"Fa, elu kuliah tidak hari ini?" Moya salah satu teman dekat Faheera bertanya, dengan sepeda motor yang sudah menyala.
"Gue kayaknya titip absen saja sama elu Moy, gue takut ketemu Mas Faris. Dia pasti mengejar gue untuk menagih uang itu."
"Lantas elu akan terus sembunyi kayak gini, sementara elu harus keluar untuk berkegiatan? Nggak, kan, Fa?" Faheera bingung, dia tidak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan sohibnya itu.
"Iya juga, sih, Moy. Tapi, hari ini gue memang tidak akan masuk, gue titip absen saja."
"Baiklah. Eum, ngomong-ngomong elu beneran kemarin itu mau diperkosa sama mantan pacar elu di kosan?" tanya Moya meyakinkan.
"Itu benar Moy. Mas Faris sebenarnya sudah lama ngerayu gue untuk mau diajak senang-senang, tapi gue selalu menolak dan menghindar. Dia maksa ngajak gue senang-senang, tapi gue tolak terus. Akhirnya kemarin dia datang lalu nagih duit yang pernah dia berikan untuk bantu gue," jelas Faheera.
"Sekarang gue bingung, uang dari mana bisa gue dapatkan dalam dua bulan sebanyak 20 juta? Sementara gaji gue di warnet saja tidak cukup." Faheera termenung setelah mengatakan itu. Pikirannya tiba-tiba melayang pada sebuah iklan yang kontennya menyewakan pakaian serba-serbi kostum peramal.
"Ngomong-ngomong, elu bisa bantu gue, tidak Moy?" todong Faheera membuat Moya tersentak. Jelas Moya tersentak, sebab jika dia dimintai tolong tentang uang, tentunya Moya akan angkat tangan, diapun pas-pasan pasal keuangan. Uang jajan yang dikasih orang tuanya saja selalu habis dalam sehari.
"Sorry, Fa. Kalau masalah uang, gue tidak bisa bantu."
"Gue bukan mau minta tolong pasal uang, tapi gue mau minta tolong masalah lain. Makanya, elu ke tepi dulu, biar gue ceritakan," sergah Faheera seraya melangkah mengajak Moya menepi.
Moya turun dari motornya dan mematikan kuda besinya itu, lalu mengikuti Faheera.
"Apaan?" Moya penasaran dengan apa yang akan Faheera katakan.
Akhirnya Faheera menjelaskan maksudnya dan bantuan apa yang dia minta pada Moya. Setelah mendengar penjelasan Faheera, untuk beberapa saat Moya tersentak dengan mulut yang ditutup tangan kirinya.
"Gimana, elu mau tidak? Hanya cara ini yang bisa menghasilkan duit lebih cepat. Gue tidak tahu mesti gimana lagi. Gaji gue di warnet tidak seberapa hanya cukup untuk makan dan sewa kosan. Apa elu mau bantu?" desak Faheera lagi memohon.
"Gue bukan tidak mau bantu, tapi apakah tidak terlalu beresiko? Elu mau nipu orang-orang dengan cara elu jadi peramal gadungan?"
"Sutttt. Jangan keras-keras bicaranya," peringat Faheera seraya membungkam mulut Moya karena takut didengar orang lain.
"Mau tidak, Moy? Please!" tanyanya memohon. Melihat Faheera memohon seperti itu, Moya sungguh tidak tega, bagaimanapun Faheera teman satu-satunya yang solid dan tulus padanya.
"Baiklah, gue bantu elu. Tapi bagaimana kostumnya? Kan kita tidak punya kostum itu. Lagipula gue tidak mau saat beraksi membantu elu, gue ketahuan sama orang lain atau teman-teman kampus kita," tekan Moya takut.
"Tenang saja. Mengenai kostum, itu bisa diatur. Gue ada jasa yang menyewakan kostum itu lengkap dengan aksesorisnya. Dia bisa menyewakan dulu, baru dua minggu kemudian bayar sewanya. Masalah sewa kostum, biar jadi urusan gue. Gue akan bayar setelah nanti mendapatkan bayaran dari pasien kita yang pertama. Nanti penghasilannya elu 40 gue 60 persen, apakah elu tidak keberatan?" terang Faheera bersemangat.
"Tapi, gue takut Fa. Itu kan termasuk membohongi orang," tukas Moya terlihat ragu.
"Iya sih Moy, gue juga tahu itu dosa karena membohongi orang, tapi gue benar-benar terpaksa Moy. Sekali ini saja sampai gue bisa membayar hutang sama Mas Faris. Elu mau, ya?" desak Faheera membujuk sohibnya yang masih berpikir keras dan bingung.
