Pesan terakhir Maria

“BUNDAA!” teriak Dara histeris.

Dara berlari menghampiri Bundanya, pasalnya tadi ia pamit kekamar mandi, tapi apa yang dia lihat? tubuh Maria bersandar dipangkuan Bram.

Dada Maria kembang kempis menahan sakitnya tembakan tersebut tepat mengenai dada. Akankah Maria bisa selamat? kayaknya itu adalah hal paling mustahil sebab, Maria mau mengatakan kata perpisahan untuk terakhir kalinya.

“Bu-Bunda? jangan tinggalin Dara, hikss ...!” raung Dara, sambil mengelus wajah cantik Bundanya.

Galang?

Galang hanya mematung melihat Dara, sekaligus teman sekolahnya yang sering ia bully, ternyata Anak dari perempuan yang merebut Ayahnya.

Tangannya mengepal kuat, menatap tajam Dara dari ambang pintu.

‘Cihh! rupanya anak pelakor itu kamu Dara! lihat, ini tidak akan cukup untuk membayar rasa sakit hati yang dialami Ibu saya!.’ Galang membatin, rupanya ia lupa akan kesalahan fatal yang ia buat sendiri.

Bram ingin sekali berdiri untuk memberi pukulan kepada Anaknya, nyatanya omongannya kemarin dulu itu benar-benar terjadi.

Niatnya memukuli Galang ia urungkan, untuk saat ini Maria membutuhkan tanganan medis. Bram mau menggendong Maria, tapi Maria menyentuh dada bidang Bram sambil menggelengkan kepala.

“Jangan, Mas. A--ku a-akan pergi,” kata Maria.

Wajah yang tadinya berseri-seri, itu menjadi pucat pasi dengan bibir bergetar mengatakan sesuatu.

Maria masih sempat tersenyum kearah Galang, serta Putrinya yang terlihat sangat sedih.

“Bu-Bunda jangan ngomong gituuu.” Dara tak mampu menahan sesak Didada yang begitu menghimpitkan udara masuk.

Sungguh kejadian ini membuatnya begitu syokk. Dara hanya bisa menangis seraya menggenggam tangan Maria yang juga menggenggam tangannya.

Maria tersenyum, “Bu-Bunda minta, jangan kamu bolos sekolah yah. Jangan pernah meninggalkan kewajiban mu sebagai muslimah, Nak. Ohh yah, jangan pernah menyalahkan siapapun tentang kejadian ini.”

Hahh?

Bisa-bisanya Maria mengatakan seperti itu? hanya seorang Ibu sejati yang tahu tentang perasaan Anak, walaupun dia bukan Anaknya. Seorang Ibu tahu betul, semua yang terjadi hanyalah kesalah pahaman Galang kepadanya. Biarlah waktu yang akan menjelaskan, kalau dia tidak merebut laki orang.

Ini juga adalah resiko setiap jalan yang diambil dengan tidak sukanya seorang Anak, dan Anak akan memperjuangkan egonya.

Dara yang mendengar ucapan Maria itu hanya menggeleng. “Tidak! Bunda jangan tinggalin Dara, hikkss ...! Bunda tahu, Dara tidak punya siapa-siapa kecuali Bunda. Bu-Bunda tetap disini, Bunda tidak akan pergi kemana-mana, 'kan?”

Maria meneteskas air matanya sambil berusaha tersenyum, agar Dara tidak mengetahui kalau ia sedang kesakitan.

“Hmm, Bunda tidak bisa janji sayang.” Maria menyentuh pipi Dara dan menghapus air mata putrinya.

“To-tolong, jaga Dara Mas. Walau kita belum sah menjadi suami istri, tapi aku titip Dara. Hanya kamulah satu-satunya yang bisa membantu Dara,” kata Maria, kepada Bram.

Bram juga ikut meneteskan air matanya, ternyata ini sangatlah sakit! sakit melihat kasih Ibu kepada Anak yang ia cintai. Jujur, ia sangat sesak melihat Dara yang tidak mau Maria pergi, dan ini adalah ulah Putranya yang keras kepala nan egois itu tega memisahkan Ibu dan Anaknya.

“Maria, aku akan menjaganya seperti Anakku sendiri. Jangan khawatir, aku akan memberikan pelajaran kepada Galang, dan membuatnya masuk penjara!” ucap tegas Bram.

Yahh, dia tidak perduli itu Anaknya sekalipun! kejahatan, tetaplah kejahatan, tidak ada yang mencegah keadilan bukan?. Kejahatan tepat didepan mata itu akan membuat Galang mendekam dipenjara.

Maria menggeleng haru, “Jangan, Mas. Mungkin ini sudah takdirku akan secepatnya pergi. Tuhanku sudah merindukanku, makanya aku pergi lebih dulu.”

“A-aku berharap, biarpun pernikahan kita gagal, semoga Anak-anak kita tidak akan gagal untuk dipersatukan!” ujar Maria.

Bram mengangkat pandangannya kearah depan, dimana Galang masih disitu layaknya sedang menonton sebuah Film.

“What? gila ni orang! bisa-bisanya ia sekarat masi membicarakan aku dan anaknya!. Dihhh, amit-amit.” Galang langsung melenggang pergi, berasa tidak membuat kesalahan sedikitpun.

Dara?

Dara hanya bisa diam sambil mendengarkan ucapan Maria.

“Galang Pratama, bukan sih?” gumam Dara.

‘Kalau memang iya? berarti dia yang sudah menembak Ibuku?’ tanyanya dalam hati.

Tangan Dara berubah dingin, saat bayang-bayang dirinya di bully itu sangat jelas dalam ingatan. Ia tak pernah lupa kalau Galang Pratama adalah Kakel yang sangat ganas. Bahkan hujatan-hujatan itu sangat nyaring terdengar di telinganya, rupanya Galang bukan hanya bisa membuly, tapi menghilangkan nyawa bidadari surganya.

“Bundaa ...,” panggil Dara lirih.

“Hmmm. Dara anak yang pintar, jangan berlarut-larut dalam kesedihan, yah? Dara harus bisa berdiri sendiri untuk sukses. Ingat, Bunda akan bahagia nantinya diatas sana. Jadilah perempuan yang tegar! hehe.” Lagi-lagi Maria berkata sambil terkekeh.

“Hikss ...! aku tidak bisa setegar itu Bunda.” Dara menunduk, air matanya juga mengalir dengan deras, bagaikan sungai yang terus mengalir menghanyutkan kenangan.

Tampa Maria terdiam sambil menatap langit-langit. Bibirnya berucap syahadat sebelum ia menutup matanya.

Dara terlihat kaku ditempat, ini rasanya seperti mimpi. Mimpi buruk yang sekarang ia dalami. Tangannya terulur mencubit pipi tembemnya.

Akhh!

Tidak, ini tidak mimpiii!!

“BUNDAAA!” teriak Dara, seraya menghambur memeluk tubuh Maria.

Para Ustadz yang ikut hadir sebagai penghulu dan para saksi tadi langsung diamankan anak buah Bram. Setelah penembakan itu, Anak buahnya sudah memberi tempat untuk para saksi dan penghulu, takut Galang berbuat nekad lagi.

~Satu minggu kemudian~

Sudah pukul delapan pagi, tapi Galang masih tertidur nyenyak diatas kasurnya. Dengkuran halus itu bertautan membuat melodi yang sangat indah.

Hiss indahh nggak tuh?

Sedangkan diluar Bram sudah rapi dengan jaz kantornya berwarna hitam. Dirinya sudah siap untuk pergi kekantor, tapi Anaknya Galang belum berisiap. Ini hari Senin, masa murid bangung jam 12 siangg.

“Bik, bangunin Galang, ini sudah terlambat untuknya!” pinta Bram.

Mbok Minah mengangguk hormat. “Siap, Pak Bos!”

Bram mengangguk segera pergi, tapi langkahnya mundur mendekat kearah Mbok Minah.

“Ohh yah Mbok, nanti bilangin sama Galang kalau saya mengajaknya makan malam bersama diluar, di Restoran saya yah. Katakan saya menunggunya jam 20.00.” Dibalas anggukan Mbok Minah kepada Bram.

“Baik Bos, saya segera menyampaikannya pada Tuan Muda.”

Bram melangkahkan kakinya keluar. Dirinya masuk ke mobil tersebut, serta menancap gas.

Terik sinar matahari begitu menghangatkan tubuh yang kurang sinar. Berbeda dengan Dara yang sudah mulai gelisah ditempat, ia merasa begitu lama untuk upacara saat ini. Dimana sekarang Upacara terpanjangsih menurut Dara.

Tubuh kurang tidur itu tidak mampu berlama-lama untuk berdiam diri dibawah terik. Keringat dingin sudah membanjiri wajah canti Dara.

Bruk!

Alhasil Dara langsung tersungkur ditanah. Seketika upacara yang tadinya tertib, kini sebagian bubar memba Dara ke UKS.

Sedangkan dari gerbang, diatas sana sudah ada Galang yang memanjat Gerbang yang sudah terkunci.

“Galang-Galang, jangan sok nakal luhh!” cibir Galang kepada dirinya sendiri.

Padahal Upacara masih berlanjut, Galang acuh tak acuh berjalan santai di koridor sekolah. Matanya melongo melihat Dara yang sudah digendong Pria, namanya Arya sang ketua osis.

Galang hanya melirik Dara yang didalam gendongan laki-laki.

“Gini, nih! katanya paham Agama tapi berdekatan seperti ituu!” kata Galang, sambil menaikkan alisnya sebelah.

Foto visual Aldara Sonia Putri

Foto visual Galang Pratama

...****...

...Lanjut nggak?...

Terpopuler

Comments

dzaky

dzaky

Intrik yang kuat!

2024-07-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!