"Berry?" Sizy bergegas masuk keruangan laboratoriumnya saat mendapatkan anak ajaib itu bisa-bisanya ada disana lagi siang ini.
Tentu saja Sizy cemas, terakhir Berry ada disana, anak laki-laki itu telah mengacaukan uji agregat kelas B yang dilakukan oleh Fiona, terpaksa gadis magang itu mengulang dari awal uji laboratoriumnya itu.
"Apa yang kamu lakukan disini seorang diri Berry? Ini jam istirahat, tidak ada satu orang-pun disini, sangat berbahaya untuk anak seusia-mu."
"Ayo ikut Bibi," Sizy meraih pergelangan tangan Berry, tapi anak itu menahan tubuhnya sekuat tenaga agar tidak bergerak dari posisinya semula.
"Berry, dengarkan Bibi nak," Sizy berjongkok, menatap teduh dan berusaha berbicara selembut mungkin.
"Laboratorium ini hanya boleh dimasuki oleh pegawai yang berkerja dikantor ini. Dan disini area terlarang untuk anak seusiamu, sangat berbahaya Sayang. Jadi kamu tidak boleh masuk kemari lagi ya," berharap tamu kecilnya yang tidak diundang itu bisa mengerti.
"Baiklah, aku mengerti. Tapi bolehkah aku meminta nomor ponselmu sebagai gantinya? Walau aku tidak diperbolehkan kemari, aku masih bisa menelponmu."
Bukan sekedar negosiasi, tapi pria kecil itu serta merta menyodorkan tab miliknya yang ada dalam pelukannya sejak tadi.
Sizy tersenyum senang, ia cukup lega karena pria kecil itu mau memahami penjelasannya. Tanpa pikir panjang, ia menerima tab itu, memasukan dan menyimpan nomornya disana tanpa rasa ragu.
"Nah sudah selesai, ayo ikut keluar bersama Bibi," Sizy mengembalikan tab itu pada Berry dan bergegas bangun dari jongkoknya. Langkahnya kembali tertahan saat tangan kecil Berry menahannya lagi.
"Katakan, apa yang kamu inginkan lagi?" Sizy berusaha sesabar mungkin.
"Aku ingin kamu menjadi Ibuku, bukan Bibi."
Sizy terperangah, walau anak itu pernah mengatakan hal itu padanya beberapa hari yang lalu, tetap saja ia masih tidak terbiasa mendengarnya.
Membayangkan dirinya sebagai wanita dari kalangan biasa, yang akan menjadi isteri seorang Clive, pria konglomerat yang terkenal kaya dikota ini, yang ketampanannya banyak digandrungi oleh banyak wanita, Sizy seketika merasa ngeri, ia tidak siap saja kalau harus dimusuhi para wanita dan menjadi incaran para pesaing bisnis pria kaya itu.
Semasa SMU dulu, Clive adalah kakak kelasnya. Ia pernah menyaksikan para gadis bertengkar gara-gara pria itu, yang bahkan tidak memperdulikan salah satu dari gadis-gadis yang memperebutkannya.
Begitu pula membayangkan menjadi ibu dari Berry, anak laki-laki ajaib yang bisa tiba-tiba muncul diruang laboratoriumnya, bahkan tahu alamat apartemennya, sampai kini dirinya masih belum bisa mengerti dan memecahkannya, bagaimana bisa anak sekecil itu melakukannya?
"Maaf Berry, Bibi rasa itu tidak mungkin. Kamu bisa mencari orang lain saja untuk menjadi ibumu, Bibi tidak berminat," tegas Sizy. Ia sengaja berkata seperti itu, supaya anak itu tidak mengganggunya dengan permintaan seperti itu lagi.
Berry terdiam, menatap Sizy dengan raut datar, otak dalam kepalanya terus bekerja memikirkan sesuatu yang luar biasa.
"Baiklah, lupakan saja ucapanku memintamu menjadi ibuku," Berry akhirnya bersuara, pelan.
"Tapi aku mohon--, temani aku makan siang kali ini saja. Setelah itu, aku janji tidak akan merepotkanmu lagi. Sebenarnya aku ingin makan bersama Ayahku, tapi dia terlalu sibuk hingga tidak punya waktu, hanya pengasuhku saja yang selalu menemaniku."
Sizy menatap wajah imut Berry, pria kecil itu terlihat sedih dan kesepian, jiwa empati-nya langsung merespon dan merasa tersentuh.
"Baiklah, Bibi setuju. kebetulan Bibi juga belum makan siang."
Berry terlihat senang. Ini pertama kalinya Sizy melihat senyum tipis terukir diwajah anak laki-laki itu, membuatnya terlihat lebih tampan dan menggemaskan.
"Terima kasih, ayo kita temui pengasuhku didepan," Berry menarik tangan Sizy, wanita itu dapat merasakan betapa antusiasnya anak itu mengajaknya.
...***...
Ong Palace Asia Restaurant.
