mengajar.
" Selamat siang..." Pak beni mengucapkan itu dengan sambil berjalan menuju pintu keluar kelas.
" Gilak, seperti sesak nafas aku..." Ujar murid perempuan yang bernama dini yang sekarang terlihat mengipas dirinya dengan buku.
Dan beberapa ekspresi lainnya yang menandakan kelegaan di hati mereka.
" Kamu yakin tidak mau ikut? " Ujar Yadi menegaskan lagi ajakannya tentang tadi pagi, untuk ke warung yang biasa anak anak nongkrong.
" Sepertinya nggak dulu ya. " Agra memang selalu malas kalau diajak nongkrong ditempat biasa anak anak biasa kumpul, karena pastinya banyak yang pada merokok disana.
" Ya sudah, aku cabut duluan ya.. " Yadi melakukan tos ke Agra, lalu dibalas kembali dengan hal yang serupa.
Setelah Yadi pergi, tak lama Agra pun meninggalkan kelas, terlihat oleh Agra banyak diantara mereka yang hendak pulang seperti burung yang terlepas dari sangkarnya, lega dan biasa terbang bebas penuh kebahagiaan.
Dan itu juga tidak jauh apa yang dirasakan oleh Agra saat ini, disamping merasa lega, ada hal yang membuatnya seperti bahagia, walau sempat berusaha menampiknya, tapi perasaan tetaplah perasaan yang tidak bisa begitu saja disingkirkan, apalagi perasaan itu ditumbuhi dengan bibit-bibit cinta yang perlahan tumbuh.
Agra berjalan menyusuri jalanan samping laboratorium biologi, yang nantinya keluar gerbang akan melalui koridor kelas satu, dimana disanalah kelas Tania, yang Agra sendiri baru mengetahui tadi, padahal sebelumnya memang Agra sering melewati koridor kelas satu, tapi karena matanya belum dipertemukan dengan sosok Tania, jadi baru tahu ada sosok gadis yang bertemu kemarin.
Agra sempat berhenti ketika hendak melintas didepan kelas Tania, ada perasaan yang tengah mengganggunya, perasaan gugup dan rasa penasaran menjadi satu.
Gugup, karena dirinya kurang percaya diri, penasaran karena dihatinya ingin kembali bertemu dengan Tania.
Namun setelah didepan kelas, Agra tidak melihat Tania disana, bahkan sudah tidak ada satu siswa pun didalam.
Dia kemana ya, batin Agra bertanya, namun tidak berapa lama lalu berjalan kembali sampai diujung lorong kelas 1.I.
Setelah sampai di depan gerbang Agra masih berusaha mencarinya, siapa tahu masih bisa bertemu dengan Tania, walau entah jika pun bertemu apa Agra akan berani mengajaknya pulang bersama sama dengannya atau malah menghindar.
Akhirnya Agra memutuskan untuk langsung pulang kerumahnya, ah, kenapa perasaan ini sulit sekali untuk ditepisnya? Agra berusaha mempertanyakan pada dirinya sendiri.
Sampai tiba di belokan masuk perumahan, Agra sempat berdiri sebentar memandang pintu masuk perumahan, entah kenapa dia melakukan hal itu, sedangkan letak rumah Tania pun Agra belum tahu. Karena merasa lucu sendiri dengan tingkahnya, Agra pun kembali berjalan.
Setelah sampai dirumahnya, seperti biasa nenek Hasanah menyambut hangat kedatangannya, seperti terlihat memperlakukan Agra layaknya anak kandung sendiri.
Setelah itu Agra lalu masuk ke kamarnya, kemudian meletakan tasnya dibagian kepala tempat tidurnya, lalu setelah itu duduk dimeja belajar yang di desainnya sendiri dengan alakadarnya. Dia tak buru buru mengganti seragamnya.
Saat ini pikirannya kembali pada sosok gadis yang bernama Tania, dia tidak pernah merasakan perasaan sebesar ini sebelumnya, walau dulu pernah ada rasa suka tapi tidak hanya sebatas suka, tidak ada getaran yang aneh yang melanda hatinya.
Tapi sejurus dengan itu ada sisi lain dihatinya berkata, dirinya harus bersikap sadar diri, kalau dirinya tak layak mencintai gadis itu. Akhirnya dia mencoba menepis rasa itu.
Karena merasakan perutnya lapar, Agra lalu bangkit dari tempat duduk, keluar menuju meja makan yang masih tertutup tudung saji itu.
" Nek, nenek sudah makan belum? " Tanya Agra yang setelah membuka tudung saji hanya ada 1 buah telor dadar dan disamping telur dadar ada satu sangku nasi berukuran sedang.
" Nenek sudah makan tadi, kamu makan saja, nenek minta maaf hari ini cuma ada lauk seperti itu. " ujar nenek Hasanah menghampiri Agra seraya tersenyum, namun ada perasaan sedih melanda hati nenek Hasanah itu.
15 Menit kemudian Agra sudah menyelesaikan makannya, membereskan tempat makan dan membawa piring kotor ke belakang untuk dicuci olehnya.
Setelah selesai, Agra kembali masuk, karena meyakini nenek masih berada diruang depan, lalu Agra langsung menuju pintu masuk ruang depan, saat Agra tepat dipintu masuk ruang depan, dia lalu tertegun.
Agra melihat nenek Hasanah sedang terisak-isak, mulutnya sedang ditutupi oleh sal rajut yang selalu melingkar di lehernya, mungkin supaya Isak tangis tidak terdengar oleh Agra.
" N-nenek, nenek kenapa!? " Agra terlihat panik melihat nenek Hasanah yang sedang menangis itu, lalu dengan cepat menghampiri nenek Hasanah kemudian duduk dilantai berhadapan dengan nenek Hasanah, dimana kini Agra tengah menatap wajah nenek Hasanah.
" Nenek nggak apa apa Gra, nenek hanya kelilipan tadi..." jawab neneknya berbohong pada Agra.
" Nenek kenapa? " Pertanyaan Agra diulangi kembali, karena tahu neneknya sedang berbohong padanya.
" Apa nenek bisa buat kamu bahagianya ya Gra? nenek berharap nasib mu bisa menjadi orang yang sukses disuatu saat nanti, kasian sekali nasibmu, Ayahmu tidak tahu dimana rimbanya, sedangkan ibumu sudah 5 tahun ini nggak datang untuk menengok kamu, lihat sekarang kamu sudah besar sebentar lagi beranjak dewasa. " Tutur nenek Hasanah secara bicara terbata-bata, lalu berhenti sejenak menghela nafas panjang, terlihat ada uraian mata di pipinya.
Agra hanya menatap nenek Hasanah sedikit pun tidak berkedip, air matanya pun perlahan mengalir begitu saja setelah mendengar penuturan nenek Hasanah.
" Doain nenek panjang umur ya, nenek bisa menyekolahkan minimal sampai SMA... " Nenek Hasanah berujar kembali, seraya tangannya mengelus elus rambut Agra, Agra kemudian bangkit dan memeluk neneknya itu.
" Agra sudah ikhlas dengan jalan hidup Agra nek, justru Agra sangat bersyukur bisa dirawat oleh nenek disini, bisa mengenal ilmu agama, Agra minta maaf ya nek, Agra juga mau mengucapkan terima kasih banyak nenek sudah merawat Agra sepenuh hati, memperlakukan Agra seperti layaknya anak kandung sendiri, Agra masih bisa bantu nenek dengan cari kerja sampingan... " Agra berkata sedikit panjang, sambil berkata Agra menyandarkan kepala dipundak neneknya.
" Doain Agra juga ya nek, kelak bisa membahagiakan nenek. " Ujar Agra kembali, sekarang dia mengangkat kepalanya dan kembali duduk didepan neneknya,matanya menatap lekat nenek Hasanah.
" Kamu harus menjadi anak yang baik Gra, kamu jangan neko neko, jangan sampe terbawa pergaulan yang tidak baik ya. " Nenek Hasanah mengusap matanya dengan menggunakan sal rajut.
" Inshaa Allah nek, doain selalu Agra yaa. " ujarnya kemudian dia bangkit dan duduk ditepian ranjang disamping nenek Hasanah, air mata yang perlahan mengalir diusapnya pelan.
Sorenya Agra seperti biasa sebelum maghrib sudah rapih dengan sarung dan Koko putih, dikepalanya terpasang peci hitam sangat terlihat tampan, Dia Hendak melaksanakan sholat Maghrib berjamaah yang nantinya akan dilanjutkan dengan mengaji dan kadang dijadwal tertentu dilanjutkan dengan mengkaji kitab kuning.
Agra memang menjalani rutin setiap hari, kecuali malam Jumat karena dari pak Kyai yang mengajar diliburkan, atau kecuali kalau sedang ada pekerjaan di hari Sabtu atau minggunya yang kadang bisa sampai malam.
Agra bukan remaja yang agamis yang mengenyam dunia pesantren, hanya remaja biasa pada umumnya, yang kadang tak luput dari kenakalan kenakalan kecil, anak remaja yang sedang dalam masa puber, yang sedang mulai menyukai lawan jenis, memandang yang tidak seharusnya dia pandang secara berlebihan.
Rasa suka, rasa penasaran masa remaja seperti pada umumnya, akan tetapi Agra tidak pernah melampaui batas, justru rasa suka terhadap lawan jenis selalu ditutupi oleh rasa malunya, rasa sadar dirinya kalau dia hanya anak miskin.
Walau jalan kehidupannya seperti ini, Agra sangat mensyukuri, karena hidup berada dilingkungan yang banyak keinginan untuk belajar agama, walau hanya setahap mengaji dengan kyai, walau kenakalan kenakalan kecil mereka pasti ada, kalau kata orang tua dulu, kita walau pun dulu nakal kalau sore belajar mengaji.
Entah jika saat itu nenek Hasanah tak mengambilnya, lalu Agra dibiarkan hidup di kota dengan keadaan yang kalau dibilang broken home, ditambah banyaknya pergaulan bebas disana, bisa jadi Agra tumbuh menjadi anak remaja yang bengal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Topansusanto44 Topan4444
neneknya baik hati dan perhatian
2024-10-30
4
mahesa Prasetyo
Jadi teringat masa lalu.. wkwk
2024-11-17
1
Ahmad Fauzi
nenek memang yang paling sayang
2024-11-01
2