"Baiklah, aku akan memasukkan poin ini ke dalam perjanjian," Bastian mengangguk, wajahnya masih datar, tak ada ekspresi. Sepertinya ia tidak mau membuang waktu dan berpikir panjang mengenai pendapat Ashela.
"Tuan..?" Leo menatap bingung ke arah Bastian.
"Ini hak nya, dia juga berhak untuk menulis poin lain sebagai pihak kedua" jelas Bastian to the point.
"Haish, yang ada nanti Nyonya malah tambah salah paham." Leo bergumam tak habis pikir. Bagaimana jika nanti Ashela malah semakin yakin bahwa suaminya mengikuti kaum gay? tidak bisa dibayangkan.
"Anu.." Ashela mengangkat tangannya pelan. "Ada yang ingin saya tanyakan," ucapnya ragu.
Bastian yang mendengarnya mengangguk, lalu mengangkat kepalanya setelah menyelesaikan satu coretan tanda tangannya di atas surat perjanjian.
"Katakanlah," jawab Bastian singkat.
"Saya kurang mengerti dengan kalimat terkahir, maksud tujuan masing-masing itu...," Ashela berucap dengan ragu, pertanyaan itu telah mengganjal pikirannya sejak tadi.
Bastian menghentikan aktivitasnya sejenak. "Tidak mungkin kamu tidak mengetahui nya. Pernikahan kita hanya sebatas perjanjian antara dua keluarga. Bahkan, kita sama-sama terpaksa untuk menikah," ujarnya dengan tegas.
Ashela terdiam, mengangguk perlahan.
"Aku memiliki tujuan tersendiri yang menyebabkan ku menyetujui untuk menikah dengan putri dari keluarga Zevandra. Sedangkan kita tidak mungkin menjalin pernikahan diatas kertas ini untuk selamanya kan?" Bastian melanjutkan dengan nada yang tajam.
Ashela terdiam lagi, mencerna kata-katanya dengan hati yang berat.
"Maksudku, apakah pada akhirnya kita akan berpisah begitu tujuan-tujuan itu tercapai? Entah itu cepat atau lambat?" tanya Ashela akhirnya dengan penuh kekhawatiran, jantungnya tak terkendali, berdebar tak menentu tanpa keinginannya.
Bastian memandangnya dengan tatapan yang serius, menunjukkan bahwa realita yang dihadapi oleh keduanya tak terelakkan, bahwa pernikahan mereka hanyalah sekadar perangkat dalam jalinan perjanjian yang lebih besar antara keluarga mereka.
"Kalau begitu, apa saya boleh pergi sekarang?" tanya Ashela kikuk. Entahlah, hatinya terasa sesak. Sepertinya ia tidak akan sanggup mendengar jawaban dari pertanyaan terakhirnya pada Bastian.
Bastian terdiam, padahal ia belum sempat memberi jawaban pada pertanyaan terkahir. "Iya, pergilah." jawab Bastian dengan anggukan pelan. Setelah mendapat persetujuan, dengan segera Ashela pergi meninggalkan ruangan Bastian dan kembali ke kamarnya.
Ashela menghela napas lega, jujur, ia benar-benar seperti orang bingung tadi. Ini adalah pertemuan pertamanya setelah menikah, tapi, suaminya justru malah memberikan selembar perjanjian kontrak padanya? Bahkan, belum genap 1 hari, Bastian sudah memperhitungkan apa saja yang harus ia lakukan, sampai mereka berpisah nanti.
"Bagaimana, Nyonya?" Anna tersenyum menyambut kedatangan Ashela. Tapi, Ashela tidak menghiraukan pertanyaan Anna. Ia tampak lelah sampai-sampai langsung menghempaskan tubuhnya ke atas sofa, tangannya terangkat, menutup seluruh wajahnya.
"Anna, sudah berapa lama kau bekerja disini?" Ashela membenarkan posisi duduknya.
"Uhm.. Sepertinya sekitar 2 tahun," jawab Anna.
"Apa?" mendengar jawaban Anna, Ashela lantas bangkit dari duduknya dan bergegas menghampiri Anna dengan langkah tergesa.
"Nyo.. Nyonya?" Anna terkejut, saat Ashela tiba-tiba saja mencengkram lengannya.
"Kalau begitu, Anna, kau pasti tahu bagaimana sifat tuan mu itu, kan?" Ashela menghujam Anna dengan pertanyaan tiba-tiba, entah apa yang merasukinya, tapi rasanya ia ingin cepat-cepat mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang barusan diucapkannya.
"Tuan? Maksud nyonya, Tuan Bastian?" Anna mencoba memahami pertanyaan Ashela barusan.
"Tu.. tuan.. uh.." Anna mendesis, ia mencoba melepaskan cengkraman tangan Ashela pada lengannya.
Astaga, apa yang kulakukan?
"Ma.. Maaf, tadi tidak sengaja." Ashela segera melepas cengkeramannya begitu sadar apa yang barusan ia lakukan. Anna pun mengerutkan keningnya bingung. Ashela terlalu terlarut dalam pikirannya sehingga otaknya tidak bisa jernih setelah bertemu Bastian tadi.
"Saya tidak tahu pasti bagaimana sifat asli Tuan Bastian, sifatnya susah ditebak." Anna menunduk. "Tapi, selama saya bekerja disini, sedikit yang saya tahu tentang Tuan Bastian ialah dirinya yang mempunyai sifat dingin, kejam, dan tak kenal ampun."
"Tak kenal ampun?" Ashela mengulang kalimat terkahir dengan tatapan bingung.
"Beliau tidak suka jika ada seseorang yang menghalangi urusannya, terutama urusan pribadinya. Jika sampai ada, beliau pasti tidak akan mengampuninya, siapapun dia." jawab Anna ragu.
Pantas saja pria itu membuat perjanjian kontrak. Ia pasti ingin memberiku peringatan untuk tidak melakukan hal-hal yang berurusan tentang dirinya.
"Bagaimana kau bisa berpikir begitu? Apa sudah banyak korban yang terkena amarah.. atau hal lain yang tidak mengenakkan dari pria itu?" Ashela yang mulai penasaran pun kembali bertanya.
"Sebenarnya.." Rasanya mulut Anna terkunci, ia merasa ragu untuk menceritakannya.
"Katakan saja, Anna." Ashela menekankan ucapannya.
"Tidak sedikit orang yang berusaha untuk mencari kelemahan Tuan Bastian. Tentu saja itu karena kedudukannya sebagai CEO muda di perusahaan besar seperti IXH," ucap Anna dengan nada serius.
"Tuan Bastian bahkan sudah sering didatangi oleh wanita-wanita yang mencoba menggodanya, karena dia mengambil alih perusahaan tanpa memiliki seorang istri yang dapat mendampinginya, yang kemudian dijadikan bahan perbincangan publik."
Ashela memikirkan semua ini dengan hati yang berat. Jadi, itu tujuan yang dimaksudnya? Dia menikah denganku untuk mempertahankan posisinya sebagai seorang CEO muda?
"Tapi.." Anna terdiam sejenak, ekspresinya beralih, mencerminkan kekagumannya terhadap Bastian. "Saya cukup kasihan pada beliau. Ayahnya meninggal dunia karena kecelakaan, sehingga dia harus mengambil alih perusahaan dan menggantikan posisi ayahnya sebagai CEO sejak usia beliau masih 20 tahun."
Ashela mengangguk, mencoba memahami latar belakang Bastian yang rumit dan berat. "Saya tidak pernah tahu tentang ini sebelumnya."
Anna mengangguk paham. "Kehidupan Tuan Bastian memang tidak mudah, Nyonya. Ini mungkin juga menjadi alasan mengapa dia terlihat begitu keras pada siapapun yang mencoba menghalangi urusannya,"
"Lalu, bagaimana nasib para wanita yang menggodanya sebelum ia menikah?" Ashela kembali bertanya. Tapi di samping itu, ia tidak heran, Bastian mempunyai paras yang rupawan, dengan kekayaan yang berlimpah, keluarga mana yang tidak mau menjadikan Bastian sebagai menantunya?
"Eh.."
"Nyonya.. Anda tidak perlu khawatir, Tuan Bastian sama sekali tidak pernah tertarik pada wanita-wanita itu, bahkan sampai ia menikah pun, sepertinya tidak ada sejarah dimana Tuan mengejar wanita. Jadi pada intinya, Nyonya lah satu-satunya wanita yang di terima disini." Anna berkata gugup takut Ashela malah jadi salah paham nantinya.
Ternyata benar bahwa pria itu tidak tertarik pada wanita, ya? Akupun bisa berada disini karena paksaan ikatan perjanjian. Kalau bukan karena kakek, pasti aku masih menikmati masa mudaku sekarang.
"Bagaimana jika pria?" Lagi, rasa penasaran dalam lubuk hati Ashela yang terdalam memaksanya untuk dikeluarkan.
"A.. apa? pria?" Anna mengerutkan kening tak mengerti.
"Lupakan soal itu," Ashela tersenyum kikuk. Kenapa setiap ia bertanya tentang hubungan Bastian dengan seorang pria yang melenceng, semua orang menganggapnya dengan ekspresi heran? pikirnya.
"Ngomong-ngomong, Mansion ini punya pria— maksud ku, punya Tuan Bastian sendiri, ya?" tanya Ashela, mengalihkan topik sebelumnya.
"Aku kurang tahu soal itu. Tapi yang kudengar dari pelayan lama, Mansion ini sebenarnya dibangun oleh Kakek Tuan Bastian, dan diwariskan kepada putra pertamanya yang juga ayah Tuan, dan berlanjut pada Tuan sebagai putranya. sebenarnya ini adalah Mansion keluarga, tapi Kakek Tuan begitu menyayangi putra pertamanya sehingga memberikan hak penuh untuk putra sulungnya itu."
"Begitu, ya?" Ashela memerhatikan sekitarnya, "Kakek pria itu orangnya seperti apa ya sehingga bisa bersahabat dekat dengan Kakek ku?" Ashela bergumam.
"Huft.."
"Nyonya, bolehkah aku bertanya sesuatu?" Anna berucap ragu.
"Tentu saja. Hal apa yang ingin kau tanyakan?" Ashela tersenyum seraya kembali menghempaskan tubuhnya diatas sofa. Rasanya ia jauh lebih lega setelah mendengar cerita dari Anna.
"Bagaimana cara anda menaklukan Tuan Bastian?" Anna menunduk, ia tampak malu mengutarakan pertanyaannya.
Ashela yang tadinya tengah duduk bersantai kini membenarkan posisi duduknya menjadi tegap.
"Apa? Menaklukan pria es itu? Aku?" Ashela merinding mendengarnya. Ia tak bisa membayangkan kalau Bastian memang benar-benar takluk padanya. "Sejak kapan pria datar itu takluk padaku?" Ashela mengernyit, candaan apa yang barusan Anna ucapkan?
"Lalu, bagaimana dengan yang semalam?"
"Semalam?"
Anna mengangguk kecil. "Iya, semalam."
"Memangnya apa yang terjadi semalam?"
Ashela bertanya bingung, ia bahkan kebingungan sendiri saat terbangun dari tidur nya karena sudah memakai piyama dan berada di dalam Mansion, Anna malah mengingatkannya lagi.
"Apa nyonya tidar sadar? Tuan Bastian yang membawa anda langsung ke kamar, beliau menggendong anda kemarin!" jiwa percintaan Anna tumbuh, wajar saja, ia masih berusia belia sehingga tak tahan melihat adegan-adegan romantis seperti malam tadi.
"Astaga, saya sampai terkejut melihatnya!!" lanjutnya sambil terkekeh.
"A-apa??"
Kedua mata Ashela terbuka lebar.
Pria datar itu menggendongku ke kamar? Apa itu mungkin? tubuh Ashela merinding kegelian, bagaimana bisa pria datar yang berstatus suami nya itu mau menggendong dirinya langsung ke kamar?
"Aih, seharusnya aku memotret nya dan mengabadikan nya di ponselku," Anna menunduk dengan penuh penyesalan.
"Oh, Nyonya.. Kemarin bi Ani menyuruhku untuk mencatat ini." setelah perbincangan panjang, Anna mengingat sesuatu yang harus ia sampaikan pada Ashela. Ia mengeluarkan secarik kertas dari kantung bajunya, dan menyerahkannya.
"Daftar makanan?"
"Iya, sekedar informasi, Bi Ani adalah orang yang paling berjasa disini, ia yang paling banyak melakukan pekerjaan di Mansion, terutama dengan memasak makanan untuk Tuan."
"Nah, karena sekarang Nyonya akan tinggal disini ke depannya, Bi Ani meminta saya untuk mencatat apa saja makanan yang nyonya sukai dan yang tidak, apalagi jika Nyonya mempunyai alergi, itu bisa gawat jika Bi Ani memasak apa yang tidak seharusnya anda makan." jelas Anna tersenyum.
"Sebenarnya, aku tidak punya alergi, sih. Tapi kalau makanan yang kusukai.. hmm.." Ashela terdiam sejenak. "Tolong berikan ini pada Bi Ani ya, Anna." ia menyodorkan kertasnya kembali pada Anna setelah menulis sesuatu diatas kertasnya.
"Iya Nyonya, saya akan memberikannya nanti saat—"
"Ah, tidak-tidak." Sebelum kertas itu sampai ditangan Anna, Ashela buru-buru mengambilnya lagi. "Antarkan aku ke Bi Ani. Aku ingin menyampaikan langsung saja padanya," ucap Ashela.
"Eh? Nyonya ingin bertemu dengannya?" tanya Anna.
Ashela mengangguk. "Aku adalah orang baru disini, lebih baik kalau aku lebih mengenal lebih banyak orang disini," Anna mengangguk setuju dan mengiyakan ucapan Ashela, ia lalu membawa Ashela menuju ke arah dapur, tempat dimana Bi Ani tengah memasak saat ini sesuai dengan permintaan nyonya nya itu.
Tap.. Tap.. Tap..
Beriringan dengan langkah Ashela yang hendak pergi ke dapur, tanpa sengaja ia melihat seorang pria yang begitu dikenalnya, mengenakan jas hitam yang terlihat rapi dan selaras dengan tubuh kekarnya yang terkesan mewah. Ia tengah membenarkan dasi yang menggantung di lehernya dengan ekspresi datar seperti biasanya.
"Pak Bastian? Pagi-pagi seperti ini, ingin kemana dia?" Ashela bergumam.
"Leo, kau sudah melihat proposal yang aku kirim kemarin, kan?" tanya pria itu dengan suara berat dan ekspresi wajah yang tak pernah berubah.
"Iya, Tuan. Kabarnya, hari ini Desainer dari Grup B juga datang untuk ikut serta dalam rapat nanti," jelas Leo yang berjalan beriringan dengan Bastian.
"Nyonya, ayo.." Anna menoleh ke belakang, ia memerhatikan Ashela yang masih dengan fokusnya menatap Bastian.
"Tuan Bastian pasti ada jadwal rapat lagi, sehingga beliau harus bekerja walaupun baru saja menikah," Anna yang peka langsung menjelaskan pada Ashela, ia tahu karena melihat ekspresi Ashela yang penuh penasaran.
"Ah, begitu ya?" Ashela menghela napas kasar. Untuk apa juga ia memerhatikan Bastian? Pria penggila kerja yang sama sekali tidak mencintai istrinya, Ashela tidak perlu memedulikan orang seperti nya.
"Wanita itu.." Bastian bergumam, ia menatap lekat Ashela yang tidak sengaja terlihat oleh netra matanya, sehingga fokusnya teralihkan pada sang istri yang hendak pergi ke dapur.
"Lalu, bagian yang ini.." Leo terdiam, ia merasa seperti ada yang aneh dengan Bastian, sejak tadi ia menjelaskan, Bastian hanya terdiam tidak menanggapi.
"Oh.." pria itu tersadar kala melihat arah mata Tuannya tengah memerhatikan istrinya. Leo menggeleng kecil. "Apa anda mau berpamitan dulu dengan Nyonya?" tanya Leo menawarkan.
"Tidak." dengan tegas Bastian menjawab, "Sebentar lagi rapatnya akan dimulai kan? Kita tidak ada waktu untuk bersenang-senang, ayo berangkat sekarang." tambahnya dengan suara penuh penekanan.
"Apa? tuan, rapatnya bahkan akan mulai satu setengah jam lagi. Jahat sekali, anda bahkan tidak membiarkan saya sarapan," Leo memasang wajah masam, menatap Bastian yang melangkah cepat keluar Mansion.
"Dasar penggila kerja, padahal baru saja menikah, seharusnya jika tidak memaksakan diri, tuan mempunyai waktu tiga hari untuk menghabiskan waktu di Mansion bersama istrinya" gerutu Leo menghela napas kasar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Geran
semangat untuk leo😂
2024-07-05
0