Happy reading....
Sinar mentari menghangatkan pagi, seolah memberi semangat pada siapa saja yang ingin menikmati hari.
Namun tidak dengan seorang gadis yang masih setia dengan bantal guling yang menemaninya. Karena hari ini ia libur bekerja, menurutnya waktu yang tepat untuk berleha-leha.
Terlebih lagi, tidak ada seorangpun yang bisa di ajak berweekend ria. Tidak juga dengan Rendy, sahabatnya. Sejak mengantarnya terakhir kali, ia tidak memperlihatkan batang hidungnya. Entah kemana anak itu, sama sekali tidak memberinya kabar.
"Woy! Dasar ngebo. Pantesan di panggil-panggil nggak ngejawab," tiba-tiba seseorang masuk kedalam kamarnya.
Karena terkejut, earphone yang di pakainyapun terlepas.
"Panjang umur, loe" ujarnya, saat disadari yang masuk adalah Rendy.
"Kenapa??? Hayoooo.. Lagi kangen sama gue, ya?" godanya.
"Nggak. Gue cuma khawatir aja. Loe nggak ngasih kabar, di telepon juga nggak di ankat," gerutunya.
"Sorry,, gue ada acara kampus di luar kota, emang sengaja telepon sama chat dari loe di biarin."
"Sengaja??"
Haaap.
Dengan sigap ditangkapnya bantal yang di lemparkan Mey ke arahnya.
"Iya, sengaja. Kalau misalkan gue denger suara loe, terus gue kangen, gimana??"
"Hueeek..." Mey berekspresi seolah-olah ingin muntah mendengar ucapan sahabatnya itu.
Sementara Mey sedang di kamar mandi, Rendy menghampiri ibu Anita.
"Bagaimana kabar orang tuamu, Ren?" tanya Anita.
"Baik, Tante," jawabnya.
Kedua keluarga mereka memang cukup dekat. Ayah Rendy merupakan sahabat dari almarhum ayahnya Mey.
***
Kediaman keluarga Bramasta
Saat ini seluruh anggota keluarga sedang berkumpul di ruang makan.
"Maliek, gimana kalau acara pertunangan kamu diadakan saat valentine day aja, pasti kesannya romantis banget."
Sambil tersenyum, mama Resty seolah sedang membayangkan.
"Apaan sih, Mam. Kenal juga belum."
"Kenapa nggak di hari ulang tahun mama? Lebih cepat, seminggu lagi." Kali ini pak Bram yang menanggapi.
"Papa memang pintar," sahut mama Resty tersenyum gembira.
"Kalau begitu, tunangannya di hari ulang tahun mama, nikahnya di hari valentine."
"Nggak." Bantah Maliek.
"Iih kamu, mama kan juga pengen seperti jeng Ana, jeng Silvi kalau ketemu yang di obrolin pasti tentang cucunya, 'udah bisa jalan', 'udah tumbuh gigi', 'udah ini', 'udah itu'," mama Resty memperagakan dengan gaya khas sosialitanya.
"Ya, udah. Mama aja yang punya baby."
"Sembarangan. Mama itu sadar umur, Liek. Makanya mama minta kamu yang buat baby," ucapnya dengan kesal karena merasa tidak dimengerti oleh putra semata wayangnya itu.
"Aarrrrghh."
Maliek hanya bisa menggaruk belakang kepala nya dan berlalu dari hadapan orang tuanya.
Sementara pak Bram hanya tersenyum menyaksikan putranya yang merasa frustasi dengan keinginan Resty istrinya itu.
--------------------
Meydina berjalan memasuki sebuah rumah mewah dengan perabotan yang tentu saja waah.
Ia kini sedang berada di kediaman Wira Atmadja. Saat tadi di rumahnya, Rendy bercerita tentang pertamuan dua keluarga yang akan di adakan malam ini, Meydina pun berencana datang untuk sekedar membantu mama Nura, mamanya Rendy.
-malam hari-
"Mey, tolong bawa piring-piring yang ada disitu, sayang." Pinta mama Nura setengah berteriak, karena Mey sedang ada di dapur dan mama Nura di ruang makan.
"Ini, Tante." sambil diletakkan di atas meja makan.
"Kapan acaranya, Mam?" tanya Rendy yang sedang berjalan menuju Meydina dengan sebuah apel di tangannya.
"Aaaa,,," ujarnya sambil membuka mulut.
Refleks Mey pun membuka mulutnya.
"Kamu ini, pelan-pelan dong. Gimana kalau Mey tersedak."
Tidak lama kemudian, pak Bram datang menuruni tangga.
"Ma, itu tamunya udah datang. Tadi dari atas papa lihat mobilnya udah masuk gerbang."
Mama Nura tersenyum gembira.
"Mey, tolong di lanjutin ya. Tante mau panggil Alya dulu," ucapnya dengan ekspresi setengah memohon.
"Oke, Tan," sahut Meydina sambil mengacungkan jempolnya.
Mama Nura bergegas menuju kamar Alya yang ada di lantai atas.
"Bantuin ngapa! diem-diem bae," ucapnya pada Rendy yang sedari tadi hanya cengar-cengir menatapnya, tanpa ada keinginan membantu.
Setelah mengobrol sebentar di ruang tamu, para tamu dan juga tuan rumah kini menuju ruang makan dan langsung memposisikan duduknya.
"Waah, Jeng. Ini beneran jeng Nura sendiri yang masak?" Terdengar suara seorang wanita yang sedang meragukan kemampuan memasak mama Nura.
"Iya, Tante. Masakan mama enak, lho." Sahut Alya.
Meydina berjalan menghampiri dengan membawa mangkuk sayur yang baru dibawa nya dari dapur. Diletakkannya di atas meja makan.
Ia tidak berani menatap satu persatu tamu keluarga itu, karena takut di anggap lancang. Namun terlihat jelas gadis di sampingnya, yang tak lain adalah Alya sedang merasa sangat senang. Ketika hendak berlalu, pak Wira memanggilnya.
"Meydina. Sini nak ikut makan!" ujarnya.
Mulanya Mey merasa ragu, namun melihat Rendy yang sudah menarik kursi untuknya ia pun menyanggupi.
Di sisi lain...
Seorang pria yang sedang tertunduk menatap ponselnya, tiba-tiba mengernyitkan dahi.
"Meydina?" batinnya.
Betapa terkejutnya ia saat mengangkat wajahnya.
Hal serupa juga dirasakan oleh gadis yang hendak duduk di hadapannya.
Bagaimana tidak pria yang dihadapannya adalah atasannya sendiri, Maliek Putra Bramasta.
"Maliek, bagaimana kalau Alya bekerja di perusahaan kamu?" ucap seorang wanita, yang sepertinya mama dari sang CEO.
"Kebetulan posisi sekretaris Maliek sedang kosong," tambah seorang lagi.
"Gimana, Al?" tanya mama Nura.
"Gimana mas Maliek aja mam." Dengan senyuman menyembang Alya menjawab.
"Dengan begitu kalian bisa lebih mengenal."
"Maliek?" tanya sang mama pada Maliek yang tampak sedang melamun.
"Ya, Mam. Biar nanti Riky yang urus."
Akhirnya Maliek menyanggupi.
Suasana hangat menyelimuti kebersamaan mereka. Tanpa mereka sadari dua insan yang saling berhadapan sedari tadi diam-diam saling mencuri pandang dengan tatapan yang sulit diartikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Maliek do jodohin dan tunangan dgn kakaknya Rendy??
2023-03-31
0
Qaisaa Nazarudin
Oh udah meninggal?? ku pikir nikah lain🙏🏻🙏🏻😁
2023-03-31
0
Yuni Wati
ada apa ya kira kira mereka!!!!!!
2022-03-12
0