Dipecat

Pernah terpikir dalam benak Arleta untuk pergi dari rumah itu dan hidup sendiri di luaran sana, tetapi ia juga berpikir kembali jika ia tinggal sendiri di luar sana ia takut tidak akan bisa bertemu dengan salah satu orang tuanya, sekarang saja ia tidak pernah melihat sosok Ibunya itu seperti apa bagaimana keadaannya, apakah wanita itu merindukannya atau wanita itu sudah tidak ingat dengan dirinya, entahlah yang ia pikirkan saat ini hanyalah berjuang dan berusaha untuk mencapai masa depan yang lebih baik.

Arleta berjalan memasuki kamarnya, tidak berapa lama ia sudah rapi dan bersiap untuk berangkat bekerja, Arleta keluar dari kamarnya ia membawa tas selempang di pundaknya dengan tersenyum, ia berjalan menuju pintu keluar. Sebelum sampai di daun pintu, pintu itu sudah terbuka dengan sangat kasar dan di sana nampak Ayahnya dengan wajah tidak bersahabat.

"Mau kemana kamu?" tanyanya dengan suara tinggi. "Aku akan berangkat kerja," jawab Arleta. "Berikan uangmu!" Ayahnya itu mengulurkan tangan meminta uang kepada Arleta tetapi Arleta hanya menggelengkan kepalannya tanpa berbicara sepatah kata pun.

"Mana uangnya! Sini berikan kepadaku!" Ayahnya terlihat memaksa. "Aku tidak ada uang Ayah, aku belum gajian," jelas Arleta.

Tetapi ayahnya itu tidak percaya dengan apa yang Arleta ucapkan, Pria itu merampas tas Arleta dengan kasar dan mengubrak-abrik isi di dalamnya sampai ia menemukan sebuah dompet, dengan kejamnya pria itu mengambil semua sisa uang yang Aeleta punya, tanpa meninggalkan sedikit pun. Sungguh sangat tidak punya hati harusnya ia yang memberi kepada Arleta yang berstatus sebagai anaknya, pria yang di sebut ayah itu lah yang harusnya menjadi tulang punggung keluarga tetap ini malah sebaliknya, di dalam keluarga itu anaklah yang menjadi tulang punggung keluarga.

"Ayah jangan di ambil semuanya itu adalah peganganku, jika ayah mau uang tunggu lah sampai waktu gajian ku tiba!" Bukannya Arleta tidak ingin memberikan uang tersebut kepada Ayahnya hanya saja itu uang terakhir yang ia punya, dan lagi gaji dari dirinya berkerja Part time tidak sebesar gaji para pekerja lain, dengan di terima bekerja saja ia sudah sangat bersyukur karena ada yang mau menerima anak sekolah bekerja.

"Hehh kamu masih kecil tidak baik memegang uang, sudah sana pergi! Cari uang yang banyak!" titah ayahnya dengan mendorong tubuh Arleta keluar dan menutup pintu itu dengan kasar.

Arleta hanya tersenyum sinis mendengar penuturan ayahnya barusan, Arleta berangkat bekerja dengan berjalan kaki karena untuk menaiki angkutan umun sangat lah tidak munkin di saat ia tidak memiliki uang sepeser pun.

Di tengah-tengah perjalanan sebuah kelakson kendaraan roda dua menyapanya dan berhenti tepat di depannya.

"Ayo Let Abang antar," suara seorang pria mengagetkannya. "Bang Ciprut," ujar Arleta dengan tersenyum senang kemudian ia langsung duduk di jok belakang motor Bang Ciprut.

"Tumben kamu tidak naik kendaraan umum?" tanya Bang Ciprut dengan melajukan motornya kembali.

"Aku tidak punya uang, uangku semuanya di ambil oleh Ayah," Arleta berujar dengan sedih.

"Apa Ayahmu merampok uang mu lagi Let?" tanya pria itu. "Haha jangan gitu Bang, emangnya Abang yang suka ngerampok dan ngebegal orang," ujar Arleta dengan terkekeh.

"Let kamu jangan mengajak-ngajak propesiku dong di dalam obrolan ini, Nanti kalau ada yang dengar aku bisa di amuk masa, dan asal kamu tahu ya Let sekarang aku tidak berbuat seperti itu lagi," Bang Ciprut terkekeh mendengar ucapannya sendiri begitu pun dengan Arleta.

"Maaf Bang karena memang itu kenyataannya, dan aku juga tidak percaya dengan ucapan mu itu Bang,"

"Hahaha gak papa lah untung kamu yang ngomong gitu kalau sampai orang lain akan ku pastikan mereka pulang kerumah hanya tinggal nama!"

"Wahh jahat sekali kamu Bang," Arleta tertawa begitu pun dengan Bang Ciprut.

Bang Ciprut memberhentikan motornya tepat di depan cafe, kemudian Arleta pun turun dan mengucapkan terima kasih kepada Bang Ciprut.

"Terima kasih ya Bang sudah mengantarku,"

"Iya sama-sama Let Abang pamit dulu ya." Bang Ciprut menyalakan motornya dan bersiap untuk pergi.

Seperginya Bang Ciprut, Arleta memasuki cafe itu dengan tersenyum senang, seperti biasa ia melakukan semua pekerjaannya dengan baik di cafe tersebut.

Hari sudah mulai malam dengan semangatnya ia bekerja untuk mendapatkan uang, Arleta sengaja mengambil sip sore karena paginya ia berangkat ke sekolah.

"Let antar ini ke meja 43,"

"Baik Kak,"

Arleta mengambil sebuah pesanan itu dan mengantarkannya ke meja nomer 43, Arleta membawa pesanan satu gelas kopi dan kue di dalam nampan tersebut.

Diperjalanan menuju meja itu tiba-tiba seseorang menabraknya sehingga menyebabkan kopi itu tumpah ke baju orang yang menabrak tersebut.

Byurr Cringgg. Suara gelas yang jatuh itu mengundang semua pengunjung untuk memfokuskan perhatiannya pada sumber suara.

"Oh shit! Kalau jalan itu pake mata dong!" bentak seorang wanita yang menabrak Arleta. "Maaf Tante bukannya yang menabrak saya itu Tante ya?" arleta berujar dengan kenyataan.

"Jelas-jelas di sini kamu yang salah! pake alasan memutar balikan fakta lagi, Mana managernya panggil sini karyawan gak becus kerja kok di pelihara!" teriaknya.

Tidak berapa lama seorang pria datang mendekati mereka dengan terburu-buru. "Mohon maaf Nona pelayan saya sudah berlaku tidak sopan kepada anda," ujar manager itu yang merasa segan terhadap wanita yang jelas-jelas salah.

"Saya tidak butuh maaf yang saya mau, pecat dia sekarang juga!" titahnya dengan melipat kedua tangan di perut.

"Baik kami akan memecatnya sekarang juga,"

"Let mulai sekarang kamu tidak bekerja di sini lagi kamu saya pecat!" manager cafe tersebut dengan gampangnya menuruti apa kata pelanggannya yang salah.

"Loh pak saya tidak salah jelas-jelas Tante ini yang menabrak saya!" Arleta tidak terima karena dirinya memang tidak salah.

"Sudahlah Let pokonya sekarang juga kamu angkat kaki dari sini!" Sebenarnya manager itu tidak tega memecat Arleta, tapi mau bagaimana lagi wanita arogan di depannya cukup berkuasa, jika ia membantah bisa saja usahanya akan di tutup.

Dengan terpaksa Arleta membereskan barangnya dan pergi dari cafe itu ia berjalan kaki menyusuri jalanan yang sudah cukup sepi karena hari sudah mulai malam, hanya beberapa kendaraan yang lalu lalang di depannya.

Arleta begitu bingung apa yang harus ia lakukan kedepannya, mengingat ia sudah tidak memiliki penghasilan, padahal mencari kerja itu sangat susah apalagi dirinya masih sekolah, sebentar lagi ia ujian dan harus membayar biaya ujian. Pendidikannya tinggal selangkah lagi untuk menuju kelulusan tapi jika ia tidak membayar ujian ia tidak akan bisa ikut ujian tersebut.

Kalau saja ia lebih berhati-hati saat bekerja tadi, mungkin esok ia masih bisa bekerja meskipun tadi Arleta tidak salah tapi tetap saja dia hanya orang kecil yang selalu di sepelekan oleh mereka para kalangan atas.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!