Masih dengan senyum miring nya, Lidya menutupi tawanya dengan sebelah tangannya.
Willie mengerut heran, kenapa dengan anak ini?
Dia tersentak ketika menyadari anak di depannya sedang menertawakan dirinya. Dengan cepat dia meneliti tubuhnya sendiri mencari tahu apakah ada yang salah dari tubuh nya.
Tak menemukan hal yang aneh, Willie menggeram "Apa yang sebenarnya kau tertawakan?!"
"Pftt Tidak, aku hanya sedikit terhibur melihat perutmu yang terlihat akan tumpah dibalik bajumu."
Reflek, Willie melihat perutnya, walaupun benar apa yang dikatakan gadis didepannya, tetapi tetap saja ia tidak terima bila perutnya dihina. Willie menggeram marah dengan menunjuk Lidya
"Kau!! Berani-beraninya kau menghinaku dasar jalang kecil tidak berguna! Aku adalah ketua koki disini, dan aku adalah orang yang dipercaya Duke untuk memasak dan menyajikan makanannya setiap hari. Bahkan kunci dapur telah dipercayakan Duke kepadaku,"
"Dan kau yang hanya makhluk rendahan berani-beraninya menghinaku!" Lanjutnya marah.
Parahnya adalah ucapannya yang menggebu-gebu itu membuat Lidya merasakan cipratan liur mengenai wajahnya.
'Sial, ini air liur! Kuharap setelah ini aku tidak rabies.'
Lidya meminta sesuatu pada Oliver. Oliver yang melihatnya tersentak kebingungan. Namun dengan cepat ia menyadari wajah nonanya basah yang membuatnya mengeluarkan sapu tangan miliknya.
Cukup kagum dengan ketanggapan pelayannya, Lidya menerimanya. Kemudian mengusap wajah nya yang terkena air terkutuk itu dengan jijik.
"Dia benar-benar anak yang tidak tahu malu!"
"Dia sudah sangat beruntung karena diangkat tuan Duke sebagai putrinya."
"Namun baru diperhatikan sedikit oleh asisten duke, anak ini sudah semena-mena."
"Benar, apakah dia sangat bangga dengan hal itu sampai-sampai berani merendahkan ketua koki kepercayaan tuan Duke? Benar-benar deh. Dia pasti sedang merasa diatas langit sekarang."
Bisik-bisik mulai terdengar di indranya. Lidya mengedarkan matanya guna melihat siapa saja yang menyudutkannya kali ini. Dan yah... Seperti yang terduga, tidak ada yang menatapnya baik disini, bahkan Oliver.
Apakah dia mengira bahwa aku bodoh?
Lihatlah pelayannya yang diam-diam tersenyum. Biar ku beri tahu, itu sangat menjijikan.
Oliver memang diam-diam tersenyum meremehkan nonanya. Dia senang melihat nonanya kembali disudutkan sama seperti dulu. Namun pikirannya salah. Bukannya menunduk dan menangis, Oliver justru melihat Nonanya terlihat santai seolah ini bukan apa-apa. Dan apa itu!? Nonanya tiba-tiba menatapnya dengan senyuman!
Oliver tersentak kemudian menunduk gemetar.
'Senyuman macam apa itu?! Kenapa aku seperti pernah melihat senyuman itu? Dan perasaan ini terasa tidak asing. Seolah.. aku akan mati sebentar lagi.'
Oliver menelan ludahnya gugup. Dengan ragu dia mengangkat wajahnya guna melihat wajah nonanya. Namun kenapa yang dilihatnya kini berbeda?! Nonanya hanya menatapnya dengan pandangan datar yang biasa ia lihat akhir-akhir ini. Atau jangan-jangan dia salah lihat?
Lidya tak mengambil pusing tatapan heran pelayannya itu. Dia tersenyum dalam hati. Meskipun dimata orang lain dirinya seperti disudutkan, namun beda dengan apa yang mereka pikirkan, Lidya sama sekali tak merasa seperti itu. Mungkin karena terbiasa mendengar ocehan tetangga apartemen nya? Mungkin juga karena misinya yang terkadang membuatnya harus berinteraksi dengan banyak orang. Atau karena pengalaman buruknya disekolah yang mana ia yang dibenci satu sekolah karena suatu alasan justru malah membuatnya terbiasa diposisi ini?
Yang mana pun itu, entah kenapa membuat nya bersemangat.
Bukankah zaman yang ia tempati sekarang sangat lumrah para bangsawan atau pelayan saling merendahkan satu sama lain, entah itu beradu argumen ataupun dalam wujud pamer. Yang biasa orang Indo sebut dengan kata-kata adu bacot ataupun ngebacot. Lidya sudah biasa menghadapi hal ini, bahkan dulu lawannya adalah ibu-ibu sosialita yang terkenal dengan nyinyiran pedasnya.
Apalagi kalau ibu-ibu itu sedang mengomentari sesuatu yang menurut mereka sangat tidak pantas dilakukan. Dia sudah biasa ikut dalam percekcokan ibu-ibu yang mengatakan bahwa ia seperti laki-laki, tidak mempunyai sopan santun lah, tidak bertingkah seperti seorang perempuan lah, tidak mempunyai teman lah dan bla bla bla.
Jadi harusnya menghadapi hal seperti ini bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan.
Pandangannya kembali mengedar, ia bahkan sama sekali tidak peduli dengan kata-kata sindiran yang terlempar dari koki maupun pelayan yang mengintip. Benar-benar tidak digubris! Baginya makanan saat ini sangat penting. Rasanya ia akan mati bila satu bulan lagi tidak makan.
Hey ayolah~ Tiga hari tidak makan sudah biasa baginya karena itu satu bulan tidak makan baru bisa membuatnya mati. Namun selagi ada makanan didepan mata, kan sayang kalau tidak dimanfaatkan.
Adu bacot juga butuh energi boss!!
Merasa diabaikan, William lantas mendorong bahu Lidya dengan kasar. Lidya yang dasarnya mempunyai reflek kilat tentu menghindar. Namun ia baru saja terpikir akan satu hal, bocah seusianya yang bahkan sama sekali tidak pernah dilatih, bagaimana mungkin mempunyai reflek kilat? Dalam hati Ia berdecak. Sial sekali bila harus berpura-pura.
Namun begitulah seharusnya. Kali ini rencananya ia akan mencoba menjadi putri bangsawan dengan banyak kelebihan. Dan ia akan menunjukan kelebihannya sedikit demi sedikit.
Perlahan demi perlahan lalu BOOM!! Agar lebih dramatis nantinya. Dan semua orang tidak akan heran dengan perubahannya, beda cerita jika ia berubah secara mendadak.
Dari segi sikap, sifat, kebiasaan, dan bahkan kelebihan. Pasti seluruh kerajaan-- Tidak! Seluruh dunia akan mendengar perubahan drastis nya. Dan itu akan menjadi merepotkan untuknya.
Diantara keuntungan yang didapat, kerugiannya jauh lebih besar.
Dan Lidya mana mau melakukan itu!
Dan perubahannya dimulai dari sikap. Kalian tentu tau perbedaannya dengan pemilik tubuh asli ini bukan? Apa perlu dijelaskan? Kalau begitu nanti, setelah ia menyelesaikan masalah kali ini.
William terkejut dengan cara anak ini menghindar, seolah dia sudah biasa. Namun William mencoba mengenyahkan pikirannya.
'Pasti hanya kebetulan' Batinnya
Lantas William kembali maju mencoba menampar anak didepannya
'Jika memang anak ini mempunyai reflek bagus, dia pasti akan menghindar.' Namun..
PLAKK
Jangankan William, Semua pelayan saja tekejut dengan tindakannya. Dia tidak menyangka bahwa tamparannya akan kena, jadi William mengerahkan seluruh tenaganya dan...
Wajahnya memucat 'Apakah duke akan menghukumku?' William menggeleng.
"Selama ini jalang kecil ini tidak pernah dipedulikan, jadi buat apa khawatir. Bahkan dia sama sekali tidak pernah mengadu." Ucapnya menenangkan diri
'Benar, buat apa aku khawatir?'
Lidya menatap kesal willie didepannya. Meskipun ia terbiasa ditembak, dipukul, dan dikeroyok masal karena dikira mencuri selama dalam misi penyamarannya, namun tetap saja tubuhnya saat ini bebeda dari saat itu. Bahkan terkena angin pun tubuh ini akan melayang. Jadi tentu saja tamparan tadi cukup sakit dan akan meninggalkan bekas merah dipipi nya yang seputih susu.
Sialan!
Lidya tegak dengan pandangan lurus menatap tajam William.
"Woww, wow, wow, makin dibiarin makin ngelunjak." Ucap Lidya bernada.
Dia maju selangkah demi selangkah yang mana membuat suasana diruangan itu menjadi sunyi. Ditambah suara sepatunya yang menggema membuat suasana semakin mencekam.
Tidak ada yang berani berbicara entah karena apa. Mungkin terkejut karena tamparan sebelumnya atau justru karena takut dengan aura yang dikeluarkan anak didepan mereka. Bahkan tanpa William sadari, langkahnya ikut memundur seiring dengan majunya Lidya.
Tak
Tak
Tak
Tepat ketika Willie berhenti, Lidya tak tinggal diam.
PLAKKK
PLAKKK
Semua melongo seolah tak menyangka apa yang baru saja dilakukan Lidya. Dua tamparan berturut-turut dilakukannya tanpa ragu. Dan lihat wajah tanpa dosa sang pelaku yang terlihat tak bersalah!
Lidya menunduk memperhatikan tangannya selepas menampar.
'Sial! Kekuatan macam apa ini, bagaimana bisa selemah ini?! Jika menggunakan tubuhku yang lama, mungkin nyawanya sudah melayang terkena 2 pukulanku berturut-turut.'
Aku harus melatih tubuh ini untuk memudahkan rencana ku.
Lidya lalu menatap remeh William yang masih terdiam.
"Itu balasan karena telah menodai pipi indahku."
Lidya maju selangkah "bahkan ini belum termasuk hukuman (menyerang majikan) yang barusan kau lakukan."
Dia menatap William dengan pandangan menilai. Willie yang tadinya menggeram marah ketika ditatap begitu justru terdiam. Entah kenapa aura anak ini berbeda dari beberapa menit yang lalu.
Dia merasa...
Ia akan mati bila mengeluarkan suara.
"Kau.." tunjuk Lidya pada William "..Sudah merasa hebat dengan pengkatmu saat ini?" William tidak menjawab. Diam-diam dia menelan ludahnya takut.
Lidya terkekeh pelan "Baru menjadi ketua koki, sudah merasa paling tinggi?" Ujar Lidya dengan pandangan mencemoh.
"Merasa dipercaya sedikit oleh Duke, kau jadi semena-mena ya."
Lidya memiringkan kepalanya dengan sudut bibir yang terangkat.
Gleg
Anak didepannya....
Mengerikan.
"Menurutmu, antara kau dan aku siapa yang akan diselamatkan bila kediaman ini diserang? Apakah kau?"
Lidya tertawa kencang
"Kau yakin?"
William mengeraskan rahangnya.
"Dengar ya, kau yang baru menjadi ketua koki saja sudah merasa sebangga itu, bagaimana bila menjadi kesatria pribadi Duke? Kau akan mengadakan pesta..?"
"Oh tidak... bukan sekedar pesta, tapi mungkin pesta terbesar diseluruh kerajaan. Itupun bila terwujud."
HAHAHAHAHA
Para pelayan mulai menertawakannya. William menggeram kesal dengan tangan terkepal mendengan penghinaan anak didepannya.
"Tapi akan kucoba mendoakan mu agar impiamu tercapai. Namun maaf ya bila hanya dalam mimpi. Soalnya terlalu tinggi." Sarkasnya dengan tawa remeh. Para pelayan semakin menertawakannya.
"Tapi saranku sebelum kau bermimpi, ada baiknya bila kau memperhatikan penampilan mu terlebih dahulu."
"Duke tidak akan sudi mempunyai pekerja dengan kebersihan minus sepertimu, dan kau berharap menjadi asisten yang selalu ada di sampingnya dengan penampilan mu? Betapa kasihannya dirimu. Bahkan duke akan memecatmu saat tau kau membuat makanannya setiap hari dengan penampilan seperti itu." Lidya semakin mendekat.
"Aku tau kau adalah koki, bahkan ketua koki. Tapi akan lebih baik bila yang kau makan adalah makanan yang banyak mengandung vitamin dan nutrisi, tidak hanya lemak. Agar kau tidak hanya berisi namun juga berotak. Bukankah, kau akan malu saat anak di depanmu berhasil mengalahkanmu lagi dengan kata-katanya?"
Seakan tak menyangka, William masih diam mungkin sedang mencerna setiap perkataan anak didepannya. Tak melewatkan kesempatan yang ada, Lidya semakin gencar meruntuhkan harga diri pria didepannya.
Lidya memasang pose berpikir "Lalu, jika ada seseorang yang membenci Duke dan ingin melenyapkannya menggunakan racun makanan. Kira-kira siapakah yang pertama kali disalahkan atas kejadian itu? Siapakah yang akan langsung dihukum mati? Tentu saja kau bukan."
"Jadi biar kuingatkan, meski disini kau telah menjadi seorang kepala koki. Bukan berarti dimata Duke kau seberharga itu, karena Duke hanya percaya padamu atas dapurnya saja. Selebihnya? Dia tidak peduli asalkan semua yang ada dikediamannya berjalan dengan baik dan tidak akan menyusahkannya."
"Bukankah lebih baik kau cepat-cepat sadar? Aku sedikit prihatin dengan sifat terlalu percaya diri mu itu." Ujar Lidya dengan senyum remehnya dan jangan lupakan tatapan menghinanya. Benar-benar berhasil menjatuhkan mental dan ego pria didepannya.
Sudah cukup, William sudah tidak tahan lagi. Ini adalah pertama kalinya dirinya dihina serendah ini, apalagi pelakunya adalah nona yang selama ini ia hina dan dibiarkan tidak makan seharian. Hancur sudah harga diri yang telah ia bangun susah payah.
Dengan cepat William mengangkat tangannya berniat menampar, namun...
"Hukuman apa yang biasanya diberikan raja pada pelayan yang melukai majikannya?" Tanya Lidya pada Oliver. Oliver yang kembali ditanya tiba-tiba pun lantas menjawab "H-hukuman mati dan pengasingan terhadap ke--keluarganya, n--nona." Oliver menunduk, dan ketika ia mengangkat wajahnya, terlihat wajah Lidya yang tersenyum mengerikan ke arahnya.
Tubuhnya tiba-tiba gemetaran. Apakah ini sebuah peringatan? Astaga.. ini terlalu mengerikan.
William kemudian meneguk ludahnya kasar. Baiklah, sepertinya nona didepannya benar-benar berubah. Ia tidak boleh sembarang lagi dengan nonanya. Bisa-bisa habis ia kalau sampai nonanya ini berani mengadukan perlakuan nya selama ini kepada Duke.
Melihat semuanya hanya diam dan William yang saat ini terlihat berhasil dijinakkan, Lidya tersenyum puas.
"Dengar!! Aku Gricella Laverna de Velvord memerintahkan kalian untuk segera membuatkanku makanan. Bila sampai 30 menit makanan tersebut belum sampai kekamarku, maka akan ku pastikan nasib kalian bahkan akan jauh lebih memalukan dari orang didepanku ini."
Lidya melirik William didepannya yang kini semakin menunduk. Jangan lupakan tangan gemuknya yang juga terlihat mengepal.
Lidya tersenyum remeh 'Sudah mengaku kalah eh?'
Ia tidak akan langsung menghukum mereka semua satu-persatu, tetapi Lidya akan membuat mereka merasakan ganjarannya dengan perlahan. Akan ia buat rasanya tersiksa sedikit demi sedikit melalui perkataannya. Membuat mereka jatuh dengan sendirinya lalu menghabisinya dengan perlahan. Terdengar menyenangkan bukan?
"Apa yang kalian tunggu, kalian pikir enak!menahan lapar berhari-hari..!?"
Dengan tergesa-gesa para koki mulai menyiapkan makanannya.
"Dan kalian yang masih mengintip, apa pekerjaan kalian sudah selesai? Perlu kutambah?" Tidak hanya para koki yang ketakutan, para pelayan pun merasa demikian.
Lidya berjalan membuka pintu yang cukup terbuka. Dan terlihatlah puluhan pelayan yang berlari tergesa-gesa menghindarinya.
Gila! Rupanya ia menjadi tontonan sebagian pelayan dikediaman ini.
Apa seseru itu?
Lidya balik menatap William "Dan kau kepala koki."
William tersentak "i-iya nona."
"Dari pada hanya diam dan tidak melakukan apa pun, lebih baik kau juga cepat siapkan makanan untukku. Dan jangan lupa Antarkan."
Glup
"B-baik nona."
"Pergilah!!"
Secepat kilat tubuhnya yang besar itu bergerak mencari kegiatan yang bisa ia lakukan. Agar terlihat bekerja didepan bos.
Kemudian pandangan Lidya beralih ke satu-satunya pelayan yang ada disana. Lidya berjalan mendekati pelayan pribadinya.
Menyadari nonanya berjalan kearahnya membuatnya tanpa sadar menutup matanya. Dengan gelisah ia menunggu apa yang akan dilakukan nonanya dengan mata tertutup. Tak merasakan apapun Oliver membuka matanya. Lalu..
"Kau tidak ingin mengikuti nonamu? Lancang."
Oliver tersentak menyadari suara Lidya dibelakang nya dan kini langkahnya terdengar semakin menjauh. Dengan segera ia berbalik kemudian mengikuti nonanya yang sepertinya ingin kembali kekamar.
Semoga tidak ada kejadian tak menyenangkan lagi selanjutnya..
.
.
.
To be Continued_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
JanJi ◡̈⋆ⒽⒶⓅⓅⓎ😊
ceritanya ok seru, harap penjelasan d kurangkn klau ada novel terbaru atau akan dtg, risau ada pembaca yg cepat bosan 1 bab saia hampir penuh dgn penjelasan😅
apa pun tetap semangat Thor, ceritanya ok seru👍👍
2025-01-28
0
Marwiyah Ningsih S
cerita nya terlalu banyak penjelasaan, terlalu banyak bicara, kenapa gak sat..sett..aja ini lambat gerakan,,, jangan sampai cupu lah setelah bertransmigrasi
2024-10-28
1
Atiilysaiff_
Halo 👋 para readers sekalian. Othor mau ngucapin terimakasih buat kalian yg sdh sudi mampir di karya pertama othor di NT ini. 🙇♀️🙇♀️
Jujur othor sangat senang karena ternyata lumayan banyak pembaca yg antusias sama cerita ini. Sangat tidak disangka² sejujurnya.
Oh ya.. jujur,, beberapa eps kedepannya mungkin kalian bakal greget sama karakter MC nya. Bukan karna lemah, tapi karna ngebales nya kelamaan kali ya.. Karena itu, kalo gk mau kesel/kesabaran setipis tisu, othor saranin kalian skip beberapa eps langsung ke eps 13. Disitu awal dari semuanya.. MC bakal ngebales semuanya dari situ, trs juga, duit udh lancar, dan pelayan² udh diganti. Ini cuma saran ya...
trs kalo kalian skip dan nanti alurnya gak tau.. ya itu konsekuensinya.
Harus diakui cerita Othor ini bikin kesel di awal² tpi klo udh baca sampe habis, pasti bakal nagih
Sudah, itu saja... Sekali lagi, terimakasih banyak semua... Othor harap kita bisa ketemu lagi di akhir episode.
See you👋
2024-08-16
14