"Sampai jumpa, Kak." lirih Sefty dengan linangan air mata yang memenuhi kelopak matanya saat melihat punggung Xavier perlahan menjauh. "Kata orang hubungan pertama itu begitu memabukkan, tapi kenapa hubunganku kandas sebelum berjalan. Kenapa takdir setidak adil ini padaku, Tuhan?"
Di luar cafe, Xavier duduk diam di dalam mobilnya dengan melihat ke dalam restoran yang hanya dilapisi kaca transparan itu. Dari dalam mobil, Xavier dapat melihat Sefty yang tengah menangis di dalam sana. Xavier tahu, Sefty pasti telah menaruh rasa padanya. Tapi, bagaimanapun Xavier tetap harus melakukan ini demi bersama dengan Sabila, wanita yang ia cintai. Lagipula, kalaupun Xavier melanjutkan perjodohan ini, maka Sefty tetap akan tersakiti karena tidak mendapatkan cinta darinya.
"Maafkan aku, Sef. Semoga kau bisa bertemu seseorang yang bisa mencintaimu lebih dari apapun." Setelah mengatakan itu, Xavier langsung menjalankan kendaraannya pergi dari sana.
Sefty mengambil tissue dan menghapus jejak air mata di pipinya. Setelah merasa lebih baik, Sefty berniat untuk pulang. Namun, barusaja berbalik hendak keluar dari cafe, Sefty langsung terkejut saat dirinya menabrak seseorang dan membuat minuman yang orang itu bawa tumpah mengenai baju temannya.
"Apa yang kau lakukan, Dev!" pekik laki-laki yang terkena tumpahan itu.
"Maaf, Tuan. Saya tidak sengaja menabrak wanita ini dan minuman anda menjadi tumpah."
"Sial! Ayo kita pergi." Kedua laki-laki itu langsung berbalik pergi tanpa mengucap maaf sedikitpun, membuat Sefty mengepalkan kedua tangan ke udara karena meras kesal.
"Dasar tidak tahu sopan santun!" maki Sefty pelan dan ikut keluar dari restoran dengn kesal.
*
Sefty tiba di rumah saat hari sudah menjelang sore. Begitu masuk, ia melihat keberadaan Kakak laki-lakinya yang tengah duduk di ruang tamu bersama istrinya.
"Tumben Kakak ke sini?" tanya Sefty. Sebab, Kakak dan iparnya ini tinggal di kota terpisah dari mereka dan mendirikan sebuah pondok pesantren di sana. Dan lagi, keduanya sangat jarang sekali mengunjungi kedua orang tuanya karena kesibukan masing-masing.
"Salaman dulu," peringat Agam sembari mengulurkan tangannya.
"Iya, maaf." Sefty langsung mencium punggung tangan kakaknya dan iparnya.
"Tidak biasanya kakak ke sini, ada apa?" tanya Sefty penasaran.
"Kakakmu sedang rindu masakan Mama, maka dari itu kami ke sini." jawab Amira, istri Agam.
Sefty melirik ke arah wanita berhijab syar'i yang tak lain adalah iparnya itu. Sefty lantas beralih duduk di samping kakak iparnya dengan pandangan mata yang sedikit menyipit. Hal itu membuat Agam dan Amira jadi saling pandang karenanya.
"Sef, ada apa? Kenapa melihat kakak iparmu begitu?" tanya Agam.
"Kakak telat datang bulan ya bulan ini?" tanya Sefty pada kakak iparnya.
"Ha? Ma-maksudnya?" tanya Amira tak mengerti.
"Hais! Kak Agam itu jarang sekali merindukan masakan Mama, dan sekarang dia tiba-tiba rindu. Aku curiga kalau sebenarnya itu bukan keinginannya, tapi keinginan bayi kalian." tuduh Sefty.
"Dasar penulis abal-abal." ejek Agam. "Kau pasti membaca itu di internet 'kan?" tanya Agam lagi.
"Iya. Tapi katanya memang begitu, terkadang ngidam itu tidak hanya dirasakan oleh perempuan, tapi juga laki-laki, dan sekarang Kakak bertingkah sangat aneh, aku yakin kalau Kakak itu sebenarnya sedang mengalami Couvade syndrome karena kehamilan Kak Amira."
Agam menoyor kepala adiknya dengan menggelengkan kepala. "Anak kecil jangan sok tahu! Kalau cari info itu yang benar. Sudah sana masuk kamar."
"Ish Kakak aku serius." ucap Sefty tak mau kalah.
"Dengarkan baik-baik, Kakak Iparmu sedang datang bulan saat ini, itu artinya dia tidak sedang hamil. Kakak hanya sedang rindu masakan Mama saja, oke. Jadi jangan mengada-ada." terang Agam.
"Oh, begitu? Kenapa tidak bilang dari tadi? Mengganggu waktuku saja." Sefty mengambil tasnya dan langsung pergi menuju kamar.
"Huh! Kenapa adik-adikku tidak ada yang beres, Tuhan?" ucap Agam memelas. Karena kedua adik perempuannya benar-benar membuatnya selalu pusing tujuh keliling.
Story of Agam and Amira
👇
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments