Suara lonceng besi dipukul keras 3 kali menandakan jam usai pelajaran. Begitulah pada jaman dulu di tahun 90an, tepat nya di Tahun 1998 memasuki awal catur Wulan pertama, setelah bulan Mei kemarin banyak terjadi huru hara dikota kota besar.
Dimana belum banyak sekolahan memakai bel atau yang lebih canggihnya lagi sekarang ini sudah di rancang pakai sistem otomatis, jadi tidak lagi menggunakan tenaga manusia untuk membunyikannya menandakan waktu tersebut, tinggal disetting sesuai waktu yang ditentukan dan secara otomatis akan berbunyi diwaktu yang sudah tentukan.
Dan masih banyak menggunakan lonceng besi dari baja yang dipukul dengan bilah besi atau batu, untuk membunyikannya.
Semua siswa dan siswi terlihat berhamburan dari ruangan kelas masing masing, tersirat diwajah mereka ada rasa kelegaan dimana seharian tadi harus fokus dengan beberapa mata pelajaran.
Seorang anak remaja melangkah dengan cepat menuju gerbang, terlihat menoleh ke kanan lalu kekiri seperti sedang mencari seseorang.
" Gra, ayo pulang... " Seorang laki laki remaja yang tinggi hampir sama dengan Agra menepuk pundaknya, dia adalah Yadi teman yang selalu bersamanya sejak mereka masih balita.
" Dari tadi memang lagi nyariin kamu, lama sekali di WC, ngapain? "
" Makan, hahaha. " Ujar Yadi diakhir dengan tertawa lebar
Hampir setiap hari selalu berjalan kaki menuju rumah mereka, walau jarak kurang lebih 1 km, kadang juga sesekali suka naik delman yang biasa disini jadi moda transportasi jarak dekat, tetapi itu sangat jarang sekali.
Mereka lebih senang berjalan kaki dan beberapa yang lainnya pun senang melakukan hal yang sama, karena kawasan gunung Ciremai begitu sejuk dan rindang menjadikan kawasan Sepajang jalan tidak terlalu terik walaupun siang hari.
" Gra, kamu lihat depan kita itu...! " tiba tiba Yadi menepuk pundak Agra, dimana tangan satunya lagi menunjuk kearah 2 gadis tengah berjalan tidak jauh didepan mereka.
Mereka terlihat memakai seragam yang sama seperti yang kedua gunakan yaitu itu putih biru.
Agra sendiri sebenarnya sudah melihat kedua gadis yang berjalan didepannya, tapi karena memang tidak terlalu menghiraukan, dirinya bersikap biasa saja ketika melihat dua gadis itu yang tengah berjalan didepannya.
Terlihat gadis yang satu itu menggunakan topi dengan rambut dikeluarkan dari sela lubang belakang topi, yang diantara berfungsi untuk merubah ukuran topi supaya pas dengan ukuran kepala.
Lalu gadis yang kedua, berambut pendek sebahu, terlihat mereka berjalan saling bergandengan.
" Memang kenapa? " Ujar Agra singkat, Agra bersikap acuh tak acuh.
" Yang menggunakan topi itu kalau tidak salah namanya Tania." kata Yadi seperti terlihat antusias.
" Iya terus memangnya kenapa yadiiii... " Tanya Agra masih terlihat seperti tidak memperdulikan kedua gadis itu.
" Biasanya kalau gadis disapa oleh kamu, pasti kalau tidak salah tingkah iris kuping nih. " Ujar Yadi, dia tidak menyerah buat Agra bisa menggoda gadis yang berada didepan mereka, sampai harus memasang taruhan mengiris kuping kalau seandainya gadis itu tidak terpesona oleh Agra.
" Sudah jangan, tidak boleh kita mempermainkan perasaan perempuan, itu nggak baik... " Agra masih teguh pendirian.
" Apa salahnya, nih kamu panggil nama dia.. terus pas nengok kasih senyum, sudah itu saja..aku hanya ingin tahu saja gadis yang sekarang katanya banyak yang menyukai disekolah, apa jadinya kalau disapa oleh seorang Agra. " Yadi masih tidak menyerah membuat Agra bisa menggoda gadis didepannya, terlihat suka saja kalau ada anak perempuan terlihat salah tingkah oleh Agra.
" Ck, Kalau marah, tanggung jawab ya? " Agra sedikit berdecak malas, karena terus menerus dipaksa Agra akhirnya setengah mengiyakan keinginan Yadi itu
" Mana ada sejarahnya kalau anak gadis di sapa seorang Agra marah? tidak ada sejarahnya itu. "
Yadi memukul topi Agra di bagian depan yang dibuat sedikit keatas atau seperti menekuk sedikit keatas.
Ck, tampak Agra lagi-lagi berdecak kesal, karena sekarang topinya dalam kondisi menekuk tidak jelas, Agra pun membenahi posisi topinya lagi.
Lalu mereka berdua berjalan cepat kearah kedua gadis didepannya itu, begitu sampai keruang lebih dua langkah dari mereka.
" Hai... Taniiaa... " Dengan sedikit perasaan terpaksa Agra lalu memanggil nama gadis itu, yang disebut oleh Yadi bernama Tania.
Seusai Agra memanggil nama gadis itu, lalu dia pun menoleh kearah Agra dan teman yang berada disampingnya itu ikut menoleh.
Setelah kedua gadis itu menoleh dan melihat siapa yang sudah memanggilnya, gadis yang bernama Tania itu pun spontan tersenyum kearah Agra, dia pun dengan secara spontan membalas senyuman pada gadis itu, lalu selepas setelahnya, gadis yang bernama Tania langsung menggamit lengan temannya, untuk mengajaknya sedikit berjalan cepat, bukan karena marah atau takut, karena merasa salah tingkah setelah melihat siapa yang memanggilnya.
Sepanjang mereka berjalan cepat, untuk sedikit menjauh dari Agra dan Yadi, mereka tertawa terlihat kecil lalu saling berbisik, dimana Agra tidak tahu apa yang tengah mereka bisikan, sesekali mereka menoleh ke belakang arah Agra dan Yadi.
" Memang benar ya, anak gadis kalau sudah disapa seorang Agra langsung salah tingkah, salut... " Ujar Yadi yang terlihat senang karena sudah berhasil membujuk Agra menggoda gadis itu, karena Agra sendiri paling malas kalau untuk menggoda seorang gadis.
Setelahnya Agra melihat sosok gadis yang disebut oleh Yadi bernama Tania itu, tiba tiba saja ada perasaan aneh yang melanda hatinya, perasaan seperti ada ketertarikan pada gadis itu, tapi sejurus dengan itu Agra berusaha untuk menepisnya.
" Kalau dilihat, dia satu sekolah dengan kita? " Tanya Agra, seraya sesekali mengamati gadis dari belakang.
" Wah sepertinya kamu mulai tertarik untuk kenal lebih jauh dengan Tania? Tadi saja nggak mau... " Ledek Yadi, yang sekarang dihatinya merasa puas. Agra sendiri hanya diam mendengar perkataan Yadi itu, lalu tidak lama Agra berkata.
" Ya kan hanya bertanya saja, lagi pula seragamnya sama seperti kita. " Agra masih sedikit menutupi perasaannya.
" Dia memang satu sekolahan dengan kita Gra, dia itu anak kelas satu. " Yadi memperjelas kembali yang diduga oleh Agra.
" Oh..." Agra membulatkan bibirnya.
" Bagaimana kalau besok kita cari tahu dia, sambil ke kantin kelas satu, udah lama juga kan kita nggak ke kantin itu... " Yadi menawarkan Agra untuk mencari tahu tentang Tania lebih jauh lagi.
" Ck, lihat besok saja..." Pandangan agra sesekali melihat ke arah Tania yang berada didepannya.
Lalu terlihat kedua gadis itu berbelok kearah perumahan, ketika sudah berbelok gadis bernama Tania itu sempat memberikan senyuman kearah Agra, lalu Agra membalas tersenyum itu, setelah senyumannya dibalas oleh Agra, terlihat Tania mencubit pinggang temannya, yang mungkin menandakan dia tengah salah tingkah.
Walau dihati Agra sekarang ada ketertarikan pada gadis itu, Agra berusaha untuk menepisnya, ada perasaan mawas diri yang besar yang membuat Agra terlihat malas untuk berkenalan lebih jauh dengan seorang gadis.
Kadang seperti itu memang sosok Agra, suka ada perasaan tidak percaya diri atau malu dengan keadaan status kehidupan sosialnya, yang hidup disebuah rumah jaman dulu, dimana sudah mulai terlihat usang, hidup bersama seorang nenek yang kesehariannya hanya seorang menjahit pakaian.
Apa lagi dengan status orang tua yang tidak jelas itu. Kalau suka pun hanya bisa sebatas diam saja, tanpa berani mendekati apa lagi menjadikannya pacar. walau tidak sedikit anak gadis dari satu sekolah yang mencoba mendekatinya, sampai ada yang kirim surat untuk Agra, tapi kadang Agra sendiri bersikap acuh tak acuh.
Ada seorang gadis yang bernama Maya, dan dia itu sangat menyukai Agra, dia pun sebaliknya, Tapi karena tidak ada mengatakan rasa sukanya pada Maya, jadi hubungan mereka seperti itu saja, terlihat teman tapi mereka terlihat mesra kalau lagi jalan atau sekedar ngobrol berdua.
Agra dan Yadi pun akhirnya berpisah, dimana Agra yang terlebih dulu sampai rumah, karena keduanya berjalan mengambil arah lewat jalan raya, tapi kalau lewat gang sesudah perumahan, yang terlebih dahulu sampai rumah adalah Yadi.
Agra memasuki pekarangan rumahnya, terlihat dari luar kondisi rumah sepi, karena penghuni rumah hanya ada dia dan neneknya saja.
" Nek ..! Nenek.. ! " Agra memanggil neneknya sambil melihat kaca jendela yang tembus ke dalam, sesampainya didepan rumah.
" iya , tunggu... " Seorang perempuan tua terlihat melangkah menuju pintu, setelah pintu terbuka perempuan tua itu langsung menyodorkan tangannya, Agra sudah paham apa yang dia harus lakukan, dia pun menyalami perempuan tua itu dan mencium punggung tangannya.
" Kalau mau makan, itu ada lauk mujair tadi dikasih bik Emi. " Ujarnya perempuan tua itu, tangannya sambil menunjuk meja yang masih tertutup tudung saji.
Nenek Hasanah itulah nama perempuan tua itu, perempuan tua yang sudah dianggap oleh Agra seperti orang tua kandungannya sendiri, dia juga yang merawat Agra sejak dari bayi.
Dia Adik dari nenek kandung Agra yang bernama nenek Kulsum, karena Nenek Hasanah tidak punya Anak jadi Agra dibawa bersamanya, saat itu Agra hanya selalu menjadi bahan pancingan ( katanya supaya cepat punya anak ) oleh beberapa saudara kakak dari ibunya yang belum mempunyai anak, setelah mempunyai Anak Agra kecil selalu dikembalikan begitu saja.
Bahkan Agra kecil kembali dipindah tangankan kepada saudara ibu lainnya yang mengharapkan hal yang sama, yaitu agar mempunyai anak.
Saat itu juga nenek Hasanah merasa sangat iba, jika Agra hanya diperlakukan seperti itu, lalu membawanya lagi ke kampung.
" Iya nek... " Agra lalu masuk kamar, dan tidak lama kemudian keluar dengan sudah mengganti baju hanya saja celana yang biru masih dikenakan.
Agra mengambil piring di dapur setelah itu menuju meja makan bekas yang kursi itu tidak serasi dengan mejanya, lalu langsung makan dengan lahapnya.
Esok harinya....
Dikelas Agra kebetulan guru yang mengajar siang itu sedang tidak hadir. Agra terlihat menulis tugas yang diberikan guru yang tidak masuk untuk mengajar.
" Bagaimana kalau kita ke kantin kelas satu Gra? " ajak Yadi sambil menepuk pundak Agra yang sedang mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru yang tidak hadir itu.
" Sebentar, lagi nanggung, lagi pula mau ngapain kita ke kantin kelas satu? " Ucap Agra yang terlihat malas
" Sudah itu nanti saja, kita cari gadis yang kemarin yuk.." ajak Yadi kembali dengan setengah memaksa.
" Ck .. Aku lagi tidak punya uang lagi, td istirahat sudah aku sudah beli mie ayam yang di kantin belakang kelas 2 V " kata Agra berdecak malas.
" Sudah itu perkara kecil, nanti aku belikan permen kaki ( Permen berbentuk seperti kaki berwarna merah ). " Kali ini Yadi menarik lengan Agra.
Walau dengan rasa malas akhirnya Agra pun mengikuti Yadi ke kantin.
Sesampainya di kantin...
" Bik, permen kaki 2. " Yadi menyodorkan uang 500 ke penjaga kantin yang bernama bik Marnia.
" Gurunya tidak datang memangnya yad? Tanya bik Marnia sambil menyodorkan uang kembalian. Pemilik kantin itu memang sudah mengenai Yadi dan Agra dari saat mereka duduk dikelas 1 SMP tentunya.
" Kebetulan lagi tidak masuk bik." Jawab Yadi singkat.
" Bik, aku numpang duduk ya. " Walau belum ada ucapan dari bik Marnia untuk Agra diijinkan duduk, tapi Agra sudah duduk dibangku panjang yang berada didalam kantin.
" Duduk saja Gra, kamu terlihat semakin ganteng. " Ujar bik Marnia sambil tangannya mencubit hidung Agra yang mancung bangir itu, lalu kembali melakukan aktifitasnya.
Setelah duduk Agra melihat kearah kelas yang berada didepan kantin bik Marnia, saat melihat kearah jendela, Agra sedikit terkejut, sosok gadis dibalik jendela kelas sedang melihat kearahnya.
Karena Agra mengetahui kalau dirinya tengah memperhatikannya, gadis itu pun memalingkan wajahnya buru buru, setelah itu memperhatikan kembali ke guru yang tengah mengajar di depan kelasnya, sambil meletakan tangan yang sedikit tertekuk didepan mulutnya.
Agra berusaha mengingat siapa gadis dibalik kaca jendela kelas itu, namun tidak lama kemudian dia langsung ingat pada gadis yang bertemu kemarin sepulang sekolah, Tania? ucapnya dalam hati.
Agra kembali melihat kearah jendela, ternyata Tania masih memperhatikan dirinya diam diam, saat Agra mengetahuinya seperti biasa gadis itu memalingkan wajahnya buru buru.
" Yad ! " Agra mencolek bahu Yadi, dengan volume suara sedikit pelan.
" Apaan? " Yadi membalasnya dengan volume suara yang sama seperti Agra.
" Bentar, orangnya lagi melihat kemari." Agra berbicara tapi pandang tidak lagi diarahkan ke jendela.
" Memang siapa sih? " Mata Yadi belum mengarah ke jendela.
" Tuh... " Agra menujuk dengan mulutnya kearah jendela, tapi pandangan sedikit diarahkan sisi lain.
" Hhhmmm, Ini yang dinamakan sudah jodoh sepertinya. " Ucap Yadi setelah tahu siapa yang dimaksud oleh Agra itu. Yadi pastinya langsung mengenali siapa gadis yang dimaksud oleh Agra.
" Stt...masih kecil, masih jauh soal itu. " Ucap Agra seraya menempelkan jari telunjuk persis di depan mulutnya.
" Tuh, dia lagi memperhatikan kamu lagi." Ucap Yadi berbisik di telinga Agra.
Namun pada akhirnya pandangan Tania seperti tidak bisa berpaling ke sisi lain setelah mengetahui dia tengah memperhatikan Agra, begitu juga dengan Agra, dirinya tertegun sejenak, yang pada akhirnya pandangan mereka saling bertemu.
Serrrr, seketika itu tiba tiba saja ada getaran aneh yang semakin tidak menentu dihati Agra, getaran yang belum pernah sebesar ini sebelumnya, gadis itu sungguh sudah menumbuhkan benih benih perasaan cinta dihatinya.
" Gra..!! pelajaran pak Beni guru Kimia yang killer itu bentar lagi mulai !! " Ujar Yadi yang terlihat panik saat melihat jam tangan G Shock KW berwarna hitam. Agra pun sedikit terkejut lalu tersadar kalau sedari tadi dirinya sedang beradu pandang dengan Tania. Lalu dengan cepat mengalihkan kesisi lain.
Agra pun mengikuti langkah Yadi menuju kelasnya, setelah empat langkah, Agra menoleh kearah Tania, karena Agra terlihat meninggalkan kantin, Tania yang berada dibalik kaca jendela terlihat melambaikan tangannya tanpa diketahui banyak orang dikelasnya apa lagi guru yang tengah mengajar saat itu.
Agra membalasnya dengan hanya tersenyum kearah Tania, terpikir olehnya jika dia membalasnya dengan melambaikan tangan kembali, pasti Yadi akan mengetahui, ada perasaan tidak enak kalau dirinya kemarin tidak mau sekedar memanggil nama gadis itu, tapi hal itu tetap saja Yadi tahu gerak gerik Agra yang memang sedari tadi memperhatikan dirinya
" Kemarin disuruh manggil nama dia saja tidak mau, sekarang mulai tertarik sama Tania kan? " Ucap Yadi, yang spontan ucapan Yadi itu membuat Agra terkejut, karena Yadi telah mengetahui gerak geriknya sedari tadi, Agra hanya diam tidak merespon ucapan Yadi itu.
Tidak dapat dipungkiri, kalau memang hatinya mulai tertarik dengan gadis itu, tapi bagaimana pun dirinya akan merasa tidak percaya diri, akan selalu sulit baginya untuk diungkapkan segala rasa, karena dia hanya seorang anak yang miskin.
" Kalau kamu mulai tertarik sama dia, jangan digantung seperti yang sudah sudah, kasian, kalau memang dihati kamu tidak ada perasaan apa-apa, ya sudah, cukup sampai disini, jangan temui dia lagi atau paling besarnya kamu seperti kasih harapan sama dia. " Ujar Yadi berusaha membuka sisi lain di diri Agra yang selama ini dia tutupi.
Agra hanya diam mendengar penuturan dari Yadi.
" Soalnya yang aku pernah dengar juga, banyak yang lagi berusaha mendekati dia, tapi tidak tau kenapa dia tidak merespon mereka sama sekali. Tapi ini sama kamu baru kemarin ketemu aja, cuman aku suruh iseng manggil dia, eeeh, lihat sendiri kan reaksi dia ke kamu apa..? " Yadi lagi lagi berusaha mengusir rasa yang selama ini membuat dia terlihat kaku atau kurang percaya diri kalau untuk mempunyai hubungan lebih dari sekedar teman. Mau sampai kapan teman kecilnya itu punya rasa kurang percaya diri.
" Yaaa, lihat bagaimana nanti saja, secara kenalan saja belum, baru kemarin kenal hanya sepintas saja. " Karena Agra tidak ingin Yadi membahas soal Tania lagi, dia pun mencoba merespon ucapan Yadi. Walau tiba tiba saja ada perasaan yang tidak bersemangat untuk mendekati gadis itu.
Tidak berapa lama Agra dan Yadi sudah sampai dikelas mereka, kelas 3.IX dan tidak lama berselang pak Beni yang dianggap oleh semua murid murid guru yang killer sudah memasuki kelas dengan berjalan tenang.
Melihat pak Beni yang sudah memasuki kelas mereka, yang sedari tadi terdengar riuh dan berisik dalam sekejap saja berubah menjadi hening.
" Selamat pagi! silahkan buka halaman 10 BAB 4 tentang sekala atom. " Perintah pak beni dengan masih berekspresi datar, tidak ada senyuman sama sekali diwajahnya.
" Baik pak!" jawab serempak hampir seluruh yang dikelas walau sedikit menghela nafas tanda seperti enggan.
Setelah Satu jam, kemudian terdengar suara lonceng besi dipukul 3 kali, yang menandakan jam usai pelajaran sekolah untuk hari ini, seluruh siswa yang sedari tadi terlihat tegang, akhirnya terlihat bernafas lega.
Lalu pak Beni merapihkan buku buku yang tadi dibawanya untuk bahan mengajar.
" Selamat siang..." Pak beni mengucapkan itu dengan sambil berjalan menuju pintu keluar kelas.
" Gilak, seperti sesak nafas aku..." Ujar murid perempuan yang bernama dini yang sekarang terlihat mengipas dirinya dengan buku.
Dan beberapa ekspresi lainnya yang menandakan kelegaan di hati mereka.
" Kamu yakin tidak mau ikut? " Ujar Yadi menegaskan lagi ajakannya tentang tadi pagi, untuk ke warung yang biasa anak anak nongkrong.
" Sepertinya nggak dulu ya. " Agra memang selalu malas kalau diajak nongkrong ditempat biasa anak anak biasa kumpul, karena pastinya banyak yang pada merokok disana.
" Ya sudah, aku cabut duluan ya.. " Yadi melakukan tos ke Agra, lalu dibalas kembali dengan hal yang serupa.
Setelah Yadi pergi, tak lama Agra pun meninggalkan kelas, terlihat oleh Agra banyak diantara mereka yang hendak pulang seperti burung yang terlepas dari sangkarnya, lega dan biasa terbang bebas penuh kebahagiaan.
Dan itu juga tidak jauh apa yang dirasakan oleh Agra saat ini, disamping merasa lega, ada hal yang membuatnya seperti bahagia, walau sempat berusaha menampiknya, tapi perasaan tetaplah perasaan yang tidak bisa begitu saja disingkirkan, apalagi perasaan itu ditumbuhi dengan bibit-bibit cinta yang perlahan tumbuh.
Agra berjalan menyusuri jalanan samping laboratorium biologi, yang nantinya keluar gerbang akan melalui koridor kelas satu, dimana disanalah kelas Tania, yang Agra sendiri baru mengetahui tadi, padahal sebelumnya memang Agra sering melewati koridor kelas satu, tapi karena matanya belum dipertemukan dengan sosok Tania, jadi baru tahu ada sosok gadis yang bertemu kemarin.
Agra sempat berhenti ketika hendak melintas didepan kelas Tania, ada perasaan yang tengah mengganggunya, perasaan gugup dan rasa penasaran menjadi satu.
Gugup, karena dirinya kurang percaya diri, penasaran karena dihatinya ingin kembali bertemu dengan Tania.
Namun setelah didepan kelas, Agra tidak melihat Tania disana, bahkan sudah tidak ada satu siswa pun didalam.
Dia kemana ya, batin Agra bertanya, namun tidak berapa lama lalu berjalan kembali sampai diujung lorong kelas 1.I.
Setelah sampai di depan gerbang Agra masih berusaha mencarinya, siapa tahu masih bisa bertemu dengan Tania, walau entah jika pun bertemu apa Agra akan berani mengajaknya pulang bersama sama dengannya atau malah menghindar.
Akhirnya Agra memutuskan untuk langsung pulang kerumahnya, ah, kenapa perasaan ini sulit sekali untuk ditepisnya? Agra berusaha mempertanyakan pada dirinya sendiri.
Sampai tiba di belokan masuk perumahan, Agra sempat berdiri sebentar memandang pintu masuk perumahan, entah kenapa dia melakukan hal itu, sedangkan letak rumah Tania pun Agra belum tahu. Karena merasa lucu sendiri dengan tingkahnya, Agra pun kembali berjalan.
Setelah sampai dirumahnya, seperti biasa nenek Hasanah menyambut hangat kedatangannya, seperti terlihat memperlakukan Agra layaknya anak kandung sendiri.
Setelah itu Agra lalu masuk ke kamarnya, kemudian meletakan tasnya dibagian kepala tempat tidurnya, lalu setelah itu duduk dimeja belajar yang di desainnya sendiri dengan alakadarnya. Dia tak buru buru mengganti seragamnya.
Saat ini pikirannya kembali pada sosok gadis yang bernama Tania, dia tidak pernah merasakan perasaan sebesar ini sebelumnya, walau dulu pernah ada rasa suka tapi tidak hanya sebatas suka, tidak ada getaran yang aneh yang melanda hatinya.
Tapi sejurus dengan itu ada sisi lain dihatinya berkata, dirinya harus bersikap sadar diri, kalau dirinya tak layak mencintai gadis itu. Akhirnya dia mencoba menepis rasa itu.
Karena merasakan perutnya lapar, Agra lalu bangkit dari tempat duduk, keluar menuju meja makan yang masih tertutup tudung saji itu.
" Nek, nenek sudah makan belum? " Tanya Agra yang setelah membuka tudung saji hanya ada 1 buah telor dadar dan disamping telur dadar ada satu sangku nasi berukuran sedang.
" Nenek sudah makan tadi, kamu makan saja, nenek minta maaf hari ini cuma ada lauk seperti itu. " ujar nenek Hasanah menghampiri Agra seraya tersenyum, namun ada perasaan sedih melanda hati nenek Hasanah itu.
15 Menit kemudian Agra sudah menyelesaikan makannya, membereskan tempat makan dan membawa piring kotor ke belakang untuk dicuci olehnya.
Setelah selesai, Agra kembali masuk, karena meyakini nenek masih berada diruang depan, lalu Agra langsung menuju pintu masuk ruang depan, saat Agra tepat dipintu masuk ruang depan, dia lalu tertegun.
Agra melihat nenek Hasanah sedang terisak-isak, mulutnya sedang ditutupi oleh sal rajut yang selalu melingkar di lehernya, mungkin supaya Isak tangis tidak terdengar oleh Agra.
" N-nenek, nenek kenapa!? " Agra terlihat panik melihat nenek Hasanah yang sedang menangis itu, lalu dengan cepat menghampiri nenek Hasanah kemudian duduk dilantai berhadapan dengan nenek Hasanah, dimana kini Agra tengah menatap wajah nenek Hasanah.
" Nenek nggak apa apa Gra, nenek hanya kelilipan tadi..." jawab neneknya berbohong pada Agra.
" Nenek kenapa? " Pertanyaan Agra diulangi kembali, karena tahu neneknya sedang berbohong padanya.
" Apa nenek bisa buat kamu bahagianya ya Gra? nenek berharap nasib mu bisa menjadi orang yang sukses disuatu saat nanti, kasian sekali nasibmu, Ayahmu tidak tahu dimana rimbanya, sedangkan ibumu sudah 5 tahun ini nggak datang untuk menengok kamu, lihat sekarang kamu sudah besar sebentar lagi beranjak dewasa. " Tutur nenek Hasanah secara bicara terbata-bata, lalu berhenti sejenak menghela nafas panjang, terlihat ada uraian mata di pipinya.
Agra hanya menatap nenek Hasanah sedikit pun tidak berkedip, air matanya pun perlahan mengalir begitu saja setelah mendengar penuturan nenek Hasanah.
" Doain nenek panjang umur ya, nenek bisa menyekolahkan minimal sampai SMA... " Nenek Hasanah berujar kembali, seraya tangannya mengelus elus rambut Agra, Agra kemudian bangkit dan memeluk neneknya itu.
" Agra sudah ikhlas dengan jalan hidup Agra nek, justru Agra sangat bersyukur bisa dirawat oleh nenek disini, bisa mengenal ilmu agama, Agra minta maaf ya nek, Agra juga mau mengucapkan terima kasih banyak nenek sudah merawat Agra sepenuh hati, memperlakukan Agra seperti layaknya anak kandung sendiri, Agra masih bisa bantu nenek dengan cari kerja sampingan... " Agra berkata sedikit panjang, sambil berkata Agra menyandarkan kepala dipundak neneknya.
" Doain Agra juga ya nek, kelak bisa membahagiakan nenek. " Ujar Agra kembali, sekarang dia mengangkat kepalanya dan kembali duduk didepan neneknya,matanya menatap lekat nenek Hasanah.
" Kamu harus menjadi anak yang baik Gra, kamu jangan neko neko, jangan sampe terbawa pergaulan yang tidak baik ya. " Nenek Hasanah mengusap matanya dengan menggunakan sal rajut.
" Inshaa Allah nek, doain selalu Agra yaa. " ujarnya kemudian dia bangkit dan duduk ditepian ranjang disamping nenek Hasanah, air mata yang perlahan mengalir diusapnya pelan.
Sorenya Agra seperti biasa sebelum maghrib sudah rapih dengan sarung dan Koko putih, dikepalanya terpasang peci hitam sangat terlihat tampan, Dia Hendak melaksanakan sholat Maghrib berjamaah yang nantinya akan dilanjutkan dengan mengaji dan kadang dijadwal tertentu dilanjutkan dengan mengkaji kitab kuning.
Agra memang menjalani rutin setiap hari, kecuali malam Jumat karena dari pak Kyai yang mengajar diliburkan, atau kecuali kalau sedang ada pekerjaan di hari Sabtu atau minggunya yang kadang bisa sampai malam.
Agra bukan remaja yang agamis yang mengenyam dunia pesantren, hanya remaja biasa pada umumnya, yang kadang tak luput dari kenakalan kenakalan kecil, anak remaja yang sedang dalam masa puber, yang sedang mulai menyukai lawan jenis, memandang yang tidak seharusnya dia pandang secara berlebihan.
Rasa suka, rasa penasaran masa remaja seperti pada umumnya, akan tetapi Agra tidak pernah melampaui batas, justru rasa suka terhadap lawan jenis selalu ditutupi oleh rasa malunya, rasa sadar dirinya kalau dia hanya anak miskin.
Walau jalan kehidupannya seperti ini, Agra sangat mensyukuri, karena hidup berada dilingkungan yang banyak keinginan untuk belajar agama, walau hanya setahap mengaji dengan kyai, walau kenakalan kenakalan kecil mereka pasti ada, kalau kata orang tua dulu, kita walau pun dulu nakal kalau sore belajar mengaji.
Entah jika saat itu nenek Hasanah tak mengambilnya, lalu Agra dibiarkan hidup di kota dengan keadaan yang kalau dibilang broken home, ditambah banyaknya pergaulan bebas disana, bisa jadi Agra tumbuh menjadi anak remaja yang bengal.
Tepat jam 6 pagi, Agra sudah berangkat dengan berjalan kaki menuju sekolah, jarak tempuh tiba disekolah kurang 20 menit dengan berjalan kaki. Ada dari sebagian yang memilih berkendara angkutan umum berjenis delman, mungkin ada uang saku lebih dari orang tuanya atau menghindari bau keringat karena harus berjalan yang cukup jauh kurang lebih 1 km.
Ada juga yang menggunakan angkutan desa lalu mereka turun di pertigaan jalan raya, selanjutnya meneruskan ke sekolah dengan berjalan kaki, yang dimana orang orang disana selalu menyebut pengkolan pangkalan ojeg.
Pada saat itu sangat jarang yang menggunakan motor pribadi. Mungkin untuk dapat 1 unit motor tidak semudah jaman sekarang.
Agra terus berjalan, saat tiba di belokan dengan jalan kayu kecil, dibawah jalan kayu kecil itu ada aliran kali kecil. Kira kira 200 meter sebelum ujung pertigaan jalan raya Agra pun belok, dia dan juga beberapa yang lainnya lebih suka mengambil jalan memotong, disamping lebih cepat, juga jalannya sangat teduh dan lebih cepat.
Disaat 100 meter lagi menuju jalan raya terlihat gadis dan 1 temannya yang tidak asing bagi Agra, walau baru bertemu dengannya 2 kalinya.
Agra seolah olah seperti sudah mengenainya sudah sangat lama, mungkin ingatannya tentang gadis itu sudah menjadi satu dengan pikirannya, karena setelahnya bertemu gadis itu, tumbuh perasaan yang dulu memang pernah ada, namun tidak sebesar sekarang ini.
Gadis itu tidak lain adalah Tania dan 1 teman nya yang tempo hari terlihat bersamanya. Ada rasa gugup yang Agra rasakan saat ini, walau dihatinya saat ini juga berusaha ingin mendekat dan memang semenjak kemarin sepulangnya sekolah dia berusaha mencari cari Tania.
Saat berjarak kurang lebih 50 meter, Tania seperti sadar kalau dibelakangnya ada seseorang yang memperhatikannya, dia pun lalu menoleh kearah dimana posisi Agra tepat berada dibelakangnya, namun bukannya melempar senyum, Agra malah secepat kilat menyembunyikan dirinya dibalik tembok yang memang tidak jauh dari posisi dia berdiri.
"Aduh kenapa ini, berasa gugup begini, bodoh, bodoh bukannya kemarin kamu mencari dia Gra,? sudah didepan mata malah menghindar " batin Agra bermonolog dan mengutuk dirinya sendiri.
Setelah beberapa saat bersembunyi Agra pelan pelan keluar dari balik tembok yang digunakan olehnya untuk bersembunyi, akan tetapi saat itu Agra sudah tidak melihat lagi Tania bersama temannya.
" Kemana mereka? " Tanya dalam batinnya. Ada sedikit menyesal dihatinya kenapa tadi tidak menghampiri saja mereka, lalu berkenalan, apa ini yang dinamakan cinta monyet, yang orang banyak bilang aku suka dia suka padahal hati seringan merasa deg-degan dan merasa malu.
Akhirnya Agra melanjutkan langkahnya dan tak lama kemudian sampai juga dia digerbang sekolahnya. Tapi sepanjang jalan dari dia bertemu Tania lalu bersembunyi, saat itu tidak lagi melihat tania. dia melihat kebelakang hasilnya sama Tania tidak terlihat juga disana, Agra sudah tak lagi menemukan Tania setelah itu.
Hilang dalam sekejap seperti ditelan bumi. Apa tadi hanya bayangan ilusi saja. Tapi kalau ilusi semua seperti terlihat jelas. Terus saja pikiran Agra dengan banyak pertanyaan diotak.
Padahal kalau saja tadi dia berani menghampiri Tania dan tidak bersembunyi dia tidak akan kehilangan jejak Tania bersama temannya itu.
Iya tapi hal ini tidak semudah bagi seorang Agra yang memang sudah pembawaan kurang percaya dirinya, ditambah sekarang ada perasaan gugup, perasaan suka namun bercampur aduk dengan rasa gugup dan kurang percaya diri semua jadi satu.
" Haduhh hampir saja aku kesiangan untungnya ketemu Aris jadi bareng dia deh..." Tiba tiba saja Yadi sudah berada disamping Agra, berjalan yang berusaha mengimbangi langkah Agra.
Aris memang selalu membawa motor ayahnya yang seorang pegawai negeri ke sekolahan. Iya jaman dulu motor kantor orang tuanya bisa digunakan secara pribadi oleh anaknya. Untuk jaman sekarang mungkin nggak kali yaaa.
Motor inventaris dari pemerintah yang hanya digunakan operasional dalam bekerja termasuk pulang dan pergi menuju kantor.
" Tadi aku ketemu Tania yad, tapi setelah itu nggak tau dia kemana.. " tiba-tiba Agra bercerita seperti itu tanpa menanggapi cerita Yadi yang berangkat bersama Aris.
" Maksudnya nggak dia kemana eh gimana sih maksudnya? " Tanya Yadi heran dengan ucapan Agra, dimana dia sendiri bingung dengan ucapannya
" Iya tadi kan aku ketemu Tania dijalan yang biasa kalau kita potong jalan, tapi pas saat Tania lagi mau menyeberang jalan. " Agra kembali memperjelas maksud dari ucapannya.
" Teruss...? " Yadi menoleh kearah Agra, mereka masih meneruskan langkahnya menuju kelas
" Terus sebelum menyebrang jalan kan dia menengok kebelakang, kebetulan ada tembok rumah, terus aku langsung bersembunyi, seperti ada perasaan gugup saja tiba tiba, setelah itu pas aku mau lihat kembali Tania, dia sudah nggak ada. " Ujar Agra menerangkan senyatanya.
" Bodoh, bodoh sekali temanku yang satu ini, kenapa nggak kamu samperin, terus ajak dia kenalan.. " ujar Yadi yang terlihat gemas setelah mendengar cerita dari Agra.
" Nggak tau kenapa, tiba tiba gugup aja, itu perkaranya. "
" Oke, bentar, tiga kelas lagi setelah ini kan kelasnya Tania. " Yadi mengalihkan pembicaraan, ketika mereka sudah masuk lorong kelas satu.
Agra yang memang sudah menyadari dari tadi, tahu kalau dia akan melewati kelas Tania yang memang sedang merasakan gugup, ditambah lagi ada penuturan Yadi yang seperti itu, jadi bertambah lah rasa gugupnya.
Apa memang istimewanya Tania ini, kalau digambarkan sosok Tania itu tinggi hampir setara dengan Agra walau masih kelas 1 SMP, gadis berkulit putih, rambut hitam lurus dan panjang, walau dia sendiri dari dulu memang sudah banyak gadis yang berusaha mendekatinya, bisa dibilang semua cantik cantik, tapi tidak tahu kenapa dengan Tania dia tiba tiba punya perasaan bisa dibilang getarannya lebih besar.
Ketika berada satu kelas lagi sebelum kelasnya Tania, Agra mencoba melihat kearah jendela, yang Agra sangat yakin gadis yang masih terlihat samar dibalik jendela kelas itu adalah Tania.
Dan benar saja saat berada dipintu masuk kelas Tania, terlihat dia yang sedang sibuk mengeluarkan buku dari dalam tas miliknya, yang dimana sejurus dengan Agra tengah melihat kearahnya, Tania pun yang sedang mengeluarkan buku mendongakan kepalanya.
Dan sepersekian detik pandangan mereka pun saling menatap satu sama lain, lalu pada akhirnya keduanya perlahan menunduk malu, namun begitu mereka sempat saling melemparkan senyuman.
Ada timbul niat Yadi seketika sudah saatnya mereka bisa berkenalan, dengan cepat memberikan tanda ke Tania dengan menelungkupkan kedua telapak tangannya, sejurus dengan itu lalu menunjuk kearah Agra, yang mengisyaratkan bahwa Agra ingin berkenalan dengannya.
Tania yang melihat isyarat itu, hanya menggerakkan bibir membentuk kalimat " pulang nya saja " tanpa bersuara. Yadi membuat lingkaran dengan jari telunjuk dan jempol saling bertemu di ujungnya, yang menandakan setuju dengan ucapan Tania.
" Itu sudah aku bantuin ya. " Ujar Yadi sambil sedikit menyenggol lengan Agra dengan tubuhnya, sampai tubuhnya sedikit doyong, tapi dengan kembali tegak dan meneruskan langkahnya diiringi oleh Yadi menuju kelas mereka. Tidak ada respon dari Agra, selain dirinya merasa belum siap untuk berkenalan dengan gadis itu.
" Kalau memang suka, jangan terlalu lama bergerak Gra, jangan buat orang menanti terlalu lama ujung seperti Maya, nggak jelaskan sampai sekarang? " Yadi masih memprovokasi pikiran Agra, dia ingin mengubah pemikiran Agra jika sebenarnya dia pun layak untuk disukai dan mempunyai hubungan dengan seorang gadis, walau dibilang masa remaja itu hanya sekedar cinta monyet.
" Iya.. Iya.. " Ucap Agra dengan raut muka yang terlihat masih bingung, kemudian Agra menaruh tasnya di atas meja, kemudian dia pun duduk di bangkunya disusul dengan Yadi yang duduk bangku sebelahnya, ada perasaan bingung pada dirinya, melihat segala kondisinya, antara memang suka dengan Tania.
Yadi menyadari kalau Agra mulai menyukai Tania, tapi banyak hal yang dipertimbangkan oleh diri Agra dengan segala kondisinya yang banyak sekali kekurangan, bagaimana pun sebagai teman harus bisa support semaksimal mungkin, agar Agra sendiri menghilangkan rasa kurang percaya dirinya.
Di jam istirahat pertama yang hampir mendekati jam masuk kelas. Kira-kira 15 menit lagi masa jam waktu istirahat pertama berakhir, Yadi mengajak Agra ke kantin depan kelas dimana Tania duduk disisi jendela kelas. Seperti sebuah judul lagu dari Iwan fals.
" Bik, permen dua ya..." Yadi mengambil 2 buah permen didalam sebuah toples, sesampainya didalam kelas, karena merasa tidak enak kalau sekedar duduk tapi tidak jajan apa-apa.
Agra sepintas melihat kearah jendela kelas Tania, dimana Tania memang sudah mengetahui kalau ada dia dikantin itu, yang Agra melihat kearah jendela Tania memang tengah melihat kearah nya.
Memang sengaja itu tujuannya Yadi mengajak Agra ke kantin kelas satu, walau tadi sebenarnya sudah jajan dikantin kelas tiga.
" Bagi satu sini. " Agra mengulurkan tangannya, tanpa berkata apapun, Yadi memberikan permen yang dipinta oleh Agra. Entah kenapa tiba tiba saja Agra ingin memberikan sebuah kejutan yang tak pernah terpikir sebelumnya, bahkan oleh Yadi sendiri..
Lalu Agra membuka bungkusan permen yang berada diujung tangkai, lalu setelah permen itu terbuka, Agra malah mematahkan ujung, dimana patahan yang masih terdapat permen lalu dia masukan kedalam mulutnya.
" Mau diapain Gra? " Yadi merasa aneh dengan apa yang dilakukan oleh Agra.
Tidak ada respon ucapan dari Yadi, Agra hanya mencabut pulpen yang berada di kantongnya, dimana dia biasa menyelipkan disana dan mencari sesuatu didekat kaleng tempat uang milik Bik Marnia.
" Bik tidak ada kertas kosong ya? Aku minta sedikit bik. " ucap Yadi seraya menghampiri bik Marnia.
Setelah Agra mendapatkan potongan kertas kecil, dia lalu menulis sesuatu disana, setelah menulis di kertas itu, Agra terlihat meremas remas kertas itu hingga membentuk seperti bola kecil, percis sama bentuknya dengan permen yang sekarang berada di mulutnya.
Agra meletakan kertas yang sudah berbentuk seperti bola, diujung tangkai bekas permen tadi, lalu membungkusnya dengan bekas plastik pembungkus permen tadi, jadi sekarang terlihat seperti ada isi didalamnya.
" Bik nanti minta tolong ini berikan ini ke gadis yang duduk didekat jendela itu ya. " Agra berucap setengah berbisik sambil tangan menunjuk ke arah jendela itu.
Tania sendiri saat itu terlihat sedang asyik menulis, jadi saat Agra menunjuk tangan kearah Tania, Tania tidak mengetahui hal itu.
" Sip Gra, kamu taruh saja ditempat permen tadi, nanti kalau dia ke kantin bibik suruh ambil sendiri ya.. " ujar bik Marnia seraya menepuk pundak Agra yang tinggi melebihi dia
" Terima kasih bik sebelumnya ya. "
" Dia namanya Tania Gra. " ujar bik Marnia.
" Iya, aku sudah tahu namanya. " Agra berucap seraya tersipu malu
" Hhmm kalau sama yang bening bening pasti tahu. " timpal Bik Marnia sambil menyenggol sedikit tubuh Agra. Agra hanya sedikit terhuyung lalu berdiri kembali.
Di balik rasa kurang percaya dirinya Agra, dia adalah sosok anak remaja yang bisa membuat siapa pun terkesan padanya, disamping itu juga dia sangat pandai merangkai kata, pandai membuat puisi walau diusianya yang masih remaja.
Tapi jika saat datang rasa kurang percaya dirinya, dia suka menjadi seorang yang pendiam dan suka menyendiri, yang kadang kalau orang belum terlalu mengenai sosok Agra, akan terpikir Agra itu acuh, sombong dan aneh.
Tapi kalau sudah mengenal lebih jauh sosoknya, dia adalah seorang anak remaja yang terlihat dewasa dan menyenangkan, disamping itu Agra adalah sosok pendengar yang baik dan tidak tegaan sama orang.
Tinggal beberapa menit lagi jam istirahat pertama selesai, Agra dan Yadi berpamitan kembali menuju kelasnya, Agra sempat melihat kearah jendela kelas dimana Tania duduk yang secara kebetulan saat itu Tania juga sedang melihat ke arahnya, lalu mereka saling melemparkan senyum, Tania tidak mengetahui kalau Agra sudah menitipkan sesuatu untuknya didalam bungkus permen.
Karena melihat Agra ada perkembangan untuk mendekati Tania, Yadi sengaja memilih diam dan berjalan melangkah bersamaan dengan Agra.
Takut kalau dia meledek Agra atau berkomentar malah malah semakin lama untuk mendekati Tania, karena disamping itu Yadi sangat ingin tahu seberapa besar keberanian Agra kali ini untuk mendekati seorang gadis apalagi sampai Agra akhirnya punya pacar.
Di jam istirahat kedua Agra dan Yadi kembali lagi ke kantin kelas satu, tapi seperti biasa mereka memilih waktu 15 menit lagi jam istirahat kedua selesai.
Sesampainya dikantin...
" Bagaimana bik, apa kertas didalam bungkus permen sudah diambil? " Tanya Agra, namun kali ini pura pura tidak melihat kearah jendela. Padahal sekilas dengan ujung matanya Tania sedang melihat kearahnya
" Sudah dong, malah Tania kelihatan senang sekali, nah bungkusan tadi, dia sudah menggantinya dengan tulisan lagi, sepertinya itu sebuah balasan, coba kamu ambil sendiri, sama ditempat yang tadi kok.." Agra mendengar penuturan bik Marnia langsung mengambil permen yang pastinya bentuknya akan berbeda diantara permen yang ada di toples itu.
Agra lalu membuka bungkusan yang sekarang kertasnya sudah berbeda dengan sebelumnya, tertulis di kertas itu balasan dengan kata " aku tunggu yaaa... " Karena sebelumnya Agra sendiri menulis " nanti pulang bareng ya.."
Saat keluar dari kelas Agra kembali terlihat gugup, karena dia akan bertemu dengan Tania dan berkenalan dengannya, melangkah pelan dengan langkah yang terasa berat. Sesaat kemudian dirinya berusaha melawan rasa gugupnya.
Dibelakangnya ada Yadi yang mengikuti langkahnya, bagaimana pun dia harus menemani teman kecilnya itu, supaya janji untuk berkenalan hari ini tidak gagal, sepintas dia melihat Agra yang terlihat gugup, Yadi pun mempercepat langkah supaya sejajar dengannya.
" Sudahlah, santai saja Gra. Aku yakin kamu bisa menguasai rasa gugup. " Ucap Yadi, setelah mensejajarkan langkahnya dengan Agra, tangan terlihat merangkul disatu pundak Agra.
Agra hanya menoleh sepintas kearah Yadi, seperti ini terus diberi dukungan supaya rasa gugupnya pergi, tidak ada pilihan, kecuali hari ini memang harus berkenalan dengan Tania, dimana memang sudah berjanji saat sepulang sekolah.
Sesampai di koridor laboratorium biologi, dimana tidak jauh dari Agra dan Yadi tengah menghentikan langkahnya, disana terlihat suasana sudah mulai sepi, artinya hampir seluruh siswa sudah pulang kerumahnya masing masing.
Sesampainya di lorong koridor, dimana telah masuk deretan kelas satu, Agra melihat ada 2 anak perempuan sedang berada di dalam kantin, sambil terlihat mereka menikmati makanan ringan, ternyata Tania benar benar menunggunya, ucapnya dalam hati.
" Sudah lawan rasa gugup kamu, kesempatan tidak akan datang untuk kedua kalinya. " Ujar Yadi sedikit mendorong tubuh Agra supaya maju kedepan.
" Memangnya kamu tidak mau temani Yad? " Tanya Agra seraya membalikan badannya menghadap kebelakang, dimana Yadi berjalan dibelakangnya.
" Tidak, aku tidak mau. " Yadi menolak malas.
" Kenapa ? " Tanya Agra kembali.
" Aku kan tidak mau seperti nyamuk nantinya. "
Terlihat Tania dan temannya sudah mengetahui Agra juga Yadi menuju kearah mereka. Terlihat keduanya tertawa menutupi mulut mereka, mungkin karena kelucuan tingkah Agra yang terlihat gugup, yang sebenarnya juga Tania merasakan hal yang sama.
" Itu kan kamu bisa bareng jalan sama temannya, jadi siapa tahu juga bisa dekat dengan temannya itu, bukannya kamu mendukung hal ini? " Agra mencoba kembali mengajak Yadi untuk bisa menemaninya.
Yadi baru tersadar akan hal itu, semua gara gara ingin supaya Agra bisa berkenalan dengan Tania, dia jadi lupa kalau Tania pasti pulang bersama temannya yang kemarin itu.
Terlihat Tania dan temannya itu saling berbisik, tentunya ada sesuatu yang diucapkan diantara mereka tentang diri Agra, selanjutnya keduanya terlihat tertawa kecil, saat sadar Agra dan Yadi sudah berada dihadapannya.
" Hai... " Tania lalu melambaikan tangan duluan ke arah Agra, seraya tersenyum ketika Agra dan Yadi mendekati mereka. Senyum yang sangat manis, yang terlihat oleh Agra, dia pun membalas sapaan dari Tania seraya membalas senyumannya.
Walau saat ini yang dirasakan Agra ingin sekali menghilang dihadapan Tania. Hanya saja itu tidak mungkin, semua sudah didepan matanya, malu gugup menjadi dominan dihatinya sekarang.
Terlihat Tania pun menunduk tersipu, tidak lama kembali melihat ke arah Agra yang semakin mendekat, disusul Yadi dibelakangnya.
Temannya terlihat menyenggol tangannya Tania, supaya Tania langsung mendekati Agra seraya sedikit menggoda Tania, karena terlihat Tania pun seperti gugup dan salah tingkah.
Saat Tania sudah berada dihadapannya, Agra mengulurkan tangan terlebih dahulu dan pada saat itu Agra sudah mampu mengendalikan rasa gugupnya
Sebenarnya Agra sudah mengetahui namanya, dirasa belum sah saja kalau belum berkenalan secara langsung dan mungkin juga Tania belum mengetahui namanya.
" Agra. " Agra menyebut nama seraya mengulurkan tangan. Tania pun membalas uluran tangan Agra
" Tania. " balas menyebut namanya, lalu Tania menunduk kembali, semua terlihat salah tingkah baik Agra maupun Tania, walau begitu akhirnya keduanya berjabatan tangan, saat itu juga Agra merasakan kalau tangan Tania begitu halus dan lembut.
Melihat adegan tersebut beberapa siswa yang masih berada di lingkungan sekolah, yang menyaksikan mereka berkenalan, ada yang berteriak menggoda mereka, ada yang bersiul ke arah mereka, ada juga yang terlihat biasa saja melihat mereka, dan pasti mereka semakin dibuat salah tingkah dengan reaksi disekitar mereka.
Mata mereka terkadang tak sengaja beradu pandang dan mereka saling menunduk kepala kembali. Baru kali ini Agra disituasi seperti ini, ditonton beberapa siswa yang masih ada dilingkungan sekolah.
" Ya sudah, eee... kita mau tetap disini atau langsung pulang? " Tanya Agra mencoba memecah kegugupan yang ada, dengan memulai percakapan kembali.
" Bagaimana kalau kita sambil jalan pulang? " ujar Tania. Matanya sekilas terlihat mencuri pandang kewajah Agra.
" Beneran? Kamu capek nggak kalau jalan kaki? " Agra bertanya dengan memastikan ekspresi dari wajah Tania, kini Agra sudah mulai menguasai perasaan gugupnya.
" Kan kemarin saat kamu panggil namaku, bukan itu lagu jalan ya? " Tania menjawab dengan santai, ekspresi manis yang terlihat oleh Agra saat itu diwajah Tania.
Agra pun mengangguk pelan seraya berjalan yang diikuti oleh Tania, Yadi dan temannya Tania. Mereka berjalan berpasangan. Lalu kemudian Terdengar oleh Agra juga Tania, Yadi mulai berbicara dengan temannya Tania itu.
" Kenalkan aku Yadi, kamu? " Yadi terlihat juga tidak mau kalah untuk berkenalan dengan temannya, dan mencoba memberikan tangan untuk saling berjabatan, dari pada keduanya menonton orang yang lagi kasmaran.
" Aku Siska. " dan Siska pun membalas jabatan tangan Yadi, diwajah mereka tidak tersirat saling menyukai. Semua seperti wajar dan biasa saja.
Disepanjang jalan tak banyak obrolan diantara mereka. Lebih memilih banyak diam, lebih terkesan kaku, namun mereka tak jarang ketika saling bertemu pandang, saling melempar senyum. Senyum yang manis yang saat itu Agra lihat disepanjang mereka berjalan.
Berjalan berdua beriringan ditempat yang rindang dan teduh, dibelakang juga ada Yadi dan siska yang juga terlihat kaku, sama juga tak banyak yang mereka bicarakan.
Namun pada saat memasuki area dimana ada jembatan kayu. Kayu itu hanya dua bilah yang disambungkan dengan kayu lainnya seperti tangga yang terbuat dari bambu, jembatan itu tidak lurus melainkan sedikit miring menandakan tinggi posisi antara ujung kayu dan ujung kayu lainnya itu berbeda.
Jadi terlihat menanjak dan cukup meninggi kalau dari arah pulang, dan menurun dari arah sebaliknya, ditambah lagi kanan kiri sama sekali tidak ada pegangan, jadi lumayan sedikit sport jantung kalau yang tidak biasa lewat.
Tiba tiba Tania yang berada di belakang Agra tersandung kakinya oleh akar yang sedikit keluar dari tanah. Alhasil Agra yang berada di depannya tertubruk oleh Tania. Dengan reflek dan sigap Arga berusaha menyeimbangkan tubuh supaya keduanya tidak terjatuh bersamaan.
Karena berhasil menyeimbangkan tubuhnya, Arga sedikit membalikan badan, Dan seketika tanpa sengaja tangan keduanya berpegangan erat, karena tubuh Tania masih condong keposisi tubuh Arga.
Sejenak mereka saling beradu pandang tak berselang lama yang akhir mereka sadar dan memposisikan badan agar sedikit berjauhan.
" Kamu tidak apa apa? " Tanya Agra.
" Aku ngga apa apa kok. " jawab Tania seraya tersenyum dan terlihat salah tingkah.
Dibelakang ada Yadi dan Siska yang tengah melihat adegan Antara Arga dan Tania, kedua nya pura pura tidak melihat saat adegan yang terjadi barusan antara Agra dan Tania, seolah tidak ingin membuat rusak suasana mereka.
" Tenang... kita nggak lihat kok adegan barusan.... " Ujar Siska dengan jari menbentuk seperti huruf v antara jari telunjuk dan jari manis.
Bisa dibayangkan seperti apa yang dirasakan oleh Agra yang tidak pernah memegang tangan seorang gadis, juga yang memang dari awal sudah merasakan gugup saat melihat Tania dan sekarang harus ada adegan yang tidak terduga seperti tadi.
Tapi Agra sendiri kembali sadar memposisikan bahwa dia adalah seorang anak laki laki, walau sebutannya masih anak-anak, dia pun lalu mengulurkan tangannya membantu tania untuk melewati jembatan kayu itu, kemudian tangan halus dan lembut Tania pun menyambut tangan Agra yang hendak membantunya naik dengan selamat.
Dengan posisi Agra didepan Tania dan berjalan mundur di Titian jembatan kayu, Arga ingin melihat Tania berjalan mulus sampai naik keatas tanpa terjatuh. Dengan tangan mereka yang masih saling berpegangan. Itulah sisi lain dari yang minderan, sebenarnya punya sifat romantis, perhatian dan kadang rela berkorban.
" Makasih ya... " Ucap Tania, tapi dia tidak berani menatap wajah Agra sedikit memalingkan ke sisi lain, dengan posisi seperti Tania makin terlihat cantik.
Setelah berhasil melewati jembatan kayu dimana keduanya sekarang sudah berada diatas, disisi jalan raya yang percis didepannya ada telepon umum koin. Terlihat juga ada Yadi dan siska yang sekarang berada diposisi yang sama.
Mereka pun lalu melanjutkan perjalanan, berjalan pelan seolah enggan cepat sampai tujuan rumah masing-masing. Karena baik Tania juga Arga masih ingin berlama lama berjalan menyusuri sisian jalan raya.
" Rumah kamu diperumahan itu ya? Diblok berapa ? " Tanya Agra mencoba membuyarkan kebisuan diantara mereka.
" Iya aku diperumahan itu, rumah ku adanya di gang ke tiga dari pintu masuk perumahan sebelah kanan. " Jawab Tania menerangkan.
Sementara itu Arga terdiam, dalam hati nya mengucap kalau sepengetahuan dia blok yang disebutkan Tania tadi rumahnya cukup bagus bertingkat 2, yang berarti Tania kemungkinan anak berada.
" Aku juga banyak teman, tapi banyaknya dibagian dalam perumahan, kalau dari gapura itu kan kekiri, nah kebanyakannya disana.
" Tapi aku sepertinya baru lihat kamu? " Ucap Agra seraya sesekali melihat Tania dari samping.
" Iya SD dibandung, yang memang aku lahir disana nah masuk SMP aku disuruh ayah tinggal disini, dan sekolah disini. Kebetulan disini ada kakak juga karena ayahku memang tugas dibandung dan ada rumah disana. " Tutur Tania menerangkan diakhiri dengan senyuman. Agra hanya terdiam dihatinya memikirkan betapa enaknya hidup jika ada kedua orang tua yang sayang sama anaknya. Hidup bersama dengan penuh kasih sayang, Sedangkan Arga jauh dari hal itu.
Dan tanpa terasa akhirnya mereka berpisah di pertigaan jalan, belok ke kiri ke perumahan dimana Tania tinggal dan lurus ke jalan kerumah Arga masih lumayan jauh dari perumahan itu. Terlihat oleh Agra sesekali Tania melihat kebelakang.
Agra sengaja tidak langsung jalan, memilih tetap berdiri untuk melihat Tania masuk kedalam perumahan. Dan Tania menoleh dia pun menyunggingkan senyum lalu melambaikan tangan kearah Agra, Agra membalas lambaian tangan Tania, tak lama dari itu, dia kemudian memutuskan melanjutkan langkahnya.
" Lupa ya, kalau kamu lagi bareng teman Gra? " Tiba tiba Yadi menampar pelan pundak Arga.
" Oh iya, hehehe, lah kan tadi ada Siska jadi nggak kayak nyamuk." Agra sedikit menunjukan giginya kearah Yadi.
" Tapi, akhirnya aku senang kamu bisa lebih berani sekarang, walau awalnya terlihat gugup... " Ujar Yadi seraya mengiringi langkah Agra.
" Perasaan itu masih adalah sedikit, tapi jujur sepertinya aku mulai menyukainya. " Kata Agra, yang tak lama dari berkata seperti itu, dia menundukan kepalanya.
" Kenapa, jangan bilang lagi merasa minder? " Yadi memperhatikan wajah Agra seksama.
" Pasti adalah, aku harus sadar diri juga. " Agra menoleh kearah Yadi.
" Pelan-pelan pasti bisa kok.. " ujar Yadi yang selalu memberi semangat pada Agra.
Lalu akhirnya mereka pulang kerumah masing masing. Ada perasaan tidak menentu dihati Arga, perasaan senang bercampur dengan rasa minder semua menjadi satu. Tapi karena seperti mulai menyukai Tania, Arga mencoba berusaha mengusir rasa minder itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!