Mohon saran dan kritiknya...
°
°
°
Di rumah Jesi
“Teman-teman terima kasih atas kedatangannya. Di acara ini hanya untuk menyambut kepulangan Jesi dari rumah sakit dan juga untuk merayakan 3 tahun hari jadian kami sebagai sepasang kekasih dan kami akan bertunangan bulan depan," kata Dika dalam pidatonya di taman belakang rumah Jesi.
Ternyata sudah 3 tahun Dika dan Jesi sebagai kekasih dan akan bertunangan. Aku tak menyadari bahwa waktu begitu cepatnya datang. Waktu itulah yang memisahkan persahabatan kami. Terkadang aku merasa cemburu melihat kedekatan mereka berdua seperti waktu ini. Dika mencium kening Jesi dan mengucapkan kata cinta di hadapan teman-teman. Tak terasa air mataku menetes dan aku segera keluar.
“Apakah kamu masih mencintainya, Anna?" tanya Rendi tiba-tiba.
“Apakah ini yang menyebabkanmu tidak pernah bisa mencintaiku,” lanjutnya.
“Sudahlah, Ren. Jangan mengingat yang dulu lagi ” sahutku berusaha tegar meski hati tak bisa kubohongi.
“Tidak bisa, Na. Aku harus mengetahuinya.”
“Apa hakmu untuk mengetahui itu semua?”
“Karena aku masih mencintaimu sampai kapanpun. Sejak aku putus dengan Nita, aku tidak pernah bisa mencintai gadis lain selain kamu, Anna."
Aku terdiam mendengar Rendi mengatakan itu
“Anna,aku tahu kamu mencintai Dika sejak kita SMP. Mengapa kamu tidak pernah mengatakan hal itu?"
“Aku tidak mau hanya karena hal itu persahabatan kita jadi hancur, Ren.”
“Jadi kamu bertahan selama lima tahun memendam semua itu. Anna, aku tahu itu sangat menyakitkan buatmu tapi setidaknya biarkan Dika tahu perasaanmu.”
Bagaimana aku bisa mengatakan yang jujur jika di mata Dika hanya ada Jesi?
“Tidak Ren. Dika tidak boleh tahu tentang hal ini. Jangan biarkan dia tahu sesungguhnya.”
“Tapi, Anna …”
“Aku mohon, Ren jangan ada yang tahu tentang hal ini. Berjanjilah padaku.”
Rendi memelukku dalam dekapannya. Aku menangis.
“Iya Anna. Aku tidak pernah mengatakan pada siapapu.”
(Tanpa mereka sadari Dika mengetahui pembicaraan mereka)
*****
Hari ini acara yang special bagi Dika dan Jesi karena tepat sebelum kelulusan bulan depan mereka bertunangan sore ini. Acara yang membuat aku sakit dan perih di relung jiwaku. Saat Dika memakaikan kalung di leher Jesi tanpa terasa aku merasakan kehilangan ragaku. Aku seakan merasa cemburu dan sakit hati dan tidak bisa menerima kenyataan pahit ini. Aku meminta Rendi untuk mengantarkan pulang. Dalam perjalanan pulang kami hanya terdiam saja dan aku tahu Rendi pasti mengetahui hal itu.
Sudah hampir memasuki ujian skripsi tapi aku tidak pernah melihat Jesi di kampus. Kata temannya Jesi masuk rumah sakit lagi. Pantas saja Dika jarang ke kampus. Mungkin aku harus menjenguk Jesi di rumah sakit sepulang dari kampus.
“Kami tidak bisa menjamin kesembuhan Jesi, Pak,” kata seorang dokter di depan pintu kamar.
“Sel kankernya sudah menyebar kebagian tubuh yang vital. Kita hanya bisa berdoa saja," lanjut dokter itu.
“Pasti ada cara lain kan, Dok? tanya Dika mendesak.
“Iya Dok. Pasti ada cara yang menyembuhkan anak saya kan," kata ayah Jesi yang berusaha tegar.
“Maaf Pak. Kami sudah berusaha sebisa kami.”
Aku kaget mendengar percakapan mereka. Benarkah yang aku dengar? Aku tidak bisa melihat kesedihan yang dirasakan Dika apabila nyawa Jesi tidak tertolong.
“Mengapa kamu ke sini, Li," tanya Dika tiba-tiba, aku tak menyadari kedatangannya.
“Aku mau menjenguk Jesi, Dika.”
“Jesi tidak bisa dijenguk hari ini. Lain kali saja kau datang."
“Baiklah aku pulang dulu.”
Dika sudah berubah. Dia menjadi dingin dan ketus dalam setiap perkataannya.
“Anna …”
Aku tak memberinya jawaban hanya ulasan senyum.
“Kamu mau ke mana, Anna?"
“Aku mau pulang ,Ren."
“Loh kamu tidak menjenguk Jesi?”
“Kata Dika, Jesi tidak bisa dijenguk hari ini.”
“Ya sudah aku antar kamu pulang. Ayo masuk mobilku?”
“Ren, apa benar Jesi ada penyakit serius?” Aku bertanya pada Rendi, karena tidak tahu. Kukira hanya penyakit biasa saja.
“Kamu sudah tahu, Anna."
Aku menggangguk.
“Iya sejak kecil Mira sering sakit dan kata om kalau Mira tidak bisa bertahan lama hidupnya. Sudahlah jangan bahas itu lagi."
“Anna, kamu mau kerja di mana kalau udah selesai di wisuda."
“Aku mau ikut Budeku di Amerika. Aku mau ambil kuliah bisnis agar aku bisa melanjutkan bisnis keluargaku.”
“Wah tidak bosan kamu ya. Udah kuliah lama masih saja mau kuliah.” Rendi mengajakku bercanda.
“Aku tidak pernah bosan mempelajari sesuatu.”
“Wah hebat kamu."
“Kalau kamu?”
“Aku akan mengambil alih usaha ayah di Amerika.”
“Wah berarti kita bisa ketemu dong."
“Pasti itu. Nah kita sudah sampai rumahmu.”
“Kamu tidak mampir dulu, Ren?” tanyaku sebelum membuka pintu mobil.
"Bunda lagi masak pecak terong kesukaanmu, loh."
Rendi senang dengan masakan Bunda. Apalagi kalau kesukaannya.
“Lain kali saja. Salam buat tante, ya.”
****
Akhirnya besok adalah hari yang menentukan aku lulus ujian skripsi atau tidak tapi aku mendengar kabar dari Rendi bahwa Jesi sudah pergi untuk selamanya. Mendengar kabar ini aku menangis. Menangis bukan karena sainganku sudah pergi tapi menangis karena Dika selamanya tetap mencintai Jesi. Itu yang ia katakan padaku semalam.
“Li, maafin aku selama ini karena aku sudah tidak memedulikanmu lagi sejak aku bertemu dengan Jesi."
“Iya Dika. Aku tahu hal itu pasti terjadi apabila sahabat kita sudah punya pasangan," sahutku sambil tersenyum walau aku hanya tersenyum kecut.
“Terima kasih selama beberapa tahun ini kamu udah menjadi sahabat terbaikku. Li, aku pernah mendengar pembicaraan kamu dan Rendi waktu itu.”
“Yang mana, Dika?” Aku sungguh tidak paham maksudnya.
“Kamu jangan berbohong padaku, Li. Aku tahu sejak dulu kamu menyimpan perasaan denganku.”
“Kalau itu benar. Memang kenapa, Dika? Aku tahu kamu selamanya mengganggap aku sebagai sahabatmu saja tidak lebih dari itu. Aku mulai menyukaimu bahkan aku ingin memilikimu sejak kita masih kecil tapi aku tahu kamu tidak pernah membuka hatimu untuk aku. Aku bisa menerima hal itu asal kamu tetap di sampingku sebagai sahabatku walau kamu tak bisa kumiliki," jawabku pelan.
“Maafkan aku Li. Aku baru menyadari bahwa kamu mencintaiku tapi aku tak bisa, Li. Aku masih mencintai Jesi walau mungkin nantinya Jesi sudah tidak ada di sampingku. Kenapa kamu tidak membuka hatimu untuk Rendi, ia sangat mencintai kamu.”
“Iya aku tahu Dika tapi aku tidak bisa membuka hatiku untuk orang lain.”
“Sekali lagi maafkan aku, Li."
“Kamu tidak perlu mengatakan hal itu, Dika. Dika, apabila aku tidak pernah menjadi sahabatmu apakah kamu bisa mencintaiku seperti kamu mencintai Jesi?”
“Mungkin saja, Li."
Untuk terakhirnya Dika memelukku dan berlalu pergi meninggalkan aku dengan berurai mata. Seminggu lagi aku akan berangkat ke Amerika melanjutkan kuliah dan melupakan semua kenangan di sini.
“Kamu, sudah berbenah, Li” tanya Bunda di kamarku.
“Sudah, Bunda. Bunda,maafkan Lili karena Lili meninggalkan Bunda sendiri."
“Eh…kamu bicara apa sih? Bunda tidak apa-apa kok sayang. Kan ada tante Rini mau tinggal di rumah Bunda."
Aku tersenyum dan memeluk Bunda.
“Besok kamu mau kemana dengan Rendi?”
“Biasalah Bunda mungkin kita hanya makan saja.”
‘Li, kemarin malam Bunda mendengar pembicaraanmu dengan Dika. Jangan memaksakan diri untuk mencintai orang yang tidak mencintai kita. Itu sangat menyakitkan."
“Iya Bunda, Lili tahu itu. Mungkin Lili akan belajar mencintai orang lain.”
“Belajarlah mencintai orang lain, Sayang.”
Bunda memelukku dalam dekapannya, aku merasakan kehangatan di pelukan Bunda.
Besok aku akan berangkat ke Amerika bersama Rendi. Sebelum itu aku menitipkan surat untuk Dika melalui sahabatnya, Jo.
*Dear Dika sahabatku
Dika,setelah kau membaca surat ini. Mungkin aku sudah meninggalkan Indonesia entah sampai kapan aku bisa bertemu denganmu lagi. Benar katamu aku akan tetap menjadi sahabatmu sampai kapanpun juga. Aku tidak bisa memaksamu untuk mencintaiku sama hal dengan dirimu. Mungkin aku akan belajar mencintai Rendi seperti kau katakan padaku malam itu. Aku tidak tahu apakah aku bisa mencintai Rendi tapi aku akan terus belajar mencintainya. Aku tahu kamu tidak pernah bisa membuka hatimu untukku tapi kebersamaan kita yang sudah terjalin lama biar itu aku simpan dalam hatiku walau dirimu tak pernah bisa kumiliki.
Sahabatmu
Lili*….
Dan aku melangkah menatap masa depanku.
\=Bersambung\=
Ayo beri vote dan komennya untuk dukungan author. Terima kasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Mulyanthie Agustin Rachmawatie
Pilu rasa nya ttg Liliyana....😢
2023-01-07
0
Khanza
menarik
2021-07-14
0
🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳Simple Hayati
like datang thor...
2020-09-18
1