Umurnya yang sudah 25 tahun bukannya tidak memikirkannya. Dia selalu memikirkannya apalagi setelah ayahnya tiada. Bukan karena dia kesepian, tapi karena dia masih kepikiran perkataan ayahnya yang berharap ada yang menjaganya saat beliau tidak ada lagi.
Ribuan kali Qiena mengatakan mampu menjaga diri sendiri pun tak akan menyurutkan niat sang mendiang ayahnya untuk memikirkannya bahkan membantu mencarinya. Karena, bagi sang ayah... Putrinya sangat berharga dan membutuhkan seseorang yang bisa menjaganya untuk menggantikannya.
Itulah yang membuatnya sekarang ini memikirkan siapa kiranya pria yang bisa dia ajak berumah tangga dan harus pria yang sesuai harapan sang ayah. Setidaknya dengan itu, dia akan lega telah memenuhi keinginan terakhir sang ayah.
Sahabatnya, Vailla sudah sering membantunya mengenalkan seseorang padanya melalui kencan buta, tentu dengan ditemani oleh Vailla sendiri juga sebab dia tak nyaman bila bicara berduaan saja. Tapi, sayangnya sejauh ini belum ada yang sesuai harapan sang ayah.
Akan tetapi, belakangan ini tidak bisa lagi. Sebab, Vailla sudah mulai disibukkan dengan banyaknya job yang berdatangan padanya. Bahkan salah satu agensi ternama sudah membawanya masuk untuk bergabung. Ini kian mengurangi intensitas pertemuan mereka.
Tapi, Qiena memakluminya. Cita-cita Vailla adalah untuk menjadi seorang bintang. Kini cita-citanya sudah mulai perlahan diraihnya, bagaimana Qiena masih bisa mengganggunya?
Berbicara tentang kencan buta. Sosok Giass tiba-tiba melintas dibenaknya lagi.
Sebenarnya, tak ada beda bertemu dalam kencan buta ataupun bertemu dengan Giass yang sampai sekarang belum dia ketahui namanya. Kedua situasi itu sama-sama dalam konteks bertemu dengan orang asing terutama pria.
Jadi, memilih teman kencan buta ataupun memilih Giass sebagai suaminya jelas tidak ada bedanya karena sama-sama tidak dia kenal dengan baik. Tapi, yang menjadi masalah adalah karakter tersembunyi dalam diri mereka.
Qiena tidak bisa memilih dengan sembarangan. Jika, dia memilih suami yang salah bukankah pada akhirnya malah membuat sang ayah sedih dan mungkin akan merasa bersalah karena terlalu cepat meninggalkan putri semata wayangnya.
Itulah mengapa ini adalah perkara yang sulit untuknya.
Qiena menghela napas panjang dengan lesu sambil terus menatap hujan yang belum berhenti sembari menunggu sosok penguntit yang dia panggil untuk pertama kalinya datang.
Hanya beberapa saat, Giass sudah berdiri didepannya dalam jarak 1 meter.
Giass basah kuyup tentu saja.
Tak ingin membuat Qiena merasa tak nyaman dengan kondisinya yang basah kuyup juga dia yang tak ingin terlihat jelek dihadapan Qiena, Giass pun membuka mantel hujannya dan sedikit memperbaiki penampilannya agar lebih enak dipandang.
Hei, sejak kapan dia menjadi konyol seperti ini hanya untuk berhadapan dengan seorang perempuan?
Tampaknya memang ada sesuatu...
Apakah ini yang dinamakan cinta?!
Hmm...
Setelah meletakkan mantel basahnya di kursi paling ujung halte, Giass langsung mengambil tempat duduk di sebelah Qiena dengan tetap menjaga jarak 1 meter. Itu Giass lakukan agar Qiena tidak merasa tidak nyaman ada dia yang duduk didekatnya.
Hening menyelimuti keduanya untuk sesaat dengan sama-sama memandangi air hujan yang terus turun menimbulkan bunyi yang menenangkan.
Sampai Qiena angkat bicara lebih dulu.
"Saya sudah menyelesaikan urusan saya dengan Tuan Droov langsung. Seharusnya anda sudah tahu. Jadi, anda tidak perlu melakukan hal-hal seperti itu lagi. Menguntit seseorang benar-benar tidak baik." katanya tanpa emosi apapun. Tenang dan damai. Meski sebenarnya hatinya sedikit gelisah, takut yang dia temui adalah penguntit maniak.
Wajar dia berpikir begitu, sebab dia tak mengenal Giass.
Giass diam saja sebagai respon kalau dia paham. Tapi, lalu kenapa? Ini dia pemberontaknya. Siapa yang peduli kalau Qiena dan Ginda sudah menemukan jalan tengah mereka. Karena yang Giass lakukan saat ini adalah menempuh jalannya sendiri dalam mengikat Qiena untuk dirinya sendiri.
Beruntungnya, Qiena masih tidak tahu siapa putra Ginda, sebab Ginda sendiri sengaja tidak mengatakannya dan biarkan putranya yang menanggungnya sendiri, dia hanya sempat terkejut saat pertemuan kalau ternyata Giass tidak memperkenalkan diri sebagai putranya melainkan suruhannya. Sepertinya dia tahu apa yang putranya pikirkan. Karena kalau Qiena tahu, tampaknya perjalanannya akan lebih panjang.
Dia, Giass, tak sesabar itu!
Hei, bukankah ini termasuk maniak! Hmmm...
Dengan wajah datar yang selalu berhasil menakuti orang, Giass menjawab. "Saya tahu... Dan itu bagus... Artinya saya punya kesempatan yang lebih besar." suaranya yang berat pun tak kalah datar. Sulit membayangkan Giass menggunakan suara seperti itu untuk mendekati lawan jenis, sama sekali tidak romantis.
Mendengar itu Qiena tertegun dan spontan menoleh kearah Giass dan langsung menatap wajah tampan itu dengan ekspresi bingung.
"Kesempatan apa maksud anda?" tanya Qiena terus terang sambil mengernyit. Beberapa tebakan berseliweran di benaknya.
Merasa ditatap, Giass ikut menoleh dan akhirnya keduanya saling bertatapan.
Dengan tanpa keraguan Giass berucap sambil mempertahankan tatapannya agar Qiena bisa merasakan keseriusan dan ketulusannya.
Hoho, sangat-sangat terasa sampai silau Qiena dibuatnya.
"... Kesempatan menikahi anda, Nona Qiena Luovanna...!"
Mata Qiena terbelalak mendengarnya, dia terkejut. Itu dapat dimengerti. "Apa...? Sepertinya saya mendengar kalimat yang salah."
Qiena merasa suara hujan telah mengganggu pendengarannya. Hehe, pasti dia salah dengar.
Sudut bibir Giass berkedut ingin tersenyum melihat ekspresi konyol Qiena saat dia terkejut dan bingung dengan sedikit... Was-was?
Hahaha, betapa menggemaskannya!
Sungguh menggemaskan. Lagi-lagi, rasa ingin menggigit pipi chubby Qiena timbul lagi.
Tak ingin dialog ini menjadi tidak jelas dan gagal mencapai target, Giass mengulanginya dengan jelas tanpa banyak kata-kata pengantar lagi.
"Anda tidak salah dengar. Saya memang ingin menikahi anda." mata Qiena berkedip-kedip masih tidak percaya tanpa memalingkan tatapannya dari mata tajam itu.
Seolah ingin memastikan seribu kali kalau dia sedang tak di ganggu.
Meskipun sudah bukan kali pertama berhadapan dengan lawan jenis untuk urusan asmara, tepatnya mencari jodoh. Qiena tetap tak terbiasa. Sekalipun dalam hati dia ingin menyelesaikan keinginan ayahnya. Tetap saja, menggumamkannya dengan menjalankannya adalah dua hal yang berbeda.
Mulut kecil Qiena terbuka dan tertutup jelas bingung bagaimana harus menanggapi. Sementara Giass tak ambil pusing keterkejutan Qiena. Giass pikir hal itu cepat atau lambat pasti terjadi, jadi lebih baik di percepat saja.
Alhasil...
"Ayo, menikah!"
.
.
.
Qiena tidak tahu bagaimana ceritanya dia bisa sampai dirumah, mandi, dan berbaring di ranjang sambil berselimut seperti sekarang ini. Otaknya terlalu syok usai di bom oleh pria aneh yang tak terduga di halte bus tadi.
Seraya menatap langit-langit kamar, Qiena merenung entah sudah berapa lama.
Kata 'Ayo, menikah!' dari Giass masih menggema entah sudah yang ke berapa kali di otaknya yang sukses membuat gadis 25 tahun itu terbengong-bengong untuk pertama kalinya.
Ini benar-benar pengalaman pertama dia diajak menikah dengan cara langsung seperti itu. Selama kencan buta, semuanya lebih dulu mengutarakan segala macam hal yang melelahkannya duluan hingga memilih tidak melanjutkannya lagi. Tiba-tiba, datang seorang pria mengajaknya menikah tanpa ragu seolah itulah yang seharusnya dilakukan.
Dia jatuh dalam kebingungan yang dalam.
Sampai dia tersentak dan bangun dari rebahannya ke posisi duduk dalam gerakan kilat.
"Kenapa aku terus memikirkannya?" celetuknya dengan kening berkerut jengkel.
"Ini bukan seperti aku harus menerimanya tanpa bisa menolak! Ya, seharusnya aku tidak perlu ambil pusing. Heh, ayolah Qiena... Itu hanya karena kau baru pertama kali mengalaminya. Jadi, terasa baru dan berbeda. Terlebih, selama ini aku tidak pernah dekat dengan teman pria selain urusan kelompok sekolah dulu. Itupun tak ada yang mengganggu sehingga pikiran ku masih bersih. Jadi, seharusnya begitu. Ya, seharusnya begitu..."
Tarik napas dalam-dalam dan hembuskan perlahan. Qiena ulangi beberapa kali guna menenangkan pikiran dan hatinya yang terkejut serta membuang hal-hal tak berguna di pikirannya.
setelah tenang, tiba-tiba yang terlintas di pikirannya adalah...
Saatnya memutuskan segala akses yang ada.
Yaitu... Memblokir nomor Giass.
Klik!
Akhirnya Qiena merasa nyaman dari perasaan kacaunya akibat ulah agresif Giass.
Sayangnya, Qiena tidak tahu kalau di tempat lain Giass sedikit tertawa yang sarat akan kelicikan saat tahu kalau nomornya di blokir.
Remaja itu masih menganggap langkah Qiena memblokir nomornya sangat lucu. Itu benar-benar menggelitik hatinya.
Hahahaha...
Memangnya memblokir nomornya sama dengan memblokir jalannya?
Tentu saja tidak, sayang...
.
.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments