Air mata yang sedari tadi Arleta tahan akhirnya meluap tanpa di minta, Arleta menangis tersedu-sedu memikirkan nasibnya. "Kenapa nasibku harus seperti ini!" teriaknya tanpa menghiraukan rasa sakit di bibirnya saat ia bicara.
"Kenapa kau memberikan cobaan kepadaku dengan begitu berat tuhan kenapa?" tanyanya dengan menangis tersedu-sedu.
Ia bangkit dan berjalan kembali saat ini gadis itu tidak memiliki tujuan ia berjalan kesana kemari tak tentu arah, hingga ia merasakan nafasnya sesak, kepalanya terasa pusing bahkan tubuhnya melemas di susul dengan dirinya yang tidak sadarkan diri.
Arleta terbaring di pinggir jalan tidak ada satupun orang di sana bahkan cahaya jalan itu sangat redup hingga sebuah cahaya yang begiti silau datang mendekati. Cahaya itu datang dari sebuah mobil yang melintas kesana, mobil itu berhenti tepat di hadapan tubuh Arleta yang lemah tidak berdaya.
Seorang pria turun dari mobil kemudian mendekati tubuh tidak berdaya itu dan betapa terkejutnya pria itu saat mengenali wajah yang tadinya sangat cantik menjadi mengenaskan seperti ini, meskipun wajah itu sudah tidak dapat di kenali karena babak belur kulit yang tadinya berwarna putih berubah menjadi ungu di campur dengan cairan merah, tetapi tak membuat pria itu tidak mengenalinya.
Pria itu sangat mengenali gadis yang saat ini berada dihadapannya gadis itu adalah gadis yang siang tadi ia antar ke Danau ya... pria itu adalah Ken, ia baru saja pulang kerja dan tidak sengaja melintasi jalan itu hingga saat di tengah perjalanan ia melihat seorang wanita tergeletak di pinggir jalan.
Ken mengangkat tubuh Arleta dan membawanya memasuki mobil, dengan buru-buru ia mengendarai mobil itu menuju Rumah sakit hingga saat sampai di rumah sakit ia meminta perawat untuk membawanya ke dalam dan dengan cepat para perawat itu membawa brankar dan langsung di bawa masuk ke dalam ruang UGD.
Ken duduk di depan ruang UGD dengan memikirkan apa yang terjadi pada Arleta hingga wajah gadis itu menjadi babak belur.
Seorang dokter keluar dari ruangan tersebut hingga membuat Ken bangkit dari duduknya dan menghampiri dokter tersebut dnegan menanyakan keadaan Arleta.
"Keadaannya sudah lebih baik untung anda langsung membawanya ke sini kalau sampai telat beberapa waktu saja lukanya akan menjadi infeksi," jelas Dokter.
"Apa dia sudah sadar?" tanya Ken.
"Iya, beliau sudah sadar tetapi untuk beberapa waktu ia harus di rawat di sini karena selain luka luar ia juga mengalami benturan keras di dadanya," jelas Dokter tersebut membuat Ken menganggukkan kepalanya.
"Baiklah Dok Terima kasih."
Arleta sudah di pindahkan ke ruang rawat, Ken masuk ke dalam ruangan itu dan ia melihat Arleta sedang duduk menyandarkan punggungnya di sandaran brankar.
"Arleta." Panggil Ken.
"Ehh iya," Arleta menoleh ke asal suara dan langsung tertawa dengan senang.
"Om tampan sedang apa kau di sini?" tanyanya dengan nada begitu bahagia. Ken menarik kursi dan duduk di samping brankar tempat saat ini Arleta duduk. "Ada apa dengan mu? Kenapa kau bisa terluka cukup parah seperti ini?" tanya Ken.
"Aku tidak apa-apa hanya kecelakaan kecil saja," jawab Arleta.
"Kata Dokter dadamu terkena benturan apa masih sakit?" tanya Ken sedikit khawatir.
"Sudah mendingan, Om Kenapa kau sangat mengkhawatirkanku?" tanyanya dengan penuh selidik.
"Jangan GR aku tidak mengkhawatirkanmu aku hanya kasihan padamu,"
"Masa?" Meskipun sedang sakit tapi Arleta masih sanggup menggoda pria di depannya.
"Hubungi keluargamu sekarang, supaya ada yang menemanimu di sini, karena saya mau pulang, ini sudah sangat malam!" Ken berujar dengan mengambil ponsel Arleta yang terletak di atas nakas rumah sakit.
"Om pulang saja Terima kasih karena kau sudah menolongku," Arleta tersenyum sembari mengambil ponselnya dari tangan Ken.
"Kau tahu aku yang menolongmu?"
"Hehe enggak nebak aja gitu, lagian kalo bukan Om yang nolongin ngapain Om ada di sini coba?" jawab Arleta dengan cengengesan tidak jelas.
"Cepat hubungi keluargamu!" Arleta hanya tersenyum tidak mengikuti perintah Ken.
"Kenapa kau tersenyum? Cepat hubungi keluargamu!"
"Tidak, jika kau mau pulang pulang saja aku bisa di sini sendiri,"
'Bagaimana bisa aku menghubungi mereka bukannya aku seperti ini karena mereka yang ada aku bisa mati malam ini juga,' batin Renata dengan menatap ponsel keluaran lama yang sudah retak di bagian sudut layarnya.
"Cepat! kau punya keluarga kan?" tanya Ken dengan mengernyitkan keningnya.
"Iya." Singkat Arleta.
Arleta menyalakan ponselnya kemudian ia mengirim pesan kepada Bang Ciprut lalu pesan tersebut di perlihatkan kepada Ken.
"Tuh lihat om aku sudah memintanya untuk kesini," Arleta memperlihatkan ponselnya kepada Ken.
"Oke saya tunggu sampai orang itu datang,"
"Oke," Ujar Arleta dengan santai, kemudian menarik pesan itu sebelum bang ciprut membacanya dan mengganti dengan pesan lain tetapi ia salah ternyata Bang Ciprut sudah membaca pesan darinya.
'Sampai kapan pun dia tidak akan datang, karena aku sudah mengirimkan pesan kepadanya kalau aku baik-baik saja ha...ha..ha,' gumam Arleta di dalam hati.
"Let...Arleta!" teriak seseorang dengan membuka pintu ruangan itu dan membuat Arleta tercengang dengan kedatangan Bang Ciprut.
"Abang kenapa kesini aku kan sudah bilang kalau perkataan ku bohong dan abang tidak perlu kesini!"
"Bohong gimana? Kamu lihat wajahmu hancur begini!"
"Oh jadi kamu membohongi saya, Kamu bilang mau panggil keluarga tetapi yang datang preman ini!"
"Hehe maaf Om habisnya aku bingung, Kalau malam-malam begini menelpon keluarga kan takutnya mengganggu tidur mereka, tetapi kalau Bang Ciprut kan jarang tidur," jelas Arleta.
Bang Ciprut menatap Arleta dengan tajam, tadi sebelum dirinya menerima pesan dari Arleta Bang Ciprut itu sedang menolong orang yang di begal dan saat pesan itu ia baca ia sangat terkejut dengan Arleta yang memberitahunya kalau gadis itu sekarang sedang di rumah sakit. Tetapi yang membuatnya kesal adalah saat tidak berapa lama pesan itu di tarik dan di ganti dengan ucapan yang mengatakan kalau ia baik-baik saja, Bang ciprut tidak percaya dengan ucapan Arleta yang terakhir, ia pun bergegas menuju Rumah sakit ternyata saat ia menanyakan nama Arleta kepada Resepsionis dan benar saja kalau Arleta masuk Rumah sakit.
"Hehe maaf ya Bang, Om," Arleta cengengesan dan tiba tiba ia merasa sesak sulit sekali untuk bernafas.
Ken yang menyadari kalau Arleta sedang kesulitan bernapas pun langsung menekan Call Nurse dan tidak berapa lama seorang perawat datang.
Setelah perawat itu masuk ia langsung memanggil Dokter untuk menangani sesak nafas yang di alami Arleta.
"Mohon maaf kalian bisa menunggu di luar? ini demi kenyamanan kami dalam memeriksanya," ujar perawat itu.
Ken dan Bang Ciprut pun keluar dari dalam ruangan itu, mereka duduk di kusi besi dengan bersebelahan. "Dia kenapa Bang?" tanya Ken.
"Bang...Bang...Bang emang saya abangmu!" ketus Bang Ciprut.
"Ketus banget, jadi preman saja sudah sombong begitu," gerutu Ken.
"Yang sombong itu kamu!"
"Iya terserah Abang aja," ujar Ken dengan menegaskan kata 'Abang'.
"Sebenarnya Arleta kenapa?" tanya mereka barengan.
"Kenapa kamu ngikutin?" tanya Bang Ciprut.
"Justru Abang yang ngikutin saya!"
Mereka berdua berdebat dengan adu mulut dan saling menyalahkan tidak ada yang ingin kalah satu pun, waktu sudah menunjukan pukul setengah satu malam. "Sudahlah saya capek," ujar Bang Ciprut. "Saya juga," ujar Ken.
"Jadi kenapa kamu bisa bertemu dengan Arleta?" tanya bang Ciprut.
Ken pun menjelaskan tentang bertemunya Arleta malam ini dan membuat Bang Ciprut tersenyum samar saat mendengar ucapan Ken yang mengatakan wajah dan bibir Arleta luka bahkan bibir itu berdarah-darah.
Dalam pikiran Bang Ciprut yang melakukan itu pasti Ayah atau ibu tirinya tetapi biasanya tidak sampai separah ini, dulu mungkin mereka menyiksanya dengan menampar atau memukul dengan sapu atau apapun dan bang ciprut tahu kalau itu luka bekas tonjokan dan beberapa tamparan juga yang membuat Bang Ciprut bertanya-tanya apa kesalahan Arleta hingga mereka menyiksanya dengan sangat keji.
Dokter dan perawat keluar dari kamar rawat Renata, mereka menghampiri Bang Ciprut dan Ken yang sedang bergelut dengan pikirannya masing-masing.
"Dok bagaimana keadaannya?" tanya Ken.
"Luka benturan di dadanya membuat dia kesulitan bernafas, tapi tenang saya sudah menanganinya,"
"Jadi dia luka karena benturan terjatuh atau bagaimana?" tanya Ken.
"Setelah saya tanya dia mendapati pukulan di dadanya hingga cidera ringan," ujar Dokter dan Ken mengalihkan pandangannya kepada Bang Ciprut.
"Apa kami boleh melihatnya Dok?" tanya Ken.
"Iya boleh tapi saya harap jangan sampai membangunkannya karena beliau baru saja tertidur," saran Dokter itu.
"Baik Dok Terima kasih"
Mereka berdua masuk ke dalam ruang rawat itu dengan pelan-pelan dan mereka melihat Arleta tertidur dengan bantuan alat pernafasan, mereka yang melihat itu merasa kasihan.
Setelah melihat keadaan Arleta Ken pamit kepada Bang Ciprut untuk ke toilet, sedangkan bang Ciprut menarik kursi dan mendekati Aeleta yang sedang terbaring.
"Aku tahu sebenarnya kau sangat terpukul dengan semua ini kan? tetapi kau begitu hebat dalam menyembunyikan semua itu kau berlagak seakan hidupmu itu bahagia penuh canda tawa tetapi itu semua palsu aku tahu itu Let," gumamnya.
Menurutnya Arleta adalah sosok gadis yang tangguh disaat semua gadis seumurannya bermain dan bergaya dengan teman-temannya tetapi ia harus membanting tulang untuk menghidupi keluarganya yang bahkan tidak menganggapnya ada mereka hanya menganggap Arleta sebagai penghasil uang.
Bahkan Arleta tidak pernah memiliki teman yang tulus kepadanya, semua teman di sekolah memandang Arleta rendah bahkan mereka jijik dengan Arleta karena tidak bergaya modis seperti mereka.
Hanya Naumi lah teman Arleta satu-satunya meskipun Naumi selalu minta di jajani oleh Arleta, tetapi gadis berisi itu sangat baik bahkan Naumi pun sama di sekolahnya tidak ada yang menemani dan hanya Arleta lah yang menemani gadis berisi itu, karena semua teman yang ada di kelas hanya mementingkan fisik dan materi saja. Mereka juga sebenarnya iri kepada Arleta karena Arleta paling cantik di sekolah sehingga itu menambah kebencian mereka kepada Arleta.
Arleta hanya bersikap bodo amat kepada mereka tidak pernah memperdulikan apa yang mereka lakukan bahkan ia tidak pernah merasa takut dengan semua teman wanitanya itu, malah Arleta dengan mereka sering bertengkar karena mereka selalu membully dirinya dan juga Naumi.
Bang Cipurut memperhatikan wajah Arleta tapi sedetik kemudian tatapannya menjadi tajam dengan kedua tangan yang mengepal. "Ini baru permulaan!" Pria itu menarik sebelah sudut bibirnya.
***
Ken berjalan menuju bagian Administrasi untuk membayar biaya Rumah sakit Arleta, sekaligus ia juga meminta Arleta. Setelah selesai ia kembali lagi ke ruang rawat.
"Dari mana kamu?" tanya Bang Ciprut.
"Dari luar," jawab Ken.
Tak berapa lama Ken berpamitan untuk pulang Karen dia belum istirahat, dia baru saja pulang dari kantor sebelum bertemu dengan Arleta, Ken sebenarnya sangat lelah karena harus lembur terus menerus setiap harinya.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments