Sedikit demi sedikit mobil mulai berjalan meninggalkan tempat itu.
Suasana hening diantara mereka, hanya suara mesin yang sesekali terdengar di telinga mengiringi perjalanan.
Rasa canggung terlihat jelas dari gerak tubuh Wulan yang setiap saat mengubah posisi duduknya.
Hampir 10 tahun mereka berpisah dan di pertemukan dalam keadaan kurang beruntung bagi Wulan.
"Kamu kemana saja selama ini? Kenapa tidak pernah datang ke rumah, almarhum ayah dan ibuku sering sekali menanyakan mu."
Abraham yang saat itu mengemudi menatap ke depan, sesekali dia mendahului pengendara lain yang ada di depan.
"Aku meneruskan pendidikan ke kota sebelah." jawab Wulan dengan pandangan keluar jendela menembus dinding kaca.
Suasana kembali hening hingga mereka tiba di depan sebuah rumah mewah berpagar besi tinggi.
Melihat majikannya datang, pak satpam berlari kecil membuka pintu pagar. Mobil kembali berjalan dan berhenti tepat di depan pintu masuk.
Abraham keluar dari dalam mobil lalu membuka pintu buat Wulan.
"Tidak usah tuan, saya bisa sendiri tuan."
Wulan mencegah Abraham mengangkat koper dan tasnya.
"Tidak apa, lagian ini tidak berat . Ayo masuk."
Untuk kedua kalinya Wulan tidak bisa menolak keinginan Abraham.
Rumah megah milik tuan Reynolds masih sama seperti dulu waktu ayah Wulan bekerja di sana.
Desainnya dan interior tetap megah bak istana, hanya warna cat dan sedikit perbaikan yang dilakukan sang pemilik mengikuti perkembangan zaman.
Melihat majikannya kewalahan, seorang pelayan bergegas mengambil koper dan tas lalu membawanya kesebuah kamar sesuai perintah Abraham.
Abraham mengajak Wulan keruang tamu untuk beristirahat sejenak sebelum pelayan menyiapkan kamar.
Setibanya di sana, mereka di sambut seorang perempuan yang sedang mengendong seorang bayi terbungkus kain berwarna biru muda.
Vanesa istri Abraham, tiga bulan yang lalu dia melahirkan seorang putri yang mereka beri nama Cathy.
Vanessa memandang kearah Wulan mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dari tatapannya saja sudah terlihat kalau perempuan itu tidak suka melihat Wulan. Dipandang seperti itu Wulan hanya bisa menunduk.
"Siapa dia, mas?"
Bisik Vanessa di telinga Abraham.
"Anak sahabat ayahku. Wulan mari duduk."
Wulan mengangguk pelan dan mulai duduk di ikuti Abraham dan Vanessa.
Abraham memerintahkan seorang pelayan mengambil susu di gudang dan menyuruhnya menyimpan dikamar yang akan di tempati Wulan.
Tentu saja Vanessa tak terima karena itu stok susu buat putrinya sebulan ke depan.
Stok susu yang jumlahnya cukup banyak dan terkadang di buang percuma.
"Itu susu buat Cathy, kenapa mas memberikan pada dia.
Bagaimana kalau kita kehabisan susu di tengah malam, bagaimana kalau stok di toko habis?"
Vanessa terus saja mengoceh. Dalam pikiran Vanessa sebenarnya dia tidak mau kalau sampai Cathy berbagi susu dengan Dewi.
"Cukup Vanessa, pikiranmu itu sudah berlebihan, bulan lalu saja kamu sudah membuang banyak uang dengan alasan kadaluarsa, kurang steril, padahal semua itu hanya akal-akalan mu saja. Lagian aku yang membeli semua kebutuhan di rumah ini, jadi aku yang berhak pada siapa aku berikan, Paham. Kenapa masih berdiri disitu?"
Dengan terburu-buru pelayan mengambil susu dan menyimpannya di kamar yang akan di tempati Wulan sesuai perintah.
Vanessa sudah tidak bisa berkata-kata lagi, di rumah itu dia cuma numpang. Abraham menikahinya karena kasihan dan belas jasa pada Riko, ayah Vanessa karena sudah menolong ayahnya dan berjanji akan membantu keluarga mereka apa pun yang mereka butuhkan nantinya.
Riko mendonorkan salah satu ginjalnya pada Reynold sebelum dia meninggal. Dua bulan kemudian Reynold ikut meninggal.
Sebelumnya Vanessa mengenal Abraham, Vanessa dulunya kuliah di luar negri. Bergaul dengan penduduk setempat dan terjerumus di dunia malam hingga hamil di luar nikah.
Demi menutup aib anaknya, Gina, ibu Vanessa datang pada Abraham menagih janji.
Awalnya Abraham menolak dan akan mencari solusi tapi Gina tidak mau. Di desak oleh keadaan akhirnya Abraham ikut juga dalam permainan mereka.
Melihat perlakuan spesial Abraham pada Wulan makin panaslah hati Vanessa.
"Silahkan tinggal di sini, tapi aku tidak akan membuat kalian hidup enak, akan ku jadikan hidup kalian disini bak di neraka." ucap Vanessa dalam hati dengan pandangan sinis.
Abraham mengajak Wulan ke kamar untuk beristirahat sekalian memberi susu pada Dewi.
Setibanya di depan kamar, Abraham mengajak Wulan masuk. Kamar yang cukup luas, dua kali lipat ukuran dari kamar Wulan sebelumnya.
Seorang pelayang sudah ada di dalam sana mempersiapkan segala kebutuhan Wulan dan Dewi.
"Apa aku boleh mengendong bayimu?"
Pelayan yang saat itu mengisi susu ke dalam botol sontak kaget mendengar ucapan Abraham. Selama ini Abraham tidak pernah sedikitpun memberi perhatian khusus pada Cathy. Jangankan menggendong, melihat wajah bayi itu saja bahkan tak pernah.
Dengan hati-hati sekali Wulan memberikan Dewi pada Abraham.
Bayi yang tadinya hanya diam seketika tertawa. Kedua tangan memegang wajah Abraham yang di tubuh bulu-bula halus.
Saking gemasnya Abraham mencium Dewi berulang-ulang kali. Dewi merespon dengan menggerak-gerakan tangan serta kakinya.
Setelah selesai menyiapkan segala sesuatunya pelan itu pun keluar.
Vanessa yang sedari tadi berdiri di balik pintu menarik tangan pelayan itu menuju kearah kamar.
Sebelum masuk, tampak Vanessa melihat ke kiri dan ke kanan. Setelah dianggap aman keduanya pun segera masuk.
"Tuti, Ambil ini."
Vanessa memberi bungkusan kecil pada pelayan itu. Sang pelayan mengusap bungkusan kecil tersebut dan memperhatikan dengan saksama. Dia tahu itu obat BAB khusus orang dewasa.
"Taburkan obat itu kedalam susu bayi sialan itu."
"Tapi bagaimana kalau sampai tuan Abraham tahu?"
"Dia tidak mungkin tahu, sekarang pergilah sebelum ada yang melihatmu disini. Jika kamu berhasil, aku akan memberimu modus bulan ini."
Pelayan itu mengangguk lalu pergi dengan cara mengendap- endap.
Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Kondisi kamar Wulan saat itu sepi. Hanya gemercik air terdengar dari arah kamar mandi dan Dewi yang sedang bermain diatas tempat tidur sambil menggerak-gerakkan kaki dan tangannya.
Tuti dan satu lagi temanya masuk membawa termos berisi air panas. Di letakkannya termos itu diatas nakas.
Menyadari kondisi aman, Tuti memberi kode pada temanya untuk segera mengambil botol susu serta memasukkan susu dan air sesuai takaran. Dikeluarkannya bungkusan dari saku bajunya lalu memasukkan kedalam botol berisi susu hingga habis tak tersisa.
Tuti mengocok susu dalam botol hingga tercampur
rata. Setelah dirasa cukup Tuti segera mendekat pembaringan.
"Wati, Kamu awasi perempuan yang ada dalam kamar mandi. Jika dia keluar segera beri kode padaku."
Wati mengangguk paham.
Vanessa yang sedari tadi mengintip di balik pintu tersenyum penuh bahagia. Dia yakin kalau kali ini Dewi pasti akan kesakitan setelah minum susu buatan Tuti.
Vanessa pergi setelah semua rencananya berjalan sempurna.
Sementara itu Tuti masih berjuang keres memasukan empeng kedalam mulut Dewi. Dewi terus saja berontak. Sepertinya bayi itu tahu kalau susu dalam dot berbahaya.
Saking jengkelnya, Tuti sampai membuka paksa mulut bayi itu.
"Minum tidak?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
N Wage
itu dewi berapa umurnya thor?
dalam pikiran aku baru lahir,masih dalam bedong.
2024-12-26
0
Astuti Setiorini
kasihan wulan dimana2 ada irang jahat...ayo bayi lawan itu pelayan jahat kasih pelajaran buat kapok ndk berani
2024-07-10
3