Hari H pernikahan kami sudah semakin dekat, persiapan pernikahan kami pun sudah dimulai, dan hari ini rencananya akan ada pemasangan tenda dan dekorasi dirumah kami.
Karena kami menikah bukan didalam gedung dan tidak menggunakan wedding organizer, jadi semuanya aku dan keluargaku sendiri yang mengurusnya.
"Ki, Ibu sama Ayah mau ambil pesanan bahan makanan di Pasar, dan mulai hari ini kamu sudah dipingit ya, nggak boleh kemana-mana." Ucap Ibuku sambil membawa tas belanjaan yang cukup besar, karena nanti malam Ibuku sudah mengundang warga sekitar untuk membantu masak nasi kenduri nantinya.
"Masak pingitnya sampai tiga hari Bu?" Protesku dengan bibir manyun, seolah tidak terima ada ritual dari jaman dahulu kala.
"Emang biasa begitu adatnya, lagi pula nanti ada tukang Tenda, kasihan juga kalau nggak ada yang buatin minuman dan cemilan." Jawab Ibuku kembali sambil menenteng tas miliknya dilengan kirinya.
"Tapi Bu?"
Aku mulai resah karenanya, bukan masalah Tukang Tendanya, tapi karena bagiku terlalu sulit menahan rindu, sehari saja tak bertemu Mas Kaisar rasanya sudah seperti Sewindu.
"Apalagi Kidung Kinanti? kalau mau pernikahan kamu lancar, dengerin kata Ibu, kamu nggak boleh kemana-mana, ngerti?"
Dan jika Ibuku sudah memanggilku dengan nama yang lengkap, itu tandanya beliau sudah mulai menipis kesabarannya.
"Ya udah deh Bu."
Aku memang sering dengar kata Pingit sebelum hari pernikahan, terdengar gampang, namun ternyata jika kita sudah mengalaminya sendiri terasa sulit, karena saat menjelang hari H, ada saja persiapan sepasang calon pengantin yang ternyata belum terselesaikan sepenuhnya.
Kring
Ponselku seketika berdering dan tanda hati berwarna merah itu muncul dibelakang nama seseorang, yang selalu membuat kedua sudut bibirku tertarik dengan sempurna.
"Hallo Mas, lagi ngapain ini?" Sapaku dengan gaya manjaku, karena katanya cowok suka gadis yang suka bermanja-manjaan dengannya.
"Aku sudah dijalan depan Rumahmu Dek, motorku nggak bisa masuk, ada Truk Tenda yang menghalangiku ."
"Cie, menyala calon suamiku! Tapi kangennya bisa disimpen nanti aja nggak Mas, soalnya kata Ibu aku sudah dipingit."
Aku pikir kekasihku pun akan merasakan hal yang sama denganku, jadi aku percaya diri sekali mengatakan hal itu.
"Bukan soal kangen, tapi ini masalah baju, katanya baju pengantin yang kita pesan tiba-tiba hilang dan kita disuruh datang kesana lagi untuk memilih model dan ukuran baru."
Tapi ternyata bukan kata rindu, tapi masalah lagi yang datang, bahkan itu hal yang penting bagiku, karena baju pengantin biasanya menjadi topik utama yang dibahas dalam sebuah pernikahan.
"Hah, kok bisa sih Mas, ini kan sudah hampir hari H?"
Padahal masalah baju Pengantin sudah aku bereskan langsung setelah niatan Mas Kaisar untuk melamarku saat itu, tapi kenapa katanya tiba-tiba hilang, aneh sekali bukan?
"Makanya buruan, ayo kita kesana."
"Tapi---"
Aku sedikit ragu, karena kata Ibu aku sedang dipingit, dan kalau nekad pergi katanya bisa pamali atau banyak kejadian buruk yang tiba-tiba datang menerpa, namun itu hanya berlaku bagi orang yang percaya menurutku.
"Sebentar aja, setelah itu kita langsung pulang, okey?"
"Ya udah, tunggu sebentar."
Mau nggak mau aku terpaksa pergi, karena baju pengantin itu sangat penting untuk hari istimewa bagiku, karena bagiku moment itu hanya sekali seumur hidup, jadi harus sempurna walau hanya sederhana.
"Mau kemana Mbak, buru-buru banget?" Entah darimana datangnya, tiba-tiba Irma muncul dihadapanku, setiap harinya dia memang nggak bisa duduk diam didalam rumah, selalu saja kelayapan kemana-mana.
"Mau ke Salon pengantin, kamu jaga rumah ya, ada tukang Tenda tadi baru datang."
