5.Kucing Garong

Tiada hari yang paling dinanti bagi gadis seumuranku, yang terbilang sudah tak lagi muda, selain dengan sebuah mahligai yang indah yaitu pernikahan.

"Mas, kamu tampan sekali."

Aku benar-benar kagum melihat ketampanan calon suamiku saat ia sudah terlihat rapi menggunakan setelan Jas berwarna hitam, kharismanya benar-benar keluar saat ini, bahkan seolah ingin sekali aku pamerkan ke seluruh permukaan bumi, bahwa 'ini loh pria kesayangan aku'.

"Hmm, terima kasih Dek."

Dia tersenyum dengan sanjunganku, tapi kedua matanya seolah sedang mencari-cari sesuatu yang tak bisa aku tebak kemana arahnya.

"Cari siapa sih Mas?"

Sebenarnya ingin sekali aku menanyakan dengan detail, namun aku tidak mau terlalu banyak pikiran, aku hanya ingin fokus dalam sesi sakral kami saja nanti.

"Enggak, aku hanya--"

Ucapannya terputus seperti layangan yang hilang kendali karena terbawa angin saat terdengar suara yang memanggil kami.

"Calon Pengantin pria dan wanita, apa sudah siap? Pak Penghulu sudah datang."

"Mas, apa perlu sesuatu dulu sebelum ijab kabul?" Aku ingin semua berjalan lancar tanpa halangan satu apapun, karena ini adalah salah satu moment impianku, menikah dengan seorang pria yang aku sayangi dan ketampanan adalah bonus terbesar untukku, jadi aku ingin Mas Kaisar merasa nyaman tanpa ada yang mengganjal dipikirannya.

"Nggak kok, ayo kita bersiap saja."

Ingin rasanya aku memeluknya saat ini, berharap bisa memberikan ketenangan atas kegusaran sebelum acara dimulai, namun aku malu, andai dia yang meminta duluan, sudah pasti aku melebarkan kedua tanganku kearahnya dengan senang hati.

"Yakin Mas, dari pada nanti nggak konsentrasi lebih baik mundur sebentar nggak papa, mereka pasti ngerti."

Aku tahu, semua calon pengantin pasti gugup, aku yang nantinya hanya duduk diam dan menanti malam pertama saja sekarang cemas, apalagi Kaisar yang nantinya akan mengucap kata-kata ikrar yang sangat sakral itu.

"Iya."

Namun dia hanya menjawabku sekecap saja, bahkan tanpa menoleh kearahku, tapi aku paham dan selalu mencoba mengerti.

Wussssss!

Dan tiba-tiba saat kami ingin bersiap melaksanakan prosesi ijab kabul, angin kencang datang menerpa dari arah yang tak pernah kami duga sama sekali, lalu seketika mengoyangkan kain-kain tenda yang awalnya sudah terpasang dengan rapi.

"Mbak sepertinya kita tunda saja dulu acaranya ya, anginnya kenceng banget." Salah satu saudaraku yang bertanggung jawab atas rangkaian acara pernikahan kami langsung berlari mendekat dan berbisik kearahku.

Gubrak!

Belum sempat aku menjawabnya, namun atap Tenda untuk penjaga tamu kami tiba-tiba sudah terbuka bagian atasnya, sehingga menimbulkan sedikit kericuhan didepan sana, karena air hujan mulai turun membasahi bumi dan tentu saja membasahi gaun cantik saudara-saudaraku yang duduk sebagai penerima tamu.

"Astagfirullahal'adzim, ada apa ini? Apa dosaku terlalu banyak Tuhan, kenapa seolah Engkau mengujiku begitu berat dimoment bahagiaku ini?"

Air mataku pun turut jatuh membasahi bumi dalam kepanikanku, saat mengingat satu persatu kejadian yang menimpaku, cuaca diluar memang tidak cerah, namun tidak seburuk ini tadi awalnya, bahkan suasana saat ini sedikit rusuh, karena mereka semua ikut sibuk membantu memegangi tiang tenda dan yang lainnya agar tidak roboh.

"Ki, dimana kamu simpan celana dalammu?" Suara Ibuku tiba-tiba melengking kearahku, dari raut wajahnya beliau terlihat sangat kacau sekali.

"Hah, kenapa? Ada apa dengan celana dalamku?" Aku yang panik tentu saja tidak berpikir panjang, apalagi tentang celana dalam pikirku.

"Cepat ambilkan dulu, agar hujannya cepat reda."

Ibuku sudah menyingsingkan kebayanya dan berlari kearahku, dengan sesuatu hal yang membuat mulutku terngaga, karena menurutku sekarang bukan waktunya acara komedi yang membahas hal-hal begituan pikirku.

"Tapi untuk apa Bu?" Aku masih mencoba mencari penjelasan tentang hal itu.

"Cepat ambil sana, jangan banyak tanya."

"Baiklah."

Akhirnya aku menuruti saja kemauan Ibuku daripada panjang nanti urusannya, dan segera berjalan menuju kearah kamarku, namun saat tanganku baru saja memegang handle pintu kamarku, terdengar suara samar-samar dari kamar adikku yang ada disebelah kamarku.

"Aku nggak mau Bang."

"Tapi Dek--"

Kedua alisku langsung menyatu seketika, karena aku kenal betul dengan kedua suara manusia didalam sana, apalagi pintu kamar itu sedikit terbuka.

"Bang, cepat keluar sana, nanti ada yang curiga dengan kita."

"Aku tidak perduli Dek, suasana sedang ricuh sekarang, kalau kamu bilang 'iya', aku akan membatalkan pernikahan ini dan akan menikah dengan kamu saja nanti."

Duar!

Andai ada seribu bom meledak bersamaan dihadapanku saat ini, tidak ada bandingannya dengan keterkejutanku saat mendengar perbincangan antara dua insan manusia yang tak lain adalah adikku dan calon suamiku sendiri.

"Aku tidak mau menikah Bang, popularitasku sedang naik, apa kata mereka jika aku menikah apalagi dengan calon kakak iparku sendiri."

"Tapi kita sudah melakukannya tadi malam dibelakang rumah Irma, ayolah sayang."

Bruk!

Seketika kedua lututku terasa kelu, hingga tak mampu menumpu beban tubuhku, aku ambruk dilantai dengan kedua tanganku yang terus membungkam mulutku, walau ingin sekali aku berteriak dan bertanya, apa yang sebenarnya kalian lakukan semalam?

"Kamu yang maksa Bang!"

"Tapi kamu yang menggodaku bukan?"

"Aku tidak menggodamu, aku hanya---"

Pyar!

Karena terlalu terkejut kedua tanganku seolah lepas kendali saat mendengar keributan dari suara mereka, maksud hati aku ingin merangkak masuk kedalam kamarku, namun tanpa sadar baju kebayaku nyangkut di Vas bunga yang ada disamping tubuhku.

"Ki-kiki?"

Kaisar langsung keluar dan disusul oleh Irma dibelakangnya, entah kapan pria yang begitu aku sanjungi itu ada disini, karena seingatku tadi ada bersamaku, namun dalam sekejap mata dia sudah menghilang begitu saja dalam pandanganku.

"Mbak?"

Dan wajah itu tiba-tiba membuat aura kebencianku seolah berkumpul dan akan meledak seketika.

"Se-sejak kapan kalian bermain dibelakangku?" Hanya itu yang mampu keluar dari mulutku saat ini karena memang tidak pernah sedikitpun terlintas dipikiranku akan hal gila ini.

"Aku bisa jelaskan semuanya Ki."

Kaisar mulai mengeluarkan pembelaan, namun rasa sayangku seolah sudah berubah seketika menjadi kata 'Muak' saat ini.

"Diam disana, jangan mendekat kearahku!" Aku masih belum bisa percaya, apalagi hal ini aku ketahui menjelang detik-detik pernikahan.

"Tapi mbak--?"

Dan saat itulah otakku seolah flashback dengan rentetan kejadian janggal yang aku rasakan tadi malam.

"Apa benar kamu sudah melakukan hal gila itu dengan pria ini?"

Bahkan seketika aku merasa jijik sendiri untuk memanggil Kaisar sebagai calon suamiku, demi apapun itu aku berfikir ini hanya mimpi buruk semata.

"Mbak, aku hanya--"

Namun wajah Irma seolah tidak menyangkalnya, membuat pikiranku campur aduk tak karuan rasanya.

"Cukup katakan saja Ya atau Tidak!" Ucapku dengan tegas, aku tidak mau terpengaruh dengan rengekan dari Irma seperti yang sudah-sudah.

"Kiki, kita bisa bicarakan ini pelan-pelan saja ya." Kaisar kembali maju satu langkah kearahku dengan raut wajah yang terlihat berubah.

"Tutup mulutmu, jangan pernah membelanya didepanku!" Tapi aku langsung menghentikannya.

"Tapi mbak?"

"CEPAT JAWAB IRMA! Atau kamu mau aku membeberkan hal ini dikanal media sosialmu!" Aku yakin hanya inilah ancaman yang mampu membuat diri seorang Irma merasa ketakutan didalam hidupnya.

"Jangan mbak!" Kini keringat didahinya mulai mengucur deras, tapi aku tidak perduli.

"YA atau TIDAK!" Tanyaku kembali dengan suara yang cukup keras.

"Ya."

Akhirnya dia mengakuinya, ingin rasanya aku menyangkal semua ini, bahkan aku masih berharap ini hanya sebuah ilusi atau mimpi, namun sayang sekali, suara ibuku kembali menyadarkan aku dari luar sana dan kini duniaku terasa gelap gulita.

"Ki, mana celana dalammu, kenapa lama sekali, Ibu mau lempar keatas genting biar hujannya reda!"

Bodo amat Bu, mau hujan badai atau Atta halilintar datang sekalipun, aku memilih pasrah saja.

"Astaga Ibu."

Saat aku seakan sudah menangis darah, tanpa disangka Ibuku masih ribut dengan cerita celana dalamku, tanpa tahu keadaan hatiku yang kini sudah hancur tak bertepi, entah apa yang akan terjadi selanjutnya, aku bahkan tidak bisa membayangkan kekacauan seperti apa lagi yang akan muncul saat Ibu tahu akan semua kenyataan pahit ini.

"Hiks.. hiks, jadi suara kucing itu?"

Tangisanku tiba-tiba pecah, aku tak lagi menghiraukan permintaan dari Ibuku, saat mengingat suara aneh dibelakang kamarku, dan aku pun semakin sadar betapa bodohnya aku yang mudah tertipu oleh semuanya, dan kini bayangan dari adegan-adegan kucing garong beternak pada malam itu mulai muncul menghantui pikiran polosku.

Kepalaku terasa pening, kakiku pun kini terasa lemas, kedua pundakku bahkan terasa berat, hatiku pun hancur remuk redam, ketika orang yang paling aku sayangi sepenuh hati, dan pria yang aku bangga-banggakan selama ini, ternyata tega mengkhianatiku bahkan dengan adikku sendiri.

Sesungguhnya aku ingin berontak, aku ingin unjuk rasa dengan Kaisar, kenapa bukan aku wanita yang dia inginkan, namun harus aku akui bahwa 'selebat apapun hujan turun, tak akan ada gunanya bagi pohon yang sudah kering'.

Dan kini sepertinya aku harus on the way ke 'Bengkel' khusus, yang bisa memperbaiki rusaknya hati dan perasaan, soalnya lagi cidera berat, karena ditabrak oleh kenyataan hidup yang tak sesuai dengan harapan dan impian.

Terpopuler

Comments

@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈

@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈

𝚍𝚞𝚊𝚛 𝚔𝚎𝚝𝚊𝚑𝚞𝚊𝚗 𝚜𝚎𝚖𝚞𝚊𝚗𝚢𝚊

2024-07-14

1

Anik Trisubekti

Anik Trisubekti

jadi ingat pas nikahanku dulu, sama persis seperti ini kondisi hujan deras dan emakku bingung nyari celana dalam buat dilempar di atas genting 😄jadi nostalgia kak Iska

2024-06-30

2

Wisang Geni

Wisang Geni

pertanyaanannya,CD nya yg bersih apa bekas pake😁😁✌️✌️✌️

2024-06-29

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!