Beberapa kali pernah mampir di restoran itu bersama para pimpinan perusahaan yang memerlukan jasanya menguji kualifikasi beton bangunan, Sizy sangat tahu menu-menu yang sedang dinikmatinya saat ini bersama Berry dan David lebih ramah dikantong-kantong orang kaya. Sekali makan saja, bisa menghabiskan satu bulan gajinya.
"David, berikan tab-ku."
Pria yang menjadi pengasuh Berry itu segera memberikan apa yang diminta majikannya itu.
Sebelum mengoperasikan tab miliknya, Berry menatap sejenak pada Sizy yang sedang menikmati makan siangnya tepat dihadapannya.
^^^🧒Berry^^^
^^^"Ayah dimana?"^^^
👦Ayah Clive
"Kerja."
^^^🧒 Berry^^^
^^^"Dimana?"^^^
👦Ayah Clive
"Menurutmu?"
^^^🧒Berry^^^
^^^"Aku kekantor ayah sekarang."^^^
👦Ayah Clive
"Untuk apa?"
^^^🧒Berry^^^
^^^"Mengantarkan hadiah."^^^
👦Ayah Clive
"Tidak mau."
^^^🧒Berry^^^
^^^"Aku memaksamu Ayah. Kalau menolak, aku akan membuat perhitungan denganmu lebih dari yang sudah-sudah."^^^
👦Ayah Clive
"Terserah kau saja. Letakkan dikamar Ayah, nanti malam Ayah akan memeriksanya.
...***...
"Ugh, kepalaku pusing," Sizy mengerang, sembari memegang pelipisnya, ia berniat bangkit dari berbaringnya, tapi tangan seseorang sedang memeluk perutnya.
"T-tuan Clive?! Bagaimana dia bisa berada dikamarku?" Wanita itu tersentak kaget saat tahu siapa pemilik tangan itu, spontan ia menyingkirkan kasar tangan Clive dari tubuhnya, lalu tergesa-gesa menyibak selimut yang menutupi tubuhnya.
"Hmph!" Mata Sizy terbelalak dan seketika berhenti bernapas, saat menyadari dirinya sekarang dalam kondisi bugil.
"Apa yang Tuan lakukan padaku?!" spontan Sizy menutupi tubuhnya kembali dengan selimut, wajahnya merah padam, ia begitu murka sampai-sampai menggoyang kuat tubuh pria yang berbaring disebelahnya hingga terbangun dan mengerjap-ngerjapkan kelopak matanya.
"Aku?" Pria itu ikut bangkit, tubuh atasnya yang terekspos juga telanjang, membuat Sizy langsung membuang muka.
"Tidak mungkin kan kamu tidak mengerti apa yang dilakukan oleh pria dan wanita dewasa saat mereka berada ditempat tidur yang sama?" imbuh pria itu tenang.
Sizy mendelik marah, mengitari pandangannya keseluruh sudut ruangan. Benar saja, dia berada dikamar pria itu, bukan di kamar apartemennya.
"Oh, bagaimana mungkin?" Sizy merasa frustrasi. Seketika wanita itu teringat pada saat terakhir ia sedang makan siang bersama Berry dan David di restoran.
"A-apa mungkin anak itu memberi obat tidur dalam makanan atau minumanku?" Sizy membekap mulutnya, tidak percaya bila apa yang ia fikirkan itu mungkin saja benar.
"Oh my God!" Sizy kian frustrasi, saat pandangannya menangkap noda darah menempel pada seprei disekitar bokongnya begitu ia beringsut turun dari ranjang.
"Kamu tidak boleh pergi begitu saja dari sini. Kamu harus bertanggung jawab atas apa yang kamu lakukan semalam padaku."
Sizy membisu, hanya matanya saja yang menatap tajam penuh kemarahan sambil mengenakan pakaiannya yang berserakan dilantai, dan pria itupun melakukan hal yang sama, mengenakan pakaiannya.
"Lepas! Enyahlah!" Sizy menepis kasar tangan Clive yang berusaha menahannya, lalu bergegas menuju pintu.
Ceklek.
Sizy terpaku sesaat, melihat sosok pria kecil berdiri didepan pintu kamar, menampilkan wajah polos tidak berdosanya.
"Berry! Dia biang keroknya!" Kesal Sizy, ia menepis tangan kecil Berry yang ingin meraih jemarinya, dan bergegas pergi tanpa bicara apapun.
Saat ini ia benar-benar murka tingkat dewi. Bagaimana mungkin anak sekecil itu bisa menipu dirinya dengan wajah polosnya.
Bersambung...✍️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
🎧✏📖
hadir . mangat ya 😁😇
2024-11-05
1
💫0m@~ga0eL🔱
ibu itu bukan boneka yg bisa kamu beli di mall nak,, /Sob/
2024-10-23
1
💞Eli P®!w@nti✍️⃞⃟𝑹𝑨🐼🦋
kecil2 tukang ngancem nih 🤣🤣
2024-08-12
1