"Ikut Mbak, aku mau buat Vlog disana." Dia langsung mengeluarkan ponsel yang selalu dia bawa kemanapun ia pergi.
"Nggak, aku sedang buru-buru, itu sudah ditunggu Mas Kaisar!"
Aku tidak sempat meladeni rengekan dari Irma yang selalu heboh dalam hal apapun yang bisa dijadikan konten.
"Bang Kaisar, aku boleh ikut ya?" Namun sifat Irma jika sudah punya keinginan akan sulit untuk dihentikan.
"Boleh."
Dan yang selalu membuat aku heran, Mas Kaisar itu selalu saja mengiyakan apapun ucapan Irma, bahkan dengan senyuman.
"Wah motor Abang baru ya?"
Mata Irma langsung berbinar saat melihat motor gede yang Mas Kaisar naiki saat ini.
"Ini motor saudaraku." Jawab Kaisar dengan jujur, karena setahuku motor miliknya memang tidak sebagus itu, hanya motor matic biasa saja.
"Boleh coba nggak, aku pengen banget nge-vlog sambil naik motor ini." Irma mulai bertingkah, apalagi dengan sesuatu yang mewah.
"Nggak usah ribet Dek, kami sedang buru-buru ini." Ingin sekali aku jitak kepala adikku itu, namun aku sedang malas untuk ribut.
"Apa sih Mbak, demi konten ini, demi cuan juga." Lagi-lagi hanya itu saja alasannya.
"Ya sudah pakai aja Irma, motor kamu ada dirumah kan, biar aku sama Mbakmu naik yang itu saja." Jawab Mas Kaisar dengan santainya.
"Gimana aku mau ngonten kalau harus bawa motor segede ini? aku mau bonceng aja lah." Dengan tak tahu malunya Irma langsung nangkring diatas motor gede itu.
"Nggak usah ngaco deh Irma, jadi aku sama siapa? aku tuh belum punya SIM, dan aku masih takut naik motor dijalan raya sendirian."
Aku memang bisa naik motor, tapi belum begitu lancar, palingan cuma pergi ke Warung doang, belum pernah berani lewat jalan raya yang besar.
"Kalau begitu Mbak nggak usah ikut deh, lagian Mbak juga lagi dipingitkan?"
Dan itulah Irma, selalu mau menang sendiri, tak punya rasa malu, padahal pria yang ada didepannya itu adalah calon suamiku bukan calon suaminya.
"Gila kamu ya, aku tuh mau ukur baju di Salon, sudahlah kamu nggak usah ikut, bikin ribet aja." Kesabaranku mulai habis, aku tarik saja lengan Irma dengan sedikit kasar.
"Aku bilangin Ibu kamu ya!" Ancam Irma yang tidak mempan untukku, bodo amat pikirku.
"Sudahlah Dek, jangan kasar begitu, kalau memang kamu dipingit biar Irma aja yang ikut, lagian tubuh kalian ukurannya nggak jauh beda, nanti biar Irma saja yang cobain."
Lagi-lagi dadaku terasa sesak, ada apa dengan Mas Kaisar, kenapa dia selalu tidak memihakku jika ada Irma disana, terkadang terbersit satu hal, Dia atau Aku?
"Nggak mau, orang aku yang mau nikah kok!"
Tapi aku selalu kembali menepis segala prasangka burukku, karena jelas-jelas yang Mas Kaisar lamar adalah aku, lagi pula Irma masih terlalu dini, jadi wajar saja jika dia tidak mau mengalah pikirku.
"Hei, ada apa ini? Kidung Kinanti, kamu tahu nggak artinya dipingit itu apa?"
Tiba-tiba suara Ibuku sudah melengking dari arah jalan setapak dengan membawa barang belanjaan yang menumpuk.
"Tapi ini hal mendesak Bu, aku harus ke Salon buat ukur baju."
"Aku saja yang bantuin Bu, sekalian mau buat Vlog disana, tadi Mbak Kiki itu sudah aku bilangin, tapi ngeyel." Irma selalu pandai mencari pembelaan diri.
"Ya sudah, biar Irma saja yang pergi, nanti kamu bisa lihat dari ponsel, ayo cepat masuk, kamu itu belum boleh bertemu langsung dengan calon suamimu Ki dan nggak boleh pergi kemana-mana." Dan sudah bisa aku tebak, Ibu pasti akan meng-iyakan saja apapun kemauan dari Irma.
"Tapi Bu, aku kan--"
"Sudah kamu masuk sana, dan kalian berdua kalau sudah selesai cepat pulang ya, jangan mampir kemana-mana." Ibu seolah nggak mau tahu, dan kembali teralihkan dengan barang belanjaannya yang banyak, aku maklum, mungkin pikiran Ibuku pun sedang kalut, namanya juga mau hajatan yang pertama, jadi wajarlah.
"Argh, ini gimana lagi konsepnya!"
Emosiku benar-benar diuji saat ini, apa memang seperti ini lika-liku persiapan menjelang hari pernikahan, karena kata orang memang selalu saja ada ujian-ujian kecil yang akan menerpa sebelumnya,walau mungkin ujian kali ini tanpa acara kelulusan.
Brak
Tiba-tiba saat aku berjalan cepat menuju kedalam rumah, tiba-tiba tubuhku terbentur sesuatu.
Grep
Dan ternyata tubuhku kini jatuh kedalam pelukan seorang pria, karena dia menangkapku saat keseimbanganku mulai limbung dan akan jatuh.
"Astagfirullahal'azim, Mas kalau jalan lihat-lihat dong?" Saat melihat tatapan matanya aku tersadar, bahwa dia bukanlah muhrimku jadi aku segera bangkit dari pelukannya dan pura-pura risih, padahal nyaman juga tadi rasanya, merasakan pose layaknya drakor kapan lagi pikirku.
"Maaf mbak, tapi kayaknya kebalik deh." Jawabnya dengan senyum yang terlihat menyebalkan sekali, karena entah mengapa semua orang terlihat sangat menyebalkan dimataku saat ini.
"Apanya yang kebalik, bajuku udah bener kok, sandalku juga, lihat lah?" Dengan gilanya aku memamerkan sendal jepitku yang sudah buluk itu, karena tadi terlalu terburu-buru dan lupa ganti sendal.
"Mbaknya yang jalan nggak lihat-lihat, saya dari tadi berdiri disini megang-in tangga, kalau saya jalan-jalan bisa jatuh lampu dekorasi kami yang baru dipasang." Dia menunjuk rekannya yang sedang sibuk memasang lampu hias ditengah-tengah Tenda.
Kalau dipikir-pikir benar juga, aku tadi yang terlalu emosi dan tidak memperhatikan jalan.
"Ck, entahlah! Kenapa hari ini semua orang terasa menjengkelkan." Emosiku kembali meledak-ledak dan karena sudah malu, jadi aku memilih untuk berlari masuk kedalam rumah saja.
"Jangan marah-marah Mbak, nanti jodohnya jauh loh?" Teriak tukang Tenda tadi yang sengaja meledekku.
"Sembarangan aja kalau ngomong, udah pasang tenda yang bener, pakai pidato segala lagi, nggak tahu apa orang lagi kesal." Dan aku masih sempat kembali menoleh untuk meladeni omongannya.
"Yaelah, lagi PMS kayaknya tu mbaknya, atau mungkin dia jomblo akut yang kurang kasih sayang jadi bawaannya emosi." Terdengar samar-samar dia mulai mengutukku.
"Hus, anda ini Bos, dia itu calon pengantin wanitanya." Pria yang sedang memasang lampu itu turun dan memberitahunya, karena dia sudah tahu aku duluan dan bertemu saat sedang mengecek lokasi pemasangan Tenda.
"HAH?"
Pria nggak jelas itu sedikit tersentak, entah apa yang ada didalam pikirannya, apa yang salah jika aku yang jadi pengantinnya pikirku.
"Dih, makan tahu didepan Penghulu, malu nggak tuh!" Umpatku sebelum aku benar-benar masuk kedalam Rumah.
Ingin sekali rasanya aku lempar sendal saja itu mulut, yang asal saja kalau lagi ngebacot, ingin juga aku balas sumpah serapahnya, namun aku tidak mau membuat keributan dengannya, karena aku juga sangat membutuhkan jasanya sebagai Tukang Tenda, karena tanpanya acara pernikahanku bisa kacau juga, mana sekarang cuaca sedang tak menentu, kadang panas, kadang hujan, apa kabar tamu-tamuku nanti jika tanpa Tenda, jadi aku hanya bisa meredam emosiku dan kembali sabar.
Karena baik buruknya seseorang tidak bisa hanya dilihat dari sampulnya saja, yang paling penting jangan berhenti berusaha menjadi baik, karena kita tidak tahu persis, entah kebaikan yang mana yang akan menyelamatkan kita suatu hari nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈
dari awal bertengkar nanti malah jodoh hehehe
2024-07-03
1
Anik Trisubekti
Sepertinya si Bos tenda yang akan jadi jodohnya Kinanti 🤭
2024-06-30
1
Wisang Geni
mantap bgt nih kata2 nya kak othor, menyala othor ku 🔥🔥😍😘😘😘
2024-06-28
2