Happy reading....
"Bu, Mey pulang!"
Dengan membawa segalas air, Anita menghampiri putrinya yang tampak kelelahan di hari pertamanya bekerja. Meydina yang mengetahui ibunya sudah berada di sampingnya segera bangun dari posisinya yang sedang tiduran di sofa.
"Minum dulu!"
"Terima kasih, Bu. Nggak usah repot-repot, Mey kan bisa ambil sendiri."
Setelah menaruh gelas kosong di meja, Mey bergelayut manja di lengan ibunya.
"Bagaimana?"
"Pegal," ucap Meydina lirih.
"Yang sabaar, nanti juga terbiasa."
Sambil tersenyum tipis, di usapnya pucuk kepala putri kesayangannya itu.
"Hmm," dengan manisnya Meydina mencoba tersenyum, dan mengangguk pelan.
"Mey ke kamar dulu ya, Bu."
"Iya. Ibu akan siapkan makan malam dengan menu kesukaan kamu."
"Okkey!" dengan senyum mengembang di acungkan jempolnya.
Anita menatap punggung putrinya yang sedang menuju ke kamarnya dengan raut wajah kesedihan. Dirinya tahu betul keinginan putrinya itu untuk melanjutkan pendidikan walau Meydina tidak menperlihatkan apalagi mengatakan pada ibunya.
Hatinya terasa sakit saat melihat putrinya harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka dan tidak menikmati masa muda seperti teman-temannya. Tanpa sadar tangannya yang terkepal dihentakkan pada lututnya berulang-ulang.
Seandainya sebelah kakinya tidak di amputasi, maka dirinya yang akan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan mereka. Walau akan terasa melelahkan setidaknya hal itu lebih baik dari pada rasa sakit dihatinya saat ini.
Karena sebuah kecelakaan, tidak hanya kehilangan suami, Anita harus merelakan sebelah kakinya di amputasi walau tidak seluruhnya. Untuk kegiatannya sehari-hari, ia biasa menggunakan tongkat penyangga atau kursi roda seperti yang sedang dilakukannya saat ini.
***
Flashback on
"Siapa kamu?"
"Saya Meydina, Pak," jawabnya tegas.
"Tapi.. Aah, sudahlah. Nanti saja kusuruh Riky mencari tahu tentang nama itu." Batin Maliek.
"Kenapa cara berpakaian kamu seperti itu? Ini kantor. Disini kamu kerja. Jangan bilang kamu tidak tahu standart berpakaian seorang karyawan."
Dengan sengaja Maliek memberi penekanan pada beberapa kata untuk menegaskan maksudnya.
"Saya tahu, Pak."
"Kalau tahu, kenapa baju itu masih di pakai?" Maliek sudah mulai terlihat emosi.
"Saya juga nggak mau pake baju begini, Pak. Gerah." Tanpa di duga, kini giliran Meydina yang terlihat emosi.
"Eh, ini Anak di tegur malah balik nyolot."
"Teruus, kenapa kamu pake sweather ini?" Sebisa mungkin Maliek menahan emosinya. Rasanya tak tega bila harus memarahi gadis di hadapannya ini.
"Ini semua gara-gara tadi saya menubruk seseorang di depan kantor, Pak. Dia menumpahkan kopi ke baju saya. Kan nggak mungkin kalau saya pulang dulu. Untung ada teman yang ngasih pinjam ini," celoteh Mey mencoba mencari pembelaan.
Dirinya tidak berani mengungkapkan kebenaran bahwa semua ini berawal dari dia yang terlambat masuk di hari pertamanya bekerja.
"Menumpahkan kopi?? Ooh jadi anak ini yang tadi nubruk gue. Untung tangan gue refleks, ya walau kesiram dikit."
Sambil mengusap punggung tangan yang tadi sempat tersiram, Maliek memperlihatkan senyum devilnya.
"Kamu lihat orangnya?" ia mulai penasaran.
"Tidak," sahut Meydina.
Tanpa disadari siapapun, Maliek menghela nafas lega.
Belum sempat ia berucap,
"Tapi pasti dia itu orang yang sangat menyebalkan. Bermata tapi tak melihat, bertelinga tapi tak mendengar, dan berhati tapi tak merasa, bahkan minta maafpun enggak."
Didengarnya gadis itu sudah berceloteh. Seketika ia mengernyitkan dahinya.
"Kamu lagi baca puisi, haah?"
