Bertemu Kembali

*Di Ruang Direktur

Alana merasa senang bisa kembali ke kota kelahirannya lagi. Alasan utama ia kembali ke tanah air, karena ayah dan ibunya akan pindah ke kota Bogor untuk membangun pabrik baru disana. Dan yang lebih membanggakan lagi, sekarang ia bisa membantu ayahnya di pabrik. Itulah impian Alana sejak kecil, setiap liburan sekolah ia dan kakaknya, Alka, sering diajak ayah dan ibunya berkunjung ke pabrik. Alana senang mengamati para pegawai yang sibuk dengan mesin-mesin tekstil. Hingga ia berkeinginan untuk membantu ayahnya di pabrik yang telah dikelola sejak masih muda. Di saat para gadis ingin sekali menikmati masa mudanya dengan belanja dan bersenang-senang, Alana lebih memilih belajar dan ingin segera lulus kuliah agar bisa membantu mengelola pabrik. Memang ia sudah terbiasa dengan kehidupan di luar negeri yang begitu bebas, tapi ia masih bisa menjaga diri dan membatasi pergaulan dengan teman-temannya disana. Tak lupa kodratnya sebagai wanita, Alana juga pandai merawat kecantikannya meskipun tidak terlalu sering ke salon seperti para gadis pada umumnya. Itupun juga karena Bobby, pria yang 1 tahun ini dipacari Alana, yang selalu meminta ia tampil lebih cantik ketika sedang pergi bersama.

Tiba-tiba ponselnya berdering, terlihat nama “Papaku” di layar ponsel. Alana segera menjawabnya.

“Hallo Pa,” sapa Alana saat mendengar suara ayahnya di seberang sana.

“Hallo Nak, apa semua baik-baik saja disana? Maaf Papa baru bisa menghubungimu karena disini masih banyak pekerjaan yang harus Papa selesaikan,” kata Pak Alex mengkhawatirkan Alana. Karena ini pengalaman pertama bagi Alana mengambil alih tugasnya, biasanya memang Alka, kakak Alana yang menggantikannya saat keluar kota. Tapi kini Alka sedang menemaninya untuk mengurus pembangunan cabang pabrik yang baru.

“Semuanya baik-baik saja Pa. Papa nggak usah khawatir. Aku bisa kok ngurus pabrik yang disini” ujar Alana yang merasakan keraguan ayahnya.

“Baiklah kalau kamu bisa. Papa hanya khawatir aja, ini kan pertama kali bagimu Nak. O iya.. Gimana tadi pertemuan dengan Pak Asep?”

“Tadi yang ke pabrik bukan Pak Asep, Pa..tapi pegawainya,” dengan nada malas Alana menjawab pertanyaan sang ayah yang mengingatkannya pada lelaki yang selalu menabraknya itu.

“Mungkin itu mas Gema, Nak. Minggu lalu Pak Asep datang bersamanya. Gimana tadi kamu sudah tanda tangan kan?”

“Gema. Betul Pa, namanya Gema. Emm, aku belum tanda tangan Pa, karena tadi biayanya terlalu mahal. Jadi aku minta revisi ulang dan besok aku suruh kembali lagi,”

“Itu bukannya sudah harga khusus untuk kita, Nak. Kenapa masih harus revisi ulang?” Pak Alex terkejut mendengar penjelasan putrinya.

“Menurut aku banyak biaya yang di-upkan Pa. Harga paket per orangnya aja udah mahal banget. Masa hanya ke Jogja harus banyak pengeluaran ini dan itu,” kata Alana masih mempertahankan pendapatnya.

“Gak bisa gitu dong Alana. Papa Cuma minta tolong kamu untuk tanda tangan dan bayar dp aja. Bukan untuk merevisi pengajuannya.”

“Udahlah, Papa tenang aja, biar Alana yang mengurus ini. Hitung-hitung penghematan Pa. Nanti uangnya kan bisa dibagi lagi jadi bonus tahunan,” ujar Alana santai.

“Apa kamu gak kasihan? Mereka itu travel yang sedang berkembang, Papa juga sedang berusaha untuk menyenangkan para pegawai Papa.” Pak Alex makin pusing dengan alasan Alana.

“Alana tau itu Pa. Besok Alana kabari lagi ya hasilnya. Alana tutup dulu. Papa hati-hati disana.” Alana mengakhiri teleponnya.

(Bagaimana dengan Pak Asep? Apakah dia akan menyetujui permintaan Alana? gumam Pak Alex sambil menggelengkan kepalanya).

“Ada apa Pa? Alana baik-baik saja kan disana?” tanya Alka yang tadi melihat ayahnya bingung.

“Alana meminta Gema untuk revisi ulang pengajuannya karena menurutnya terlalu mahal, Al. Padahal itu sudah banyak diskon dari Pak Asep untuk kita,” jawab Pak Alex. Alka sejenak berpikir mungkin ada maksud di balik keputusan yang dibuat adiknya.

“Menurutku, Papa turuti dulu kemauan Alana dan lihat usaha Gema dalam membuat pengajuan yang baru. Kita tinggal tunggu kabarnya lagi besok. Gimana Pa?” kata Alka memberi pengertian kepada ayahnya agar tidak terlalu memikirkan keputusan Alana.

“Baiklah, sementara Papa setuju dengan pendapatmu. Kita tunggu kabar terbarunya besok. Semoga Gema bisa diandalkan,” jawab Pak Alex kemudian seraya melanjutkan kegiatan mereka memantau pembangunan pabrik yang baru.

*Malam hari

Saat Gema pulang kantor, ia melewatkan senja yang selalu ia nikmati di hari-hari sebelumnya. Ia melajukan vespa kesayangannya dengan kecepatan sedang agar tidak terburu-buru sampai rumah. Tak lama ia telah sampai dan memasukkan vespanya di samping rumah. Gema melepas helmnya dan ketika membuka pintu ia dikejutkan oleh suara Mang Dadang, tetangga sebelah rumah yang selalu mencari perhatian ibu Gema sejak mereka pindah ke Bandung.

“Tumben mas Gema baru pulang?” tanya Mang Dadang mengagetkan Gema.

“Eh, iya Mang Dadang, tadi habis lembur di kantor. Saya permisi masuk dulu ya,” jawab Gema agak menghindar, Mang Dadang mengiyakan. (Kalau diteruskan bisa sampai subuh ngobrolnya).

“Bu, Gema pulang.” Gema langsung menuju kamar ibunya. Tapi ia tak melihat ibunya di kamar. Gema mencari ke dapur, dan ternyata memang ibunya sedang memasak untuk makan malam di dapur.

“Eh kamu sudah pulang Nak. Tumben sampai malam.” ibunya tersenyum lega melihat Gema sudah di rumah.

“Iya Bu, tadi ada tambahan pekerjaan jadi Gema harus lembur. Maaf Bu, Gema gak sempat telepon Ibu,” jawab Gema seraya meminum segelas air putih untuk melepaskan sesuatu yang tercekat di tenggorokannya dari tadi. “Ibu masak apa? Gema sudah lapar tadi gak sempat makan siang juga.”

“Ibu masak sayur asem dan tempe orek kesukaanmu. Jaga kesehatanmu Nak, jangan kerja terlalu keras. Nanti kalau sakit, kamu sendiri yang repot,” pinta Ibu Gema sambil menyiapkan makan untuk anak kesayangannya itu. Gema mengiyakan lalu dengan lahapnya ia menghabiskan makan malam itu bersama ibunya. Setelah makan Gema berpamitan ke kamar untuk mandi dan segera mengistirahatkan tubuhnya yang begitu lelah hari ini. Gema menyiapkan berkas yang tadi ia bawa dari kantor untuk dibawanya besok menemui kembali Alana di tempat yang ditentukan tadi siang.

*Di Cafe O

Esok siangnya Gema sudah tiba di Cafe O, ternyata Alana sudah berada disana. Dengan segera Gema menuju meja Alana dan menyapanya.

“Siang mbak Alana, maaf saya membuat Anda menunggu,” ucap Gema sopan.

“Emang aku nikah sama kakakmu apa? Aku gak suka dipanggil mbak. Panggil Alana aja,” ujar Alana ketus.

“Salah terus ketemu sama dia,” gumam Gema pelan hampir tak terdengar oleh Alana.

“Apa yang kamu bilang barusan?” ternyata Alana mendengarnya.

“Emm, tidak mbak, maksudku Alana. Bisa kita mulai sekarang,” Gema mengalihkan pembicaraan agar segera pergi dari hadapan gadis jutek ini. Ia menyerahkan berkas yang diminta Alana kemarin. Alana menerimanya, matanya membulat dan keningnya berkerut seketika melihat berkas itu adalah berkas yang kemarin dibawa Gema ke kantor.

“Ini kan berkas yang kemarin? Kenapa kamu bawa lagi kemari?” tanya Alana sambil menatap tajam pada Gema. (Tatapan itu lagi, batin Gema).

Terpopuler

Comments

Muhammad Ari

Muhammad Ari

keren thor.... ijin promo ya, jgn lupa baca dan mampir di novel dg judul "sudden kiss" ya 😇😇😇

2020-08-13

1

Maria Meylinda

Maria Meylinda

alana egois banget yaa..kasian Gema..belum jadi emak2 aja udah cerewet dan pinter nawar..

lanjut thor..

2020-08-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!