Raihan dan ayahnya sudah masuk ke dalam kendaraan. Keluarga yang menolong mereka mengantar sampai pinggir jalan. Ibu pemilik rumah mengingatkan agar mereka berhati-hati.
Sebelum pamit pergi, Pras sempat bertanya alamat rumah sakit tempat ibu dan bapak penjual soto dirawat. Nama rumah sakit itu adalah Rumah Sakit Kasih Alam, yang jaraknya tak jauh dari lokasi tersebut.
Mobil Pras akhirnya melaju ke tengah jalan, bergerak melewati puing-puing lapak soto Pak Gi yang sedang dibersihkan oleh warga sekitar.
Raihan melirik cemas ke arah ayahnya yang tengah fokus menyetir. Raihan takut trauma ayahnya kembali lagi dan membuatnya tak nyaman berada di balik kemudi kendaraan.
"Apakah Papa bisa melanjutkan perjalanan ini? Kita bisa sewa hotel dan istirahat dulu," ucap Raihan khawatir.
"Papa baik-baik saja, Raihan. Jangan khawatir. Kita mampir dulu ke Rumah Sakit Kasih Alam untuk menemui Pak Gian dan istrinya. Papa kan belum bayar sotonya, tapi ini bukan sekadar membayar utang. Papa ingin melihat kondisi mereka dan pamit. Tidak apa-apa ya? Perjalanan kita ditunda dulu. Lagipula, rumah yang mau kita kunjungi sudah dekat."
"Iya, Pah. Raihan paham, kita ke rumah sakit dulu."
"Raihan."
"Apa, Pah?"
"Dulu waktu kamu lahir, Papa dan Mama sempat bertengkar."
"Lho, bertengkar kenapa?"
"Waktu itu, Papa ingin memberi nama kamu Reihan, tapi Mama kamu menolak. Dia ingin Rai, bukan Rei."
"Oh, terus Papa mengalah ya?"
"Tidak. Papa memaksa tetap ingin diberi nama Reihan, tapi Mama kamu malah ngambek. Katanya, yang mengandung dan capek melahirkan Mama. Waktu itu, Papa balas saja omongan Mama. Tapi yang membayar keperluan anak kita dari lahir sampai besar kan aku."
"Hm, Papa ada-ada saja. Anak baru lahir malah bertengkar, bukannya bersyukur," cibir Raihan.
Setelah membahas soal istrinya, Pras kembali merasa sedih. Matanya berkaca-kaca mengingat kejadian saat istrinya baru saja melahirkan Raihan. Dia tak mau larut dalam kenangan di masa lalu, karena pikirannya selalu seperti itu. Jika sudah mengingat suatu kejadian, maka secara beruntun puing-puing kenangan akan terus berjatuhan sampai air mata menetes dan mengering.
Keputusannya pergi meninggalkan kota yang sudah membesarkan namanya semata-mata bukan hanya karena dia ingin melupakan kenangan indah tersebut. Karena, bagaimanapun, sosok istrinya tidak akan pernah tergantikan dan akan selalu mengisi hatinya.
Namun, rasa bersalah terus menghantuinya. Apalagi dulu, setelah tragedi kecelakaan beruntun itu, dia tidak pernah mau lewat tol dalam kota lagi. Dia memilih menggunakan jalur biasa meskipun harus macet-macetan.
Raihan belum tahu tujuan dari perjalanan ini, yang merupakan halaman pertama dari lembaran baru hidupnya. Karena mereka tidak akan pernah kembali lagi ke Kota Padama. Raihan tidak tahu konflik yang timbul setelah tragedi kecelakaan itu. Pras dijauhi oleh keluarga istrinya. Semua orang menyalahkan dirinya.
Satu alasan yang memicu kemarahan itu adalah karena istri Pras saat kecelakaan tengah hamil muda. Cacian yang datang padanya lambat laun menjadi seperti racun yang menggerogoti hati dan pikirannya.
Pras sedih. Disaat dia terpuruk dan kehilangan istrinya, keluarga istrinya tidak menganggap itu sebagai musibah dan menyebut itu karena kelalaiannya. Padahal, saat kejadian itu, beritanya viral ke mana-mana dan hasil penyelidikan polisi menjelaskan penyebab kecelakaan adalah kendaraan orang lain, bukan mobilnya yang bermasalah.
Stigma negatif yang diterima dari keluarga istrinya lambat laun membuat Pras merasa depresi, sedih, muak, dan dia ikut merasa bersalah, menyalahkan dirinya sendiri. Berhari-hari setelah pemakaman istrinya, mentalnya hancur. Dia harus memakai topeng di depan anaknya seolah dirinya kuat. Namun, saat sedang tidak bersama Raihan, topeng itu ia lepas dan Pras kembali merasa rapuh.
Kemana dia harus berlari dari rasa sedih itu, sedangkan setiap sudut rumah bahkan kota telah terikat pada kenangan bersama sang istri. Akhirnya, di tengah malam, Pras memilih membuat surat pengunduran diri. Dia memutuskan berhenti bekerja di hotel bintang lima, di mana dia sering dipuja-puja oleh karyawan dan pengunjung hotel.
Setelah membuat surat pengunduran diri, Pras melihat saldo tabungannya. Dia rasa dengan nominal itu dia bisa membeli rumah baru di kota lain dan pergi dari hari-hari yang telah membuatnya sedih.
"Papa mikir apa sih?" tanya Raihan yang bingung karena ayahnya terdiam membisu setelah menceritakan tentang kejadian saat dia baru saja lahir.
"Papa memikirkan Mama. Eh, sepertinya itu rumah sakitnya ya?" Pras dan Raihan melihat sebuah rumah sakit besar yang pintu masuknya dihalangi portal otomatis. Saat mobil berada di depan portal tersebut, Pras harus menekan tombol hijau, lalu sebuah kertas parkir pun keluar dari dalam mesinnya.
Setelah memarkir kendaraan, Pras dan Raihan bertanya ke bagian resepsionis. Mereka lalu diarahkan ke sebuah ruangan tempat pasangan suami istri penjual soto itu dirawat. Kedatangan Pras ke sana membuat Pak Gian dan istrinya terharu. Di sana juga ada anak lelaki mereka bernama Bayu.
"Ini Mas yang tadi makan soto kan? Ya ampun, gusti," kata Bu Gian kaget.
"Mas, kenapa repot-repot datang kemari?" tambah Pak Gian.
"Bapak, Ibu," Pras lalu mengeluarkan dompetnya.
"Saya datang kemari untuk memberikan uang ini. Kan tadi saya belum bayar sotonya. Tapi kedatangan saya kemari bukan hanya ingin membayar sotonya. Saya ada sedikit rejeki buat Bapak sekeluarga."
"Eh, tidak usah Mas. Simpan saja uangnya!" celetuk istri Pak Gian.
"Iya Mas, tidak perlu memberikan uang. Lagipula soto tadi kan belum dimakan sampai habis," ujar Pak Gian.
Pras mendekati Pak Gian lalu menempelkan uang pecahan seratus ribu sebanyak lima lembar ke tangan Pak Gian. Sontak saja Pak Gian menangis disusul istrinya yang ikut terharu sambil meneteskan air mata.
"Han, kamu bisa keluar sebentar. Papa ingin bicara serius dengan Pak Gian," pesan Pras. Raihan lalu mengangguk setuju dan keluar dari ruangan itu.
"Bapak, jadi saya itu sengaja datang ke kota ini untuk menghilangkan rasa bersalah karena saya dulu terlibat kecelakaan dan istri saya meninggal. Tapi tadi pagi, malah kejadian serupa terjadi di depan mata saya. Jadi hati saya malah semakin terluka. Ambil uangnya, Pak, supaya saya lega. Jujur, bahkan anak saya saja tidak tahu tentang hal ini. Saya takut dia marah jika dia tahu niat pergi ke kota ini untuk melarikan diri dari rasa bersalah itu."
"Mas, nama kamu siapa? Masa saya menerima uang dari orang yang bahkan saya tidak kenal namanya," ucap Pak Gian.
"Nama saya Chandra Prasetya. Bapak bisa panggil saya Chandra atau Pras."
"Mas Pras, di kota ini ada sebuah gunung yang tidak terlalu tinggi dan mudah didaki oleh pemula. Di puncak gunung itu ada kawah namanya Kawah Raja. Dahulu di kota ini ada sebuah kerajaan yang makmur, namun istri Raja itu meninggal karena sakit. Sang Raja merasa bersalah karena tidak bisa menyembuhkan istrinya. Saat istrinya sakit, dia sudah memanggil banyak tabib hingga dukun, namun penyakit istrinya tidak kunjung sembuh. Setelah istri Raja itu meninggal, batin sang Raja terluka dan membuat seluruh rakyat ikut sedih. Sampai suatu hari, anak dari Raja itu mengajak sang Raja pergi mendaki gunung dan mereka sampai di batas gunung yang terlarang. Gunung itu tidak pernah didaki karena mitos turun-temurun yang sebenarnya dibuat untuk melestarikan alam yang ada di gunung itu. Setelah mereka sampai di atas puncak gunung, keduanya menemukan kawah berkabut yang indah. Sejak Raja dan anaknya naik ke atas sana, banyak orang yang juga mendaki gunung itu. Mereka kemudian memerintahkan prajurit istana membangun tempat bersantai di sana. Setelah itu, rasa bersalah Raja perlahan menghilang dan dia kembali melanjutkan hidupnya dengan tenang."
Pras pun termenung mendengarkan cerita dari Pak Gian. Dia tidak menyangka sejarah kota ini pada masa lalu hampir mirip dengan kondisi dirinya sekarang, tentang seorang pria yang merasa bersalah atas kematian istrinya.
Pak Gian lalu berpesan, "Coba Mas Pras naik ke sana dan hilangkan semua rasa sakit yang mengikat hatimu di sana. Siapa tahu alam dan energi masa lalu memberikan kekuatan padamu, Mas."
Tiba-tiba anak Pak Gian berucap, "Mas, aku sering mendaki gunung. Kalau mau naik ke Kawah Raja, ayo aku siap. Gunung itu memang tidak terlalu tinggi dan cocok untuk pendaki pemula."
Pras lalu menghirup napas panjang dan memikirkan Raihan. Mendadak, dia ingin mengajak Raihan naik ke gunung itu dan memberitahu Raihan tentang apa yang selama ini ia rasakan serta tentang rencana mereka pergi dari Kota Padama saat sudah sampai di puncak.
"Anak saya kira-kira kuat tidak ya naik ke sana?"
"Hm, begini saja Mas. Di sana ada jasa sewa motor trail. Jadi bisa naik ke puncak tanpa harus capek mendaki," ungkap Bayu.
Pras termenung dan memikirkan sesuatu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Ndeso Lambe
sementara ini masih seru dan... kota padama itu ada gk di peta indonesia?
2024-07-23
1
Ropin Mudian
novel pertama yang aku baca di aplikasi ini, semangat bang chio.
2024-07-06
2
Rere (IG : renitaaprilreal)
Semangat thor. Baru baca beberapa bab nih. 🤭
2024-07-01
1