"Saya lagi nyanyi, Pak."
Menyadari dirinya sudah sangat lancang, Meydina buru-buru menepuk-nepuk bibir dengan jarinya.
Melihat itu Maliek hanya bisa menahan senyum di wajahnya.
"Kenapa juga dia harus minta maaf, kan kamu yang nubruk dia."
Rupanya percakapan ini belum berakhir.
"Bukan. Dia yang nubruk saya," Mey pun tidak kalah keukeuhnya.
"Kamu."
"Dia, Paak."
"Kamu. Ngaku aja kenapa siih?"
"Tapi, Pak.." Mey mulai merasa bingung kenapa dia harus mengaku pada atasannya ini.
"Apa? Memangnya saya bapak kamu," pungkasnya.
Kali ini, mau tidak mau Mey mengunci rapat bibirnya.
Entah mereka sadari atau tidak, masih ada Riky di ruangan itu. Asisten yang sedari tadi hanya sebagai penonton, menggaruk-garuk belakang kepalanya.
Kemana imej Maliek yang selama ini 'dingin', 'pelit kata', atau imej-imej lainnya seakan hilang tersapu angin hanya karena mendebatkan hal yang menurut dirinya sangat sepele.
Flashback off
Di apartemen Maliek
Drrtt... Drrttt... Drrttt...
📱 "Ya, Ma...."
Rupanya sang mama yang menelepon.
📱 "Jangan lupa sama acara kita Sabtu malam ini, ya Nak!"
📱 "Iya, Ma. Maliek ingat. Lagian juga masih beberapa hari lagi."
📱 "Ya udah, nanti mama ingetin lagi aja."
Tut.. Tuuut.. Tanpa basa-basi, Resty, mamanya menutup sambungan telepon mereka.
Bukan tanpa alasan, sang mama bersikap begitu. Maliek tahu betul, orang tuanya terutama mamanya sudah merasa sangat kesal padanya karena selalu menolak bila akan dikenalkan dengan anak gadis teman-temannya. Dan untuk kali ini, sang mama pun memaksa.
Dicari nama kontak Riky pada ponselnya. Tak lama kemudian...
📱 " Ya, Liek."
📱 "Gimana, Rik. Udah loe cari tahu nama Adisurya itu nama siapa? gue ngerasa pernah dengar nama itu."
Yang ditanya seakan enggan menjawab.
📱 "Maliek Putra Bramasta, loe tu pikun atau amnesia siih? Ya jelas loe pernah denger nama itu, itu kan nama belakang mama loe sendiri,, Ny. Resty Nata Adisurya," ucap Riky dengan nada kesal.
📱 "Oh, GOD. Kok gue bisa lupa nama mama gue sendiri ya?"
"Dasar anak durhaka." Batin Riky.
***
Keesokan harinya..
Seakan tidak ingin mengulang kejadian kemarin, hari ini Meydina sudah bersiap akan berangkat bekerja.
Dia sedang menaskan motor maticnya yang kemarin baru diambil di bengkel sepulang kerja. Beberapa hari yang lalu, motornya mogok. Kata abang bengkelnya siih, turun mesin. Yaa mungkin karena kurangnya perawatan atau apalah dia tidak tahu. Yang pasti, hari ini dia merasa lega karena kemarin dia tidak kehilangan pekerjaannya.
*
Dari kejauhan terlihat dua orang pria sedang berjalan menuju loby kantor. Bila dilihat dari cara setiap orang yang berpapasan dengan mereka, sudah di pastikan kedua orang itu sang CEO dan asistennya.
Meydina dan teman-temannya sudah berdiri untuk memberi salam dan hormat kepada atasannya. Seperti biasa, hanya di balas anggukan kecil tanpa ekspresi.
Senyum tipis tersungging di bibir Maliek ketika ujung matanya menangkap sosok gadis yang kemarin mendebatnya. Dia sudah tidak sabar ingin mendengar dari Riky tentang kesamaan nama belakang gadis itu dengan mamanya.
Jangan lupa like, komen, dan juga VOTEnya ya readers. Terima kasih😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Ira Resdiana
seketika aku nyanyi loohh... wkwkwkkk
2023-05-11
0
Qaisaa Nazarudin
Berarti sepupuan ya mereka..
2023-03-31
0
Tutik Yunia
sepupu, mungkin bapak Mei adiknya ibu Malik
2022-11-12
0