Giass baru tiba di sekolahnya sedikit terlambat karena insiden debat yang tidak diharapkan. Mana, masih bareng bocah lagi.
Dalam perjalanan Giass meratapi kelakuannya yang kekanak-kanakan karena tak pernah menduga akan ada saat dimana dia beradu mulut dengan seorang bocah 4 tahun hanya untuk seorang Qiena.
Tapi, siapa yang bisa mengendalikan hati kala dia sudah memilih. Sebagai pemilik saja dia tidak bisa berbuat apa-apa. Karena, pada akhirnya sang Penguasa hatilah yang memiliki kendali penuh atas hatinya ini.
Kalau begitu, apakah itu artinya dia benar-benar sudah jatuh cinta?
Giass ingin tahu.
Setibanya di depan gerbang sekolah, seperti yang sudah diketahui. Di jam segini, sudah pasti gerbang tutup dan akan di buka kembali 2 jam kemudian.
Jika sudah begini, bisa saja Giass membolos. Tapi entah mengapa, dia sedang tak berminat dan malah kepikiran untuk tiduran di kelas saja. Jadi, dia hendak memutar kemudi motornya ke warung depan sekolah tempat dimana biasanya dia dan teman-temannya nongkrong kalau terlambat datang dan saat pulang sekolah. Rencananya, setelah menitipkan motornya disana, Giass akan memutar area luar sekolah menuju samping mengarah kebelakang dimana biasanya lokasi murid-murid yang telat menyelinap masuk.
Akan tetapi, siapa yang menduga kalau baru akan membelokkan stang motor wajah Qiena yang tersenyum pada para muridnya melintas dibenaknya bersamaan dengan sebuah pemikiran.
Dia seorang badboy yang suka berbuat sesuka hati, kalau seandainya ayahnya bukan salah satu donatur tetap di sekolahnya, dia pasti sudah di D.O sejak lama. Lalu, ada seorang guru TK cantik yang menarik perhatiannya belakangan ini. Jika, dilihat-lihat antara dia dan Qiena... Bukankah bertolak belakang?
Qiena seorang guru yang di cintai muridnya sedang dia seorang berandal sekolah yang selalu buat guru sakit kepala.
Kalau Qiena tahu, bukankah kemungkinan menikah akan jauh lebih kecil?
Dia pasti tak akan mau memilih suami badung macam dia.
Alhasil, Giass tak jadi ke warung depan dan malah duduk diam di motornya sambil bermain ponsel tepat didepan gerbang seraya menunggu gerbang dibuka.
Dia sampai rela panas-panasan.
Tak ada desakan, tuntutan, paksaan yang selalu sukses membuat takut bahkan satpam sekolah yang saat ini terbengong-bengong melihat perilaku Giass yang sedikit baik. Karena setidaknya, kali ini Giass tidak memaksa masuk dengan aura mengancamnya. Dia duduk dengan tenang dan jujur di depan gerbang seolah tak takut bila tiba-tiba guru datang memergokinya kembali terlambat.
Untung pintar!
Biasanya itulah yang membuat guru sedikit lebih toleran padanya.
Hanya sesaat bagi satpam sekolah untuk melamunkan perilaku aneh Giass hari ini, kemudian dia segera memanggil guru yang piket hari ini untuk menangani Giass.
Tak berselang lama, seorang guru laki-laki bertubuh bulat pendek datang dan langsung berjalan kearah gerbang. Untungnya meskipun bulat dan pendek, pak guru itu memiliki paras yang enak dipandang.
"Giass!" serunya lantang dari dalam gerbang.
Mendengar namanya dipanggil, Giass mendongak untuk melihat ke arah suara itu berasal.
Ternyata Pak Guru Bondan.
Bapak guru itu mendekat dengan hentakan dan kejengkelan karena harus selalu melihat murid ini-ini saja yang berbuat masalah sampai hukuman apapun tak ada gunanya lagi. Sama sekali tidak menimbulkan efek jera.
Asal kalian tahu Bapak juga lelah!
"Kamu telat lagi! Kali ini apa alasan mu?" Pak Bondan berbicara dengan nada yang tidak lembut sama sekali seraya berkacak pinggang.
Tubuhnya yang penuh daging bergetar karena marah. Melihat itu, Giass jadi teringat bocah bulat di taman kanak-kanak tadi.
Apalagi, sekilas keduanya mirip. Karena, Pak Bondan juga tidak jelek meskipun gendut, beliau hanya bulat.
Sambil mengernyit heran dia membatin. "Kebetulan yang menyebalkan..."
Giass meratapi kemiripan keduanya.
Dengan wajah yang tidak berubah, Giass menjawab dengan santai, acuh, dan tak ada sopan santunnya sama sekali.
Ciri-ciri orang yang tidak boleh ditiru!
"saya habis melihat calon istri, Pak." kalimat itu terlontar begitu saja, Giass sempat tertegun sendiri sebelum menjadi masa bodoh.
Tapi, yang diterima guru Bondan jelas berbeda. Pak Bondan menganggap pengakuan Giass asal-asalan. "Bagus! Bagus sekali! Kamu semakin suka main-main dengan guru, ya. Kamu kira saya percaya?! Berapa umurmu? Sudah punya calon istri?! Huh! Kalau begitu, diam saja diluar sampai gerbang dibuka, sekalian saya fotoin. Biar calon istri mu itu mikir ulang buat nikah sama kamu. Jangan coba-coba kabur! Saya akan tahu!"
Giass menatap datar Pak Bondan yang sempat-sempatnya menyelipkan ejekan untuknya dan mengapa semua orang mempertanyakan pertanyaan yang sama?
Berapa umurmu?!
Memangnya kenapa dengan umurnya?
Dia sudah punya KTP dan legal untuk menikah, belum lagi perempuannya lebih-lebih legal untuk dinikahi. Apa yang salah!
Giass yang biasanya tenang, bisa jengkel juga akhirnya. Meski, ekspresi wajahnya tidak berubah.
Setelah Pak Bondan mendengus pada Giass si murid bebal, guru itu segera berbalik untuk melakukan pekerjaan lain. Dia juga punya kesibukan dan bukannya menunggui murid yang hobinya telat dan bolos.
Untung pintar!
Lihat! Ini lagi pengingatnya...
Siapa yang tidak greget!
Sebelum benar-benar pergi, Pak Bondan meminta tolong pada satpam gerbang untuk mengawasi Giass agar tidak membuat ulah lagi.
Kini Giass pun ditinggalkan seorang diri.
Dia duduk di atas jok motornya, panas-panasan yang membuat kulit putihnya memerah. Meskipun dia tidak nyaman, Giass hanya bisa menanggungnya. Anggap saja ini pelatihan agar bisa menanggung ketidaknyamanan yang lebih besar.
Menanggung masalah rumah tangga, misalnya.
Eakkk!
1 jam 45 menit telah berlalu sejak ditinggalkan oleh Pak Bondan. Pintu gerbang pun dibuka dengan ekspresi tidak-tahu-harus-apa tergambar di wajah pak satpam. Giass yang acuh, tak mau ambil pusing dan dia langsung nyelonong masuk dengan motornya, meninggalkan pak satpam yang geleng-geleng kepala melihat tingkah anak muda zaman sekarang.
"Kalau itu anakku, sudah ku masukkan kembali ke dalam perut ibunya!" sungut pak satpam dengan suara kecil. Dia cuma beraninya main belakang.
Hahaha...
.
.
.
Tanpa diberi hukuman apapun karena Pak Bondan sudah lelah. Sebab, bukannya jera malah dianggap sia-sia. Tapi, setidaknya sudah di jemur selama 2 jam di luar gerbang sampai menjadi tontonan orang lewat.
Jadi, anggaplah itu hukuman menguji rasa malu. Tapi, tampaknya juga sia-sia. Pak Bondan yang memperhatikannya dari jauh sama sekali tidak melihat ekspresi malu diwajahnya selain memerah karena panas.
Lagi-lagi, Pak Bondan hanya bisa mendengus serta geleng-geleng kepala melihat betapa bebalnya murid yang satu ini.
Giass berjalan di sepanjang koridor yang sepi sebab baru masuk jam pelajaran kedua. Sesampainya di kelasnya, tanpa peduli apakah ada guru atau tidak Giass masuk begitu saja tanpa salam yang sukses membuat penghuni kelas tertegun sejenak sebelum kembali seperti semula.
Sudah biasa, jadi bukan pemandangan baru lagi. Bahkan seorang guru yang ternyata sudah ada di dalam kelas hanya bisa menghela nafas sabar, sembari dalam hati komat-kamit.
Dia bukan satu-satunya... Dia bukan satu-satunya... Dia bukan satu-satunya...
Yang menandakan betapa sering sang guru melihat model murid seperti ini di setiap tahunnya mengajar. Alhasil, hanya bisa lebih bersabar.
Pelajaran yang baru saja dimulai terpaksa tertunda sejenak karena Giass dan kini mulai kembali. Giass yang baru saja menjatuhkan bokongnya ke kursinya, memilih untuk tidur sejenak. Kepalanya yang mendidih karena kena panas matahari membuat dia mengalami pusing.
Kedua temannya hanya melirik, karena tak ingin mengganggu.
Guru bahkan bungkam saja, karena kalau di marahi bukannya jera gurunya yang ketakutan. Sebab, aura jahatnya ternyata kuat juga.
Pelajaran berlangsung dengan damai begitu saja hingga jam istirahat tiba.
.
.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments