Kriiiiiing...
Bel istirahat berbunyi, dua mata pelajaran dilalui dengan lancar dibawah tatapan guru yang tercengang sebab Giass benar-benar menepati janjinya. Tentunya, premisnya jangan merusak mood baiknya.
Begitu guru keluar, Hoza dan Boy langsung menyerang Giass seperti reporter gila.
"Ada apa denganmu?"
"Sesuatu telah terjadi dan kami tidak tahu?!"
"Si*l! Dia memang menyembunyikan sesuatu dari kita!"
"Jelaskan!"
"ヽ((◎д◎))ゝ✧\(>o<)ノ✧(゚ο゚人))(。☬0☬。)(ʘᗩʘ’)(ノ゚0゚)ノ~(>0<;)༼⁰o⁰;༽ヽ(。◕o◕。)ノ.\(◎o◎)/(☉。☉)!w(°o°)w ...!!!" dan keduanya menggila.
Giass yang merasa paling normal memilih abai. Jangan sampai mood baiknya yang masih bertahan rusak karena tingkah gila kedua sahabatnya.
Giass berjalan keluar kelas hendak menuju kantin meninggalkan dua petasan dibelakangnya. Tapi, baru tiga langkah menjauhi pintu tubuhnya sudah diapit dan ditempeli oleh dua sahabatnya bak parasit. Tujuan keduanya tak ada lain adalah memborbardir Giass untuk segera memuaskan rasa penasaran mereka.
.
.
.
"APA! MEN kdldjgyribsgdks..." Hoza nyaris lepas kendali kalau saja tidak ditahan oleh Boy yang sudah panas dingin oleh tatapan maut Giass.
Tatapan membunuhnya benar-benar. Kalau Boy telat membungkam mulut ember Hoza, semuanya akan mendengarnya.
Kalau begitu, pukulan saja tidak cukup. Giass pasti akan memutilasi mereka berdua...!!!
Setelah Hoza ditenangkan, barulah mereka lanjut.
Dengan badan condong ke depan mendekat pada Giass yang asik makan di seberang meja kantin, Hoza dan Boy mengecilkan suaranya untuk bertanya bergiliran.
"Kau serius?" Boy bertanya karena masih tidak percaya.
"Jadi, mobil itu kau pinjam untuk berkencan dengan gadis incaran mu itu? Tapi, kenapa harus mobil tua?!" giliran Hoza yang tidak mengerti siklus otak Giass dan Boy mengangguk.
Tentang mobil tua itu, Hoza sudah menceritakannya pada Boy sebelumnya.
"Tapi, kau masih 18 tahun dan dia harus lebih muda darimu. Apa yang kau pikirkan dengan mengajak anak dibawah umur menikah?!"
Kini, Hoza yang mengangguk setuju dengan perkataan Boy. Itu juga yang dia pikirkan.
Dengan alis terangkat arogan, Giass menjawab. "Yang bilang dia masih muda siapa?"
"..."
"!!!"
"APA!!!"
Keduanya mulai lagi...
Giass memutar bola matanya malas, lalu lanjut makan.
Otak keduanya langsung rusak dengan kejutan ini.
Kalau sekedar jatuh cinta, mereka masih bisa memaklumi. Berteman dengan Giass begitu lama sampai tahu luar dalamnya, termasuk pengalaman asmaranya yang nol besar. Tiba-tiba jatuh cinta, mereka masih bisa menerimanya, karena itu bisa dianggap wajar. Mereka akan menganggap ini sebagai langkah hidup Giass. Hanya saja, kalau episode jatuh cinta, pacaran, di lewati begitu saja dan langsung ke tahap menikah. Otak mereka tidak sanggup menerimanya untuk saat ini.
Karena mereka masih 17 atau 18 tahun! Bagi mereka itu masih terlalu dini untuk melangkah ketahap tersebut.
Tapi, mulut bebek Hoza malah menimbulkan masalah bagi keduanya..
"K..ka..kau bukan simpanan tante-tante, kan?" Hoza melontarkan pertanyaan tanpa pikir panjang, namun diucapkan dengan sangat hati-hati.
Tapi sayangnya, hanya pengucapannya yang berhati-hati dan bukan cara berpikirnya.
"Tidak, kan...?" Boy ikutan dengan gelisah.
BRAK!
Gebrakan Giass mengejutkan seluruh pengunjung kantin.
"KALIAN..!"
...
Setelahnya, aksi kejar-kejaran pun terjadi dengan Hoza dan Boy sebagai yang dikejar dan Giass sebagai pengejarnya.
Mereka mengelilingi sekolah secara gila-gilaan dengan Giass yang tak mau menyerah, sedang Hoza dan Boy hanya bisa memaksakan diri untuk terus berlari menjauhi Giass. Jangan sampai tertangkap.
Malang nasib keduanya yang telah memancing keganasan Giass tanpa pertimbangan.
.
.
.
Deru nafas yang terengah-engah dan terdengar saling tumpang tindih menggema bersama hembusan angin sepoi-sepoi.
Mereka... Giass, Hoza, dan Boy berbaring tepar di tengah lapangan bola milik sekolah setelah aksi melelahkan yang tak akan berhenti sebelum mencapai batas.
Kini ketiganya baru berhenti karena lelah. Sangat lelah. Hoza sampai bisa merasakan kakinya gemetar saking lelahnya.
Ketiganya memandang langit biru tanpa peduli kalau jam istirahat telah usai. Mereka memilih bolos lagi dengan mudahnya tanpa banyak berpikir.
Sambil memandangi langit cerah Boy berkata. "Kau keberatan berbagi cerita?" jeda sesaat. "Ini benar-benar mengejutkan kami."
Giass tahu.
Pertanyaan ini lebih mudah diterima oleh Giass karena dia tidak merasa dituntut untuk menjawab. Meskipun apapun bentuk pertanyaannya, dia tetap tak akan goyah pada keputusannya. Kecuali, pertanyaan itu kelewatan sensitif dan mengganggunya, seperti tadi. Giass bisa menjawab bila dia mau dan bisa tetap diam tanpa merasa terbebani bila tak ingin menjawab.
Hening melanda sejenak. Ketiganya tak mengalihkan pandangan dari langit dimana awan bergerak ke satu arah dengan kecepatan yang dapat dilihat oleh mata.
Baik Boy maupun Hoza, mereka tidak lagi berharap Giass akan menjawab. Bagaimanapun cepat atau lambat mereka akan tahu juga. Sederhananya, bukankah saat Giass menikah mereka sudah pasti diundang? Jadi, tidak masalah meski harus menanggung rasa penasaran lebih lama.
"Apa pernikahannya dilakukan lebih cepat?" setelah lama hening Hoza mengajukan pertanyaan lain.
Selanjutnya hening berlanjut. Giass masih diam memandangi langit biru tanpa tahu apa yang dia pikirkan.
5 menit kemudian, dia akhirnya akan bicara.
"Masih dalam proses. Jangan khawatir, setelah berhasil, kalian akan menjadi saksi pernikahan ku."
Mendengar itu, Hoza berbalik dari posisi terlentang ke tengkurap dan menatap Giass yang tak mengalihkan pandangannya dari langit, lalu kembali bertanya yang bukan untuk dijawab. "Siapa yang begitu hebat bisa membuat mu ingin menikah dini?! Dia pasti istimewa, ya?!"
Giass tersenyum tipis di sudut bibirnya, senang mendengar pujian itu meskipun bukan untuknya. Hoza sempat melihatnya dan diyakinkan kalau Giass serius tentang hal ini.
Kini giliran Boy yang bertanya sambil menggerakkan tangannya untuk dijadikan bantal. "Memangnya kau sudah siap menghadapi segala sesuatunya dalam pernikahan? Kudengar tidak semua orang beruntung dalam pernikahannya. Kau harus mempersiapkan semuanya dengan matang, apalagi kau bilang wanita itu lebih tua darimu..." Boy berbagi nasihat sebagai sahabat baik.
"... Kau tidak boleh bodoh dan tergesa-gesa dalam memilih pasangan hidup atau kau akan menyesal nanti." Hoza mengangguk membenarkan sambil kembali berbaring terlentang mengikuti Boy dan mendengar Boy kembali berucap usai memikirkan sesuatu.
"Dia harusnya sudah punya pekerjaan, kan? Dia tidak boleh meremehkan mu hanya karena kau belum punya penghasilan... Dan jangan juga karena kau putra Droov, jadi dia menerima mu... Pokoknya, kau harus memutuskan semuanya dengan matang dan pasti. Aku hanya akan mendoakan yang terbaik untukmu."
Hoza kembali mengangguk. "Ya, aku juga. Tapi, kalau kau butuh bantuan saat kau tertimpa masalah selama menikah, jangan ragu untuk datang pada kami. Kami akan membantumu mengurus perceraian."
PLAK!
"Aaaarrrrggghhh!" Hoza berguling-guling memeluk kepalanya yang sakit karena tamparan dari Giass yang seketika meradang mendengar kalimat terakhir Hoza.
Boy yang melihatnya dari samping meringis, dia masih ingat betapa kerasnya suara tamparannya. Jadi, wajar kalau bisa dibayangkan seberapa sakitnya itu.
Boy hanya bisa bersimpati pada mulut Hoza yang kadang tidak terkendali. Salahkan dia, mengapa mengatakan kalimat buruk itu disaat Giass masih berjuang. Tidakkah Hoza tahu betapa ini momen paling sensitif bagi orang yang sedang dimabuk cinta. Bisa-bisanya dia berkata begitu. Ckckck...
"Giass... Sakiiiiit! Huhuhuuuuu...! Kenapa memukulku...!!!" Hoza ingin menangis merasakan kepalanya seperti terbelah dua.
Giass hanya mendengus tak peduli. Dia terlanjur kesal dengan Hoza, jadi mana dia pedulikan lagi.
.
.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments