Selesai main catur jam sembilan malam Rudi kembali ke kamar. Ia terduduk di tempat tidur depan cermin gantung menatap bayangannya sendiri. Bayangan laki-laki berkacamata paras tampan dengan kumis dan janggut tercukur. Sorot mata teduh namun menyimpan ketajaman. Meski sedang duduk, tampak betul bahwa postur badannya tinggi. Tidak kurus tidak pula gemuk. Otot-otonya kuat dan tampak ideal. Potongan rambut tercukur rapi. Tapi malam ini rambut Rudi yang tercukur rapi di bagian sisi itu tampak acak-acakan di tengah. Sorot matanya pun beriak melukis nuansa jiwa yang bingung dan sedang berusaha mati-matian meneguhkan diri.
Beberapa hari ke belakang merupakan hari-hari pengambilan keputusan yang melelahkan, dan malam itu ia merasa sudah tiba saat bagi statusnya selama hidup di Tasikmalaya menjadi ganda: mahasiswa sekaligus pekerja. Meski untuk itu ia harus mengorbankan kuliah dengan ambil cuti sementara waktu.
Untuk beberapa saat dipandanginya suasana seisi kamar. Sebuah kalender di sisi lemari bersanding dengan jadwal kuliah. Di bawahnya sebuah meja tak begitu besar. Sebuah lampu baca di atas meja menunduk ke arah setumpuk kertas. Tumpukan kertas itu merupakan kumpulan catatan ringkas ilmu biologi yang Rudi buat sebagai kegemaran di luar tugas resmi.
Dalam suasana senggang Rudi gemar sekali membuat ringkasan atas ilmu-ilmu biologi yang dipelajari. Dalam ringkasan itu ia terkadang merangkai sebuah analogi dan menyisipkan paham dari bidang ilmu lain untuk lebih memperdalam pemahaman akan suatu fenomena biologi yang cukup rumit.
Sebelum akhirnya melepas suntuk dengan bermain catur bersama Jay, Rudi kerap melewati malam-malam sehabis sholat isya dengan membaca berulang-ulang diktat atau buku, kemudian membuat ringkasan, analogi berlapis, bahkan gambar untuk mengurai kerumitan-kerumitan dalam kajian biologi tertentu.
Terkadang ia berlama-lama hanya melakukan perenungan, atau hanya memecahkan ambiguitas sebuah kalimat dalam buku teks lalu menuliskan kesimpulan jika persoalan sudah terpecahkan.
Kebiasaan itu membuat ia semakin memahami akan ilmu-ilmu biologi di bangku kuliah. Dan yang terpenting semua itu ia lakukan atas dasar kecintaan mendalam Rudi akan bidang ilmu tersebut. Tak heran jika Rudi pun telah beberapa kali mendapat IP nyaris sempurna, hingga mendapat pujian dan ucapan selamat dari kawan-kawan seangkatan.
Di sudut kamar ada sebuah rak buku setinggi pintu, berisi koleksi buku-buku biologi. Rak bekas berharga murah itu diisi buku-buku bekas dari toko buku bekas yang juga berharga murah. Walaupun bekas dan memiliki kondisi yang tidak terlalu bagus namun Rudi beruntung sebab ia kerap menemukan buku-buku biologi langka dengan isi yang jauh lebih komprehensif dibandingkan koleksi-koleksi perpustakaan universitas sekalipun.
Buku-buku biologi itu diberi sampul plastik tebal dan disusun rapi serta dikelompokkan berdasarkan cabang biologi tertentu. Genetika, virologi, mikrobiologi, biokimia, anatomi, fisiologi, taksonomi, biologi umum dan lainnya. Ukurannya ada yang kecil ada yang besar, ada yang tipis, tebal dan ada pula yang sangat tebal. Ada juga yang berupa majalah, jurnal bahkan hanya kumpulan artikel.
Kumpulan artikel itu macam-macam pengarangnya. Sebagian besar karangan ahli biologi sisanya karangan Rudi sendiri. Selain menulis ringkasan Rudi gemar menulis artikel bertema biologi. Di samping membaca Rudi sangat suka menulis.
Hampir setiap malam buku-buku maupun lembar-lembar jurnal dan artikel yang tersusun dalam rak itu dibaca Rudi. Tidak pernah terlewatkan oleh Rudi satu hari pun tanpa menelaah satu atau dua halaman dari literatur-literatur itu. Kemudian apa yang terbaca kerap kali menjadi inspirasi baginya untuk menyusun tulisan.
Begitulah yang dilakukan Rudi hampir setiap malam. Buku-buku, jurnal-jurnal, menulis ringkasan dan artikel, sudah seperti separuh dari kehidupan Rudi. Ia sangat mencintai kegiatan itu sebagai bukti kecintaannya kepada ilmu-ilmu biologi.
Kecintaan Rudi kepada ilmu biologi sudah muncul saat masih SD. Tetapi kecintaan itu tidak terlahir di sekolah, atau ketika ia membuka-buka halaman buku di perpustakaan. Kecintaannya kepada ilmu biologi justru terlahir di pesantren. Kecintaan yang berangsur tumbuh ketika ia mengaji ke Kiyai Abdussalam bersama puluhan santri lain.
Kiyai Abdussalam adalah pimpinan sebuah pondok pesantren di kampung Rudi. Setiap malam Kamis Kiyai Abdussalam mengajar tauhid. Kiyai Abdussalam memiliki cara cukup konsisten dalam membina tauhid santri-santrinya. Dalam pengajarannya beliau senantiasa mengajak berpikir dan merenungkan ciptaan Tuhan. Ia mengajak santri-santrinya memperhatikan alam raya bahkan diri sendiri sebagai manusia yang dilengkapi panca indera serta keajaiban dalam tubuh manusia itu sendiri. Beliau berpatokan pada suatu kaidah makrifat yang berbunyi : Siapa yang mengenal dirinya maka sungguh akan mengenal Tuhannya.
Selain memperhatikan kejadian diri. Beliau juga kerap mengajak santri-santrinya memperhatikan tumbuhan dan hewan-hewan sambil memikirkan betapa mengagumkan dan hebat ciptaan Tuhan itu.
Berawal dari belajar tauhid di pesantren Rudi pun sangat menggandrungi ilmu biologi karena menurutnya ilmu biologi adalah salah satu ilmu yang sangat efektif dalam mengenal diri sendiri dan alam sekitar untuk kemudian mengenal Tuhan. Maka sebagai puncak bukti kecintaannya terhadap ilmu biologi, setelah lulus SMA ia melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi mengambil kuliah di Jurusan Pendidikan Biologi.
Rudi mengambil ponsel dan terhempas ke tempat tidur seraya menatap langit-langit. Mengingat itu semua perasaan berat kembali melanda. Kini ia dihadapkan pada keputusan cuti kuliah untuk menerima tawaran kerja dari Jaelani.
Mulai menjalani hari-hari bekerja sebagai sopir angkot tak pernah terbayangkan sedetik pun dalam hidupnya selama ini. Dan yang terpenting, menjadi sopir angkot dari pagi hingga sore bahkan malam jelas akan menghentikan kegiatan kuliahnya.
Tapi malam itu mau tidak mau kesempatan itu harus Rudi ambil, dengan pertama-tama memohon izin kepada ibunya di kampung lewat telepon.
Ada perasaan ragu saat ia hendak menelepon ibunya, tetapi manakala mengingat wasiat sang ayah, bahwa selain kuliah ia harus menjaga ibu dan adik-adiknya ia pun memberanikan diri.
Rudi menatap layar ponsel. Setelah menemukan nomor kontak yang dituju, Rudi segera melakukan panggilan, dan :
“Halo Bu, assalamu’alaikum!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
🧭 Wong Deso
betul banget
2024-08-18
1
Harry
Thor, aku butuh fix dari obat ketagihan ceritamu! 🤤
2024-07-22
1