"Ok, deh. Elu atur segalanya. Kostum dan apa yang arus gue lakuin tinggal atur." Akhirnya Moya menyetujui permintaan Faheera atas dasar rasa solidaritas pada sohib.
"Tugas elu gampang, elu tinggal pakai kostum, lalu promosiin nomer gue yang baru dan perkenalkan gue sebagai peramal jodoh," terang Faheera membuat Moya berpikir sejenak.
"Ok, beneran nih tugas gue cuma dua itu saja? Terus mengenai bayarannya gimana? Apakah sesuai dengan yang elu katakan tadi?"
"Itu benar Moy, sesuai apa yang gue katakan tadi. Berapapun hasilnya, gue bagi buat gue 60 persen, elu 40 persen. Yang 10 persennya gue kan mau untuk bayar sewa kostum dan tempat," jelas Faheera.
"Ok, deh. Kalau begitu, kapan elu akan mulai dan setiap jam berapa praktek? Asal tempatnya jauh dari sini dan tidak di jam kuliah."
"Kalau mengenai tempat dan jam praktek, gue sudah tentukan. Tempatnya di sebrang alun-alun kota. Kalau jam prakteknya dari jam tiga sore sampai jam delapan malam. Untuk elu, gue kasih keringanan, elu boleh pulang sebelum jam enam sore, gimana?"
"Bolehlah, boleh. Deal. Kalau gitu, gue cabut dulu, ya. Nanti elu kasih nomer baru elu yang mau gue promosiin, sekalian gue bikin brosurnya," ujar Moya sembari berpamitan dan pergi dari depan kosan Faheera.
***
Besoknya, tepat jam 14.00 WIB, Moya dan Faheera sudah boncengan, lalu pergi ke alun-alun kota, tepatnya di sebrang alun-alun. Di sana para pedagang pasar malam sudah mulai melapak daganganya, termasuk Faheera yang kini sudah punya tenda untuk melapak yang berhasil dia sewa per hari dari salah satu pengelola pasar malam, dan kini berhasil membuka jasa peramal jodoh.
Setelah mereka siap dengan kostum peramal, dengan dandanan tegas medok ala-ala peramal kelas kakap, dan tentunya dandanan mereka tidak mudah dikenali siapa-siapa, Faheera dan Moya siap dengan aksi perdananya.
Moya mulai dengan promosi di media sosialnya. Sedangkan Faheera sudah berada di dalam tenda seraya berharap ada pasien pertama yang akan datang. Setiap pasien akan dia layani dengan waktu paling lama setengah jam.
Tepat satu jam kemudian, ada dua orang pasien pertama yang masuk ke dalam tenda lapak Faheera, setelah baca brosur dan dipersilahkan Moya. Karena pasiennya langsung meminta masuk berdua, terpaksa Faheera memberi waktu satu jam berdua. Kebetulan kedua pasien itu adik kakak yang menanyakan tentang jodoh mereka.
Setelah mereka sukses diramal palsu oleh Faheera dengan kartu TAR JOD alias entar jodoh dan membayar mahar yang telah ditarif oleh Faheera, kedua perempuan muda dibawah 30 tahun itu, segera keluar dari tenda dan pulang.
"Doakan kami, ya, Mamih. Semoga kami cepat dipertemukan dengan jodoh yang dibacakan Mamih dalam kartu tar jod nya," ucap salah satu perempuan itu sembari berpamitan. Faheera tersenyum tipis membalas pamit kedua pasiennya. Faheera tersenyum dalam hati dengan geli, sebab kini dia memiliki nama panggilan baru, yaitu Mamih Rahee, alias Heera yang dibalik.
Faheera bersyukur sudah mendapat dua pasien pertamanya. Sayangnya Moya sebelum jam enam harus kembali pulang, karena Moya tinggal dengan orang tuanya.
"Fa, gue balik dulu, ya. Elu tenang saja, gue tetap promosiin lapak dan usaha elu dari rumah. Maaf ya, Fa." Moya berpamitan dengan wajah yang merasa tidak enak terhadap Faheera.
"Tidak apa-apa, Moy. Kan sudah perjanjian diawal. Ok, deh, elu pulang, ya. Dan hati-hati." Moya pun pulang dan meninggalkan lapak Peramal Mamih Rahee.
Beberapa menit setelah Moya pulang, Faheera kedatangan seorang pasien tampan yang sudah tidak asing lagi baginya. Hati Faheera senang sekaligus gugup. Tapi dia harus pura-pura profesional dan melayani pasiennya dengan baik. Lalu siapakah kira-kira pasiennya yang ke tiga ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments