Hari ini suasana hati Lian lebih baik setelah insiden bersama Mellisa kemaren. Dia mulai mengerti bagaimana harus mengambil sikap kedepannya.
"Ternyata rumit juga kantor ini, tak pikir perusahaan besar gak ada yang model begini karyawannya." Batin Lian sambil meneguk kopi hitam favoritnya.
"Li, udah di email ya." Bu Citra membuyarkan lamunannya.
"Iya Bu, makasih." Lian menggeser posisi duduknya.
"Yeeeeyyy, udah masuk neh gajian kita." Ika dan Dewi bersamaan.
"Sssttttttt, ini bukan pasar, kalian ini!!" Bu Citra protes dan bu Nina menggelengkan kepala melihat kelakuan dua orang temannya di ruangan itu. Sementara Lian hanya tersenyum.
"Lian, jadi ikut kami khan besok?" Bu Nina menanyakan kesediaan Lian ikut teman- temannya ke Ancol sesuai kesepakatan mereka Minggu lalu.
"Ikut bu, tapi mbak Wati gak tahu bisa ikut atau tidak. Dia khan mau nikah jadi banyak yang perlu disiapkan." Lian menjelaskan.
"Oiya, mbak Ika ada tahu kost-kosan dekat kantor? Gak mungkin saya merepotkan mbak Wati terus. Lagian dia mau nikah juga. Itu apartemen khan punya mas Dimas calon suaminya." Lian.
"Di tempatku ada yang kosong Li, kemaren baru keluar saru orang. Kalau mau, nanti lihat saja dulu pas istirahat, tinggal jalan kaki sedikit kalau mau kerja." Dewi mencoba menawarkan.
"Waahh, boleh mbak Dewi. Makasih." Lian tersenyum.
Suasana ruangan Lian memang sedikit lebih rame hari itu karena lian dan 4 orang staff nya membereskan file lama untuk diserahkan di gudang arsip kantor. Sesekali mereka ngobrol seperti barusan soal kos kosan dan berlibur.
"Makan siang dulu deh kayaknya bu-ibu." Lian menghentikan pekerjaannya melihat jam di tangannya.
Beberapa jam kemudian...
Jam pulang kantor pun tiba, Lian janjian dengan Wati di lobby kantor.
"Mbakk, jadi ke mall dulu kah? Lian bertanya.
"Jadi, tapi makan malam dulu yaa, aku lapar. Kamu mau ngomong apa tadi pagi kok kayak nya gelisah gitu?"
"Mhhmmm mbak khan bentar lagi nikah, kalau aku masih ngrepotin mbak mana bisa. Aku kost aja yaaa? Khan dah punya gaji sendiri." Lian setengah memelas memohon kepada Wati. Waktu awal kedatangannya memang Wati melarangnya untuk kost sendiri. Wati sedikit khawatir jika Lian tinggal sendirian apalagi ini Jakarta.
"Sebenernya mas Dimas gak keberatan Li, kamu yakin?" Wati seperti tidak rela jika Lian meninggalkannya.
"Yakin mbak, tadi siang udah liat kosan di belakang kantor sama mbak Dewi. Mumpung ada yang kosong. Lagian tenang aja mbak, aman kok itu khusus cewek. Kalau mau ketemu juga dikantor masih bisa mbak, kayak gak bakal ketemu lagi aja." Lian menjelaskan panjang dan berusaha meyakinkan Wati. Orang yang dianggapnya kakak sekaligus orang tuanya.
"Ya sudah terserah kamu aja, hati-hati lhoo.
Pokoknya jangan percaya sama sembarang orang disini." Wati mengingatkan Lian sambil memarkirkan mobilnya di sebuah mall.
Setelah makan malam di sebuah resto cepat saji. Kedua perempuan itu masuk ke sebuah supermarket besar untuk berbelanja kebutuhan perempuan.
"Mbakk, kok kita pakai yang sama yaa?" Mereka tertawa bersamaan dengan ketika Wati mengambil sabun mandi yang sama dengan Lian. Mereka tidak menyadari padahal sudah tinggal Bersama 1 bulan ini.
"Ehh, iya ya. Hehehe. Hhmm aku kesana dulu yaa Li." Kemudian Lian berjalan ke rak sebelah, sedikit melamun tak sengaja dia menabrak orang di depan nya membuat barang yang dipegang nya jatuh.
"Maaf bu, saya gak sengaja." Lian panik sambil membantu mengambil barang seorang ibu yang ditabraknya.
"Gakpapa kok nak." Ibu itu tersenyum dan sepertinya terpana melihat Lian.
"Duhh ngelamun jadi kayak gini sih." Batin Lian berlalu setelah meminta maaf dan pamit kepada ibu itu untuk mencari dimana Wati.
"Mbak, udah belum?" Lian akhirnya menemukan keberadaan Wati.
"Udah kok, ini mbak barusan ngobrol sama teman mbak itu yang diujung. Dia kerja disini ternyata." Kata Wati sambil menunjuk orang yang dia maksud.
Setelah membayar ke kasir mereka pulang dengan membawa beberapa kantong belanjaan.
☀️ Di kediaman Winata ☀️
Setelah dari supermarket meylin merebahkan tubuhnya di sofa. Iyaa, orang yang ditabrak Lian di mall tadi adalah Meylin, mamanya Chia dan Alvino.
"Mama kenapa gak minta tolong mbak Inayah aja sih, khan repot mah." Alvino mendatangi mamanya yang terlihat letih.
"Mama bosan dirumah. Al, mama tadi ketemu cewek gak cantik sih tapi anaknya kelihatannya baik. Masya Allah auranya beda. Mama agak nyesel kenapa tidak minta nomor handphonenya tadi, eh tapi mama lihat baju kerjanya ada tulisan logo perusahaan om William. Mungkin dia kerja disana." Meylin bercerita kepada anaknya.
"Hati-hati mah, banyak modus orang jaman sekarang. Berwajah alim tapi hati bagaikan setan." Alvino mengingatkan mamanya.
"Hhmm mulai kamu kayak papamu yaa. Jangan berfikir buruk terus sama orang lain. Tidak baik nak." Meylin mencubit gemes pipi Alvino.
"Apaan sih mah, Chia aja yang diginiin." Alvino terkekeh dengan sikap mamanya yang kadang menganggapnya masih bayi. Kemudian mereka tertawa bersama.
☀️ Kembali ke apartemen Wati ☀️
"Mbak, tadi aku gak sengaja nabrak ibu muda. Subhanallah cantikk mbaakk, elegan gitu. Untung orang baik gak marah-marah mbak." Lian bercerita.
"Hhmm, terus kamu kenalan sama anaknya???"
"Ya gak mbak, orangnya sendirian kok. Mbak, mas Dimas jadi kesini gak sih?" Lian bertanya sambil meneguk air es yang diambilnya dari kulkas.
"Kayaknya gak jadi, udah kemalaman. Besok juga mbak mau ikut dia nyekar ke makam papahnya." Wati menjelaskan.
"Berarti gak jadi ikut aku sama anak-anak ke Ancol?" Lian sedikit kecewa tapi memaklumi karena kurang sebulan lagi dua orang itu akan menikah.
"Hehehe, maaf ya. Besok berapa orang yang ikut?"
"Sepuluh orang mbak, ini kayak liburan khusus anak keuangan padahal juga gak seperti itu mbak."
"Banyaak juga, ya sudah mumpung bisa jalan gitu, siapa tahu kamu dapat kenalan cowok ganteng atau pengusaha gitu." Wati terkekeh melihat ekspresi Lian yang lucu.
Banyak yang mereka bicarakan malam itu. Weekend ke 4 Lian berada di ibukota, dia sangat bersyukur karena dimudahkan oleh Allah untuk mendapatkan pekerjaan yang tentunya dengan penghasilan yang layak. Banyak harapan yang ia gantungkan di kota besar ini. Semoga saja Lian bisa mewujudkan keinginannya.
Salah satu hal terbaik dalam hidup seorang anak adalah senyum kedua orang tuanya. Pengorbanan untuk orang tua dalam bentuk apapun tidak akan pernah sia-sia dimata Tuhan.
Karena orang tua adalah tempat dimana seorang anak diterima tanpa syarat. Bagaimanapun keadaannya. Sedih, gembira, kaya ataupun berkekurangan tidak akan merubah ikatan kuat yang terjalin bernama keluarga. KeridhoanTuhan terletak pada orang tua terutama seorang Ibu.
(Lian Az- Zahra Putri)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Ari Martiana
Gajiannnnn
2021-01-17
0
🍡 N A U K O🍡
mulai jelas ceritanya..semangat💪💪😘😘
2020-12-21
2
Ane Suwarni
eh iya benar udah ada visual belum....aku turun tangga dulu dech
2020-12-19
2