Siena berdiri di balkon depan kelas, menatap ke kejauhan dengan pandangan kosong. Angin sepoi-sepoi menerbangkan rambutnya, tapi itu tidak cukup untuk menghapus rasa sakit yang ia rasakan. Berita putusnya hubungan Siena dengan salah satu cowok terkeren di kampus, Viza, sudah menyebar luas. Hampir semua orang di kampus mengenal Siena, si bintang kampus. Cowok-cowok banyak yang berebut mengejar cintanya, tapi sekarang mereka hanya bisa membicarakan perpisahan Siena dan Viza.
Keisa, sahabat dekat Siena, berjalan cepat menuju balkon. Sesampainya di sana, Keisa langsung menghampiri Siena, wajahnya penuh rasa ingin tahu dan kekhawatiran. "Lo serius putus?" tanyanya dengan cepat, tanpa basa-basi.
Siena menarik napas dalam-dalam, menunjukkan wajah sedihnya, walaupun memang tidak sesedih sebelumnya. "Iya, Keis. Gue putus sama Viza."
Keisa terdiam sejenak, mencoba mencerna jawaban sahabatnya. "Kenapa, Sen? Gue pikir hubungan kalian baik-baik aja, kalian baru pacaran dua Minggu loh."
Siena menggeleng pelan, merasa berat mengingat kembali apa yang terjadi. "Ternyata, dia selingkuh, Keis. Gue nggak nyangka sama sekali."
Keisa membelalakkan matanya, terkejut mendengar pengakuan itu. "Selingkuh? Dengan siapa? Kok bisa? Kurang apa coba Lo?"
Siena menggelengkan kepalanya, " Mungkin cewek dari kampus lain. Gue nggak tahu detailnya, tapi gue tahu cukup untuk nggak mau melanjutkan hubungan ini," jawab Siena sambil mengerucutkan bibirnya kesal.
Keisa mendekat dan memeluk Siena dengan erat. "Gue nggak percaya dia bisa ngelakuin itu sama lo. Lo nggak pantas dapet perlakuan kayak gitu, Sen. Lo kuat, lo pasti bisa lewatin ini."
Siena mengangguk pelan di pelukan Keisa, mencoba menemukan kekuatan dari dukungan sahabatnya. "Gue tahu, Keis. Tapi tetap aja, rasanya sakit banget."
Keisa melepaskan pelukannya dan menatap Siena dengan penuh keyakinan. "Gue di sini buat lo, Sen. Kapan pun lo butuh. Dan gue yakin, banyak cowok di kampus ini yang siap buat ngehibur lo dan kasih cinta yang lebih baik."
Siena tersenyum tipis, merasa sedikit lebih baik dengan dukungan sahabatnya. "Makasih, Keis. Gue beruntung punya sahabat kayak lo."
"Selalu, Sen. Gue akan selalu ada buat lo," kata Keisa, menggenggam tangan Siena erat-erat, memberi kekuatan pada sahabatnya yang tengah patah hati.
Keisa menarik napas panjang dan berkata, "Sen, tapi ini udah cowok yang kesepuluh semenjak kita kuliah. Lo nggak capek?" tanyanya dengan nada bercanda.
"Emang gue kerja rodi apa, pakek capek. Hati gue yang capek. Gue kan pengen di cintai dengan tulus Keis."
Keisa tersenyum tipis, "Lo harus lebih selektif deh Sen kalau cari pacar." saran Keisa.
Siena mengedikkan bahunya, wajahnya menunjukkan sedikit rasa frustasi. "Kayaknya semua cowok sama aja, deh. Tukang kibul."
Keisa menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis. "Nggak semua, Sen. Lo aja yang selalu ketemu sama yang salah. Mungkin lo harus lebih hati-hati pilih cowok."
Siena menghela napas. "Gue udah capek, Keis. Gue pikir Ziva beda, tapi ternyata sama aja."
Keisa merangkul Siena, mencoba memberikan dukungan. "Tenang aja, Sen. Gue yakin, ada cowok baik di luar sana yang pantas buat lo. Mungkin sekarang lo butuh waktu buat sendiri dulu, buat nyembuhin hati lo."
Siena tersenyum tipis, merasa sedikit lebih baik. "Mungkin lo bener, Keis. Mungkin gue harus fokus ke diri gue sendiri dulu."
Keisa menepuk bahu Siena dengan lembut. "Nah, itu baru sahabat gue. Kita jalan yuk, cari es krim buat ngerayain kebebasan lo dari cowok brengsek itu."
Siena tertawa kecil dan mengangguk. "Ayo, gue butuh sesuatu yang manis sekarang."
Mereka pun berjalan meninggalkan balkon, siap menghadapi hari dengan sedikit lebih ringan, saling mendukung dan menguatkan satu sama lain.
Baru saja beberapa langkah meninggalkan balkon, Viza menghadang langkah mereka membuat langkah mereka terhenti.
"Sen, gue ingin bicara berdua saja sama Lo." ucap Viza membuat Siena dan Keisa saling berpandangan kemudian Keisa menganggukkan kepalanya.
"Gue tunggu di kedai es krim." ucap Keisa sebari berlalu meninggalkan mereka.
Kini tinggal diva dan Siena di sana. Siena tampak enggan menatap Viza. Viza hendak meraih tangan Siena tapi dengan cepat Siena menepisnya,
"Gue nggak punya banyak waktu." ucap Siena kemudian.
"Sen, gue mau minta maaf." ucap Viza. Ini sudah yang ke sekian kali, Viza terus mengirim pesan, menelponnya hanya ingin meminta maaf padanya. Tapi Siena tidak berniat membalas atau mengangkat telponnya.
"Gue cinta banget sama Lo, gue nggak bisa tanpa Lo. Percayalah gue bakal berubah."
Siena menarik napas dalam-dalam sebelum menatap Viza dengan dingin. "Maaf? Viza, gue udah denger maaf lo berkali-kali. Tapi yang lo lakukan kemarin udah kelewatan."
Ziva menggelengkan kepala, terlihat frustasi. "Gue beneran nggak sungguh-sungguh sama Naya, Sen."
"Oh jadi namanya Naya?" tanya Siena kesal. Mendengar cewek itu di sebut namanya rasanya ingin mendidih.
"Gue serius, Sen. Gue cuma... ya, gue khilaf."
"Khilaf. Sejak kapan selingkuh itu khilaf, Lo ngomongnya nggak masuk akal." ucap Siena meremehkan ucapan Viza.
"Tapi lo juga salah karena selalu melibatkan kakak lo dalam hubungan kita. Gue nggak suka kak Vino selalu ikut campur."
Siena merasa amarahnya mulai membara. "Yang mana yang Lo maksud kak Vino ikut campur, hah?"
"Lo selalu ingin gue sama kayak dia, gue bukan Vino. lagi pula dia selalu saja ada saat kita kencan, itu sangat menggangu. Gue nggak suka."
"Kak Vino begitu karena dia sayang sama gue dan nggak mau liat gue disakitin. Kalau lo bisa jaga hubungan kita dengan baik, kak Vino nggak bakal punya alasan buat campur tangan."
Viza mendesah. "Tapi, Sen, gue nggak bisa terus-terusan di bawah bayang-bayang kakak lo. Gue butuh kebebasan dalam hubungan ini."
Siena menggeleng, kecewa. "Kalau lo beneran sayang sama gue, lo bakal ngerti kenapa kak Vino begitu. Dia cuma mau gue bahagia, dan lo jelas nggak bikin gue bahagia. dan sudah lah, lagi pula kita juga udah putus. Nggak perlu pH capek-capek debatin ini."
Viza terdiam, tampak terpukul oleh kata-kata Siena. "Lo beneran nggak mau kasih gue kesempatan lagi?"
Siena menatap Viza dengan tegas. "Kesempatan? Sudah nggak ada kesempatan lagi buat Lo, Lo udah ninggalin belang buat gue dan kakak gue dan jangan harap kakak gue bakal maafin lo setelah apa yang Lo lakuin ke gue."
Viza terdiam, menyadari betapa seriusnya Siena. "Gue... gue ngerti, Sen. Gue cuma berharap lo bisa maafin gue dan kita bisa sama-sama lagi."
Siena menggeleng pelan. "Lupakan saja keinginan. Lo itu, karena itu jelas nggak bakal terjadi."
Dengan perasaan campur aduk, Siena berbalik dan meninggalkan Viza di balkon, berjalan menuju kedai es krim tempat Keisa menunggunya.
Bersambung
Happy reading
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments