"Bibi.." panggilan lembut dari arah belakang membuat Bi Ani menoleh, ia adalah kepala pelayan di Mansion ini, sekaligus orang yang bertugas memasak makanan untuk Bastian.
"Astaga, Anna, kau mengagetkan ku saja!" Bi Ani tersenyum. Walau ia adalah kepala pelayan, sifatnya yang humoris dan rendah hati membuat ia banyak mendapat kasih sayang dari pelayan lain. Ia bahkan sudah dianggap seperti ibu di Mansion.
"Ya ampun, Nyonya juga ada disini?" Bi Ani membulatkan matanya ketika pandangannya tertuju pada Ashela yang berada tepat di belakang Anna, ia buru-buru mencuci tangan dan menghampiri keduanya dengan senyum hangat.
"Maaf saya belum sempat menyambut kedatangan anda, nyonya. Ada masalah keluarga yang harus saya urus sehingga tidak bisa berada di Mansion kemarin," ucap Bi Ani dengan senyum tulus pada Ashela, Ashela bahkan bisa merasakan betapa lembutnya wanita itu padanya.
"Ah, Anna, apa kau sudah menyampaikan pesanku pada beliau?" Bi Ani menatap Anna dan Ashela bergantian.
Anna mengangguk dan melirik Ashela sekilas. "Bibi, ini.. Aku sudah mencatat apa yang bibi beri tahu pada Anna," ucap Ashela balik tersenyum, seraya menyerahkan secarik kertas di tangannya.
"Wah, jadi nyonya datang kemari untuk memberikannya langsung padaku? Ya ampun, aku jadi terharu.." sikap Bi Ani memancarkan kehangatan pada hati siapapun yang berada di dekatnya. Pantas saja banyak yang memanggilnya dengan sebutan 'ibu'.
"Cake? Lalu.." Bi Ani terdiam, "Nyonya suka seafood?" Bi Ani mengangkat kepalanya dan mengerutkan dahinya untuk beberapa saat.
Ashela mengangguk, "Iya, saya menyukainya dari kecil." jawab Ashela ramah.
"Astaga.. Benarkah?" Bi Ani yang mendengarnya lantas mengangguk kecil, tapi terlihat di wajahnya ada sesuatu yang terlihat tidak nyaman sehingga Ashela mengerutkan dahinya. Apa ada masalah dengan salah satu makanan kesukaannya sehingga ekspresi wajah Bi Ani tiba-tiba saja berubah?
"Anu, Bibi, apa ada sesuatu yang salah?" tanya Ashela ragu.
"Ti...tidak ada, haha, ya, tidak ada apa-apa," Bi Ani tersenyum, tapi tampaknya ia tak bisa menyembunyikan rasa gelisah yang ada di hatinya, dan Ashela bisa melihat hal itu.
"Bibi berbohong padaku? Bibi menyembunyikan sesuatu, kan?" tanya Ashela.
"Bohong? Tidak, nyonya, saya mana mungkin berani berbohong pada anda," Bi Ani bergeleng kecil.
"Ah, bagaimana jika nanti malam bibi membuat makanan kesukaanmu? Nyonya menyukai seafood, kan? Saya akan memasaknya untuk makan malam nanti," ucap Bi Ani ramah.
"Bibi, kau sungguh baik," Ashela mengangguk sebagai tanda persetujuan.
"Apa malam nanti tuan Bastian sudah pulang?" tanya Ashela penasaran.
"Sepertinya belum. Tuan itu penggila kerja, bahkan hari ini seharusnya ia mendapat izin cuti karena baru menikah. Tapi, beliau bersikeras untuk tetap bekerja," Anna mengangkat bahunya heran.
"Begitu, ya?" Ashela bergumam.
"Tenang saja, Nyonya. Saya rasa beliau tidak akan sering lembur, karena ia sudah memiliki berlian indah di rumahnya." Bi Ani menggoda Ashela, namun wanita itu tampak masih mencerna ucapan Bi Ani.
"Berlian?"
"Itu kau, Nyonya, kau adalah berlian itu.." Anna menyahut dan tersenyum, mereka berdua pun tertawa ketika melihat wajah Ashela yang merona karena godaan Bi Ani.
"Ada-ada saja," Ashela tersenyum, walau dalam hatinya terasa mengganjal.
Asal mereka tahu saja, dia bersedia menikah denganku pun karena bisnis. Ya, sekedar itu.
"Bibi, bagaimana jika aku bantu untuk memasak makan siang dan makan malam nanti?" Ashela menawarkan diri, dan tentu saja dengan senang hati Bi Ani menerimanya.
Suasana terasa hangat, hal yang tak pernah Ashela rasakan sebelumnya, kini dapat ia rasakan setelah menikah. Tak masalah jika suaminya, Bastian, tak menganggapnya ada. Ia justru bersyukur bisa bertemu orang-orang baik yang setia menemaninya disini.
.......
..
Malam pun tiba, menggantikan matahari yang kian hilang dari singgahnya, bulan muncul dengan sinarnya yang lembut, menerangi langit yang memudarkan senja dan berganti dengan kegelapan.
Ashela merenung dengan tatapan kosong dari balik jendela, pikirannya menerawang jauh pada pertemuan singkat dengan Bastian pagi tadi, yang masih membekas dalam benaknya. Ekspresi dingin dan wajah datar Bastian yang sama sekali tidak bisa ia mengerti, seakan hanya dirinya yang terlarut dalam hubungan tanpa alasan.
"Bulan purnama.. indah sekali," Ashela tersenyum. Tiba-tiba, ia jadi teringat masa kecilnya. Waktu kecil, ia selalu menunggu datangnya bulan purnama. Karena setiap purnama datang, ia bisa merasakan akan datang kebahagiaan dalam dirinya yang penuh kesunyian.
Tapi sekarang, rasanya hampa. Ia sudah tumbuh dewasa, bahkan sudah menjalin ikatan pernikahan dengan seseorang, dan masa kecil yang dirindukan tidak akan pernah terulang kembali.
"Nyonya, saya membuat cake cokelat untuk anda, makanlah dulu untuk menunggu makan malam siap," Bi Ani tersenyum dan memanggil Ashela yang tengah termenung menatap ke langit malam.
"Iya, bibi, aku akan segera kesana," Ashela menyahut. Ia menghela napas kasar, dan berbalik arah menuju ke ruang makan. Sekilas ia melirik ke arah pintu Mansion, ada secuil harapan dalam benaknya untuk melihat sosok yang ia inginkan untuk hadir malam ini. Tapi sayangnya, harapan yang ia inginkan tak akan pernah terwujud.
Beberapa menit lalu, di sisi lain kota, Bastian duduk sendirian di ruang kerjanya yang mewah. Dengan cahaya remang yang hanya menyentuh setengah wajahnya, ia menatap layar laptopnya yang berderet dengan dokumen-dokumen penting. Entah kenapa sedari tadi Bastian merasa tidak fokus, pikirannya melayang kemana-mana, termasuk pada Ashela yang seharusnya bukan hal penting yang harus ia cemaskan.
"Anda baik-baik saja?" Leo meletakkan secangkir kopi tanpa gula diatas meja Bastian. "Tampaknya anda sedang mencemaskan sesuatu, ya? saya membawakan kopi tanpa gula untuk merilekskan tubuh anda," lanjutnya.
"Terima kasih," Bastian mengangguk singkat dan meneguk kopi di dalam cangkir itu dengan perlahan.
"File dokumen yang saya kirim pada anda tadi siang, sudah dilihat?" tanya Leo mengalihkan topik.
"Iya, aku akan merevisinya nanti," jawab Bastian masih dengan ekspresi datarnya.
"Sebenarnya, ada masalah apa?" Leo mengernyitkan keningnya, ia dengan berani duduk tepat berhadapan dengan Bastian sekarang.
"Haa.. apa maksudmu?" tanya Bastian tak mengerti.
"Tidak mungkin penggila kerja yang selalu mementingkan pekerjaan diatas segalanya jadi tidak fokus seperti sekarang. Sebenarnya kenapa?" tanya Leo dengan tatapan menyelidik.
"Memangnya sejelas itu, ya?" Bastian terkekeh kecil. "Tidak ada masalah, tapi akhir-akhir ini aku sedang kelelahan saja," Bastian menjelaskan dengan santai, masih dengan posisinya yang menyandar di kursi dan meneguk cangkir kopi.
"Kalau begitu, kenapa anda tidak pulang sekarang?" Leo bertanya.
"Apa? siapa? aku?" Bastian mengernyitkan dahinya, menatap Leo dengan intens dengan ekspresi tak suka.
"Saya tahu pasti setidaknya ada secuil rasa cemas di hati anda tentang Nyonya Ashela, kan? Bagaimana pun, kalian itu pengantin baru, anda seharusnya lebih memperhatikannya," jawab Leo begitu mendapat tatapan aneh dari Bastian.
"Memangnya dia anak kecil yang kurang perhatian? sudah baik aku menempatkannya di Mansion, susunan kamar, dan segala hal yang dia butuhkan, aku sudah mempersiapkan segalanya dengan baik bahkan dari sebelum menikah dengannya." Bastian merasa tidak terima, memangnya dia sejahat apa sampai menelantarkan istrinya?
"Tapi yang nyonya butuhkan adalah kehadiran anda disisinya," Leo menyahut untuk kesekian kalinya.
"Saya tahu, mungkin pernikahan ini tidak ada apa-apa nya bagi anda. Sekedar urusan politik dan bisnis, dan anda seakan-akan menganggapnya sebagai salah satu kunci di masa mendatang," Leo menghela napas kasar, menjeda ucapannya sejenak.
"Tapi bukannya terlalu keterlaluan? apa kata orang-orang nantinya, seorang suami tega meninggalkan sang istri di hari pertama, dan memilih untuk lembur di kantornya," seru Leo dengan gelengan kecil tidak habis pikir.
"Jadi, apa yang harus ku lakukan? apa aku harus menemaninya sepanjang hari dan melakukan hal-hal yang tidak berguna?" Bastian tidak mau kalah, ia menyanggah, lalu mengernyitkan dahi dan mengigit bibirnya.
"Terserah, saya hanya menyarankan." Leo mengangkat bahunya, percuma saja menasehati pria bersifat layaknya batu seperti Bastian. "Setidaknya, anda mau menyempatkan diri untuk pulang dan meluangkan waktu makan malam bersamanya."
Disisi lain, Ashela yang sudah berada di ruang makan sedari tadi, kini tengah duduk di kursi dengan hamparan meja makan yang megah di hadapannya. Wajahnya memancarkan ketenangan namun juga sedikit kesedihan yang tersembunyi di dalam benaknya. Dia memutar-mutar sendok di tangan, terdiam dalam lamunan yang mendalam.
"Kenapa dia begitu sibuk dengan pekerjaan nya?" Ashela bergumam di tengah kekosongan dalam hatinya. Ada sedikit rasa mengganjal yang sedari tadi menghantui pikirannya, dirinya jadi tidak tenang entah kenapa.
"Nyonya, makanlah cake nya dulu, makan malam akan siap sebentar lagi," Anna tiba-tiba saja datang dan menyapa hangat Ashela di tengah kecemasannya.
"Aku akan memakannya di akhiran saja," jawab Ashela dengan gelengan kecil dari kepalanya.
"Ada apa, nyonya? apa ada suatu masalah yang mengganjal di hati anda?" tanya Anna mengernyitkan dahinya.
"Tidak ada, aku hanya khawatir akan beberapa hal," Ashela lagi-lagi bergeleng, menyembunyikan segala kerisauan dalam benaknya.
"Contohnya?" Anna kembali bertanya, berusaha mendapat jawaban pasti dari Ashela, siapa tahu ia bisa membantunya.
"Aku—"
Krek..
"Nyonya.. itu..."
Pintu Mansion terbuka dengan gemerincing pelan, menampilkan sosok pria tak asing yang memasuki ruang makan dengan langkah mantap. Cahaya dari lentera diluar Mansion yang merayap masuk melalui jendela-jendela besar menghadiahinya dengan bayangan yang panjang di lantai marmer.
deg...
"Pak Bastian?" Anna membulatkan matanya begitu pandanganya menangkap sosok tak asing dari arah pintu yang tiba-tiba saja terbuka.
Ashela terdiam, rasanya canggung karena ia harus melihat wajah Bastian di tengah keganjalan di hatinya yang sedari tadi terbayang-bayang oleh wajah suaminya itu.
"Kenapa tuan—"
"Aku akan makan malam disini," Bastian menghampiri Ashela yang sudah berada di ruang makan, lalu membuka jas hitamnya, yang kini hanya terlihat kemeja putih yang dikenakannya. Pria itu melonggarkan dasinya dan tiba-tiba saja duduk berhadapan dengan Ashela.
Ashela yang tengah duduk berdua dengan Anna di meja makan, mengangkat pandangannya ketika mendengar langkah kaki Bastian mendekat. Matanya bertemu dengan mata suaminya yang terlihat dingin seperti biasa, tanpa sedikit pun ekspresi hangat yang menghiasi wajahnya ketika mereka bersama.
Apa ini? Kenapa mendadak ia mau makan malam bersama?
Ashela terdiam, tangannya bergetar.
Apa yang kau pikirkan, Ashela? Ini Mansion miliknya, wajar ia mau makan di ruang makan miliknya sendiri, bukan?
"Menu makan hari ini apa, Bi? aku lapar, tolong sediakan sekarang," Bastian bertanya dengan ekspresi datarnya. Sementara Bi Ani hanya terdiam, bisa dilihat ada ekspresi gelisah dari wajahnya.
"Anu, Tuan.. saya pikir anda akan lembur lagi hari ini, jadi.."
"Lembur? Gila saja, aku bisa-bisa jadi bahan perbincangan karena meninggalkan istri yang baru dinikahkan sendiri di Mansion," Bastian berbicara santai.
Deg..
Apa-apaan itu? Dia memang menganggap ku sebagai istrinya? bilang saja sebagai dalih untuk kehormatan.
Kehadiran Bastian malah membuat Ashela jengkel, baru saja datang, sudah mengatakan hal yang membuat hatinya tidak nyaman.
"Nyonya, saya pergi dulu ya," Anna bangkit dari tempat duduknya dan sedikit membungkuk di hadapan Ashela. Tidak mungkin juga ia harus ikut makan bersama tuan dan nyonya nya ini.
"Tuan.. anu.." Bi Ani menenggak ludahnya kasar. Jelas, bahkan sangat jelas terlihat rasa kegelisahan yang menghantuinya sekarang.
Ada apa dengan bibi?
Ashela memerhatikan dalam diam, meneliti setiap gerak-gerik Bi Ani yang langsung berubah 90 derajat secara tiba-tiba.
"Kenapa, bibi? apa ada masalah? tidak mungkin kau hanya menyiapkan sepiring nasi untuk nya kan?" Bastian bertanya, namun netra matanya melirik tajam ke arah Ashela.
"B-bukan begitu, tuan... saya hanya..." Bi Ani terbata-bata dalam menjawab, mencoba menjelaskan situasi yang membingungkan ini, tubuhnya bergetar hebat tanpa keinginannya.
"Nyonya!! makanan spesial untukmu sudah datang!!" suara riang seorang pelayan tiba-tiba memecah keheningan. Ia mendorong troli makanan yang berisi hidangan seafood yang indah di atasnya.
"Silakan, Nyonya—"
Glek...
Pelayan itu menelan ludah kasar begitu melihat siapa yang berada di depan Ashela.
"Apa ini?" Bastian mengerutkan keningnya, tatapannya menusuk tajam.
"Tuan, saya benar-benar tidak tahu kalau Anda pulang cepat. Jika Anda mengkonfirmasi lebih dulu, sa-saya tidak mungkin akan memasak—" Bi Ani hampir menangis dalam usahanya menjelaskan, napasnya terengah-engah, kekhawatiran jelas tercetak dalam wajahnya.
"Sepertinya aku harus mencari kepala pelayan baru," potong Bastian dengan dingin. Ashela hanya bisa diam, wajahnya penuh kecemasan, tapi disisi lain ia tidak bisa bertindak karena ia bingung, situasi apa sebenarnya yang sekarang tengah dilihatnya.
Mendadak suasana menjadi sangat dingin dan tegang. Kecanggungan terasa begitu kental di udara, mengisi ruangan dengan ketegangan yang hampir dapat diraba.
Seharusnya, kedatangan Bastian merupakan suatu keajaiban yang harus dirayakan. Ini adalah pertama kali Bastian mau makan malam bersama setelah bertahun-tahun lamanya.
"Maaf, tuan... saya tidak bermaksud..." Bi Ani mencoba mengakhiri kalimatnya, namun kegugupan masih terasa kuat dalam suaranya.
"Seiring bertambahnya usia, sepertinya daya ingat mu semakin menurun. Bukan begitu, Bi Ani?" Bastian mengepal tangan, mood nya jadi hancur begitu melihat seafood yang tersaji di depan matanya.
"Leo, siapkan mobil. Aku akan makan diluar saja." ketus pria itu dengan tatapan dingin yang tak kunjung luntur.
Apa yang terjadi? Kenapa dia menatap tidak suka dan penuh amarah sesaat setelah melihat piring berisikan seafood?
Apa jangan-jangan..
Ashela terdiam, setelah merenungkan diri beberapa saat, barulah Ashela sadar masalah apa yang sedang terjadi. Dari awal, saat Ashela mengatakan makanan favoritnya adalah seafood, ekspresi Bi Ani juga terlihat aneh. Semua menjadi jelas sekarang, ternyata suaminya ini sangat amat membenci seafood.
"Tunggu!" Ashela berteriak, berusaha mengejar langkah Bastian yang cepat. Ini semua salahnya, tidak seharusnya Bastian menyalahkan Bi Ani atas apa yang dilakukan tanpa kesalahan wanita berkepala empat itu.
"Tunggu sebentar, Bas— tidak, maksudku, Pak Bastian... Ada yang ingin saya bicarakan!" Ashela tak kenal menyerah, berlari untuk menyusul suaminya yang berjalan dengan langkah panjang.
"Kubilang tunggu!"
Dengan tiba-tiba, Ashela meraih pergelangan tangan Bastian, memaksa pria itu untuk menghentikan langkahnya, dan mengakhiri teriakannya saat berhasil menangkap Bastian.
Bastian menoleh dengan ekspresi terkejut, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Ashela.
"Apa yang kau.."
Deg...
Dengan kasar, Bastian menepis tangan Ashela begitu saja Awss.. Ashela merintih nyeri, ia tidak menyangka bahwa suaminya bisa bertindak begitu kasar. Namun dibanding itu, rasa nyeri di tangannya memperkuat rasa bersalahnya terhadap Bi Ani, sementara Bastian menatapnya dengan tatapan tajam dan dingin.
"Ashela, apa yang kamu lakukan?" ucap Bastian dengan suara rendah, namun penuh dengan ketegangan.
Ashela menatap Bastian dengan wajah penuh penyesalan. "Maaf, sa..saya hanya ingin menjelaskan..." ucapnya pelan, mencoba menjelaskan alasan di balik tindakannya.
Bastian menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan emosinya yang bergejolak di dalam dirinya. "Jangan lakukan ini lagi," ucapnya tegas, sebelum akhirnya kembali berbalik dan hendak meninggalkan Ashela.
Ashela menelan salivanya kasar, rasanya berat sekali mengutarakan apa yang ingin ia katakan pada Bastian sekarang juga.
"Pak, tolong jangan salahkan Bi Ani atas masalah ini." dengan menahan rasa sakit di tangannya, Ashela menatap tajam manik mata Bastian dengan penuh keberanian. Ia mengepal tangannya kuat.
"Haa.."
"Kukira kau ingin berkata penting," Bastian bersikap tak acuh, pria itu terkekeh kecil dengan kesan mengejek, dan kembali melanjutkan langkahnya.
"Tuan.. Tidak, maksudku, Pak!" Ashela tetap teguh, ia berlari mendekati Bastian. Langkah kaki pria itu terlalu luas sehingga Ashela sulit mensejajarkan dirinya.
"Pak, tolong dengarkan saya dulu sebentar. Ini tidak lama, saya mohon.." Ashela merentangkan tangan tepat di depan Bastian untuk menghalangi jalannya.
"Aku tidak punya banyak waktu," Bastian berkata dengan nada dingin, mencoba untuk tidak terpengaruh oleh penjelasan Ashela.
"Anu, Pak... Sebenarnya, masalah seafood tadi itu adalah kesalahan saya. Bibi tadi bertanya makanan kesukaan saya, dan saya tidak mengetahui bahwa makanan kesukaan saya bertentangan dengan yang anda tidak suka. Bibi berpikir malam ini anda akan kembali lembur seperti biasanya, jadi..." Ashela menghentikan ucapannya sejenak, tenggorokannya terasa seperti terkunci oleh kecanggungan dan kekhawatiran.
"Lalu?" Bastian masih tidak berubah ekspresinya, dingin dan tak tergoyahkan. "Minggir dari hadapanku," ujarnya sambil mencoba melangkah melewati Ashela, namun lagi-lagi Ashela menghalanginya dengan merentangkan tangan tepat di hadapan Bastian.
"Tidak, saya butuh kepastian dulu sebelum Anda pergi!" ujar Ashela dengan mantap, berdiri tegap dengan kedua tangannya terkepal. Bibirnya bergetar dan ekspresi wajahnya mencerminkan keberanian yang teguh.
Bastian menatap Ashela dengan intens yang membuatnya merasa tertekan. Namun, Ashela tetap tegar meskipun terusik oleh tatapan dingin suaminya. Dia merasa penting untuk menjelaskan ini, meskipun suasana di antara mereka begitu tegang.
"Ashela, aku tidak punya waktu untuk berbicara denganmu sekarang," ucap Bastian dengan suara yang masih terdengar dingin namun sedikit terdengar ragu.
"Saya hanya ingin menjelaskan saja! Ini mungkin tidak penting bagi anda, tapi ini penting bagi saya!" ucap Ashela dengan suara yang gemetar, mencoba menahan ketakutannya sendiri.
Bastian menghela napas dalam-dalam, berdebat dengan Ashela tidak ada gunanya, Ashela pasti akan bersikeras mempertahankan argumennya sendiri.
"Baiklah, cepat katakan." katanya akhirnya dengan nada yang sedikit lebih rendah, memberi kesempatan pada Ashela untuk berbicara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Geran
uwww menyala abangku
2024-07-06
1
Geran
arghh bastian mah kasar
2024-07-06
1
Geran
arghhh/teriak.
ayo naikan gaji Leo😭😭😭😂😂😂
2024-07-06
1