" Lo beli komik lagi?", Susi menatap plastik berlambang Gramedia di tangan Rara.
" Iya dong. Lo kan tau, dunia gue adalah dunia membaca. Gue gak bisa jauh-jauh dari komik dan novel", Rara menggoyangkan plastik putih itu.
" Iya... Iya... Sebentar lagi gue yakin. Rumah lo bakalan jadi toko buku terbesar kedua setelah Gramedia", sindir Susi.
Rara menguap tidak mempedulikan sindiran Susi. " Wah sudah gelap. Ternyata kita lama sekali di sini", Rara berjalan cepat ke arah mobil, Susi mengikuti dari belakang.
" Wah gila sih, besok gue jaga lagi", Susi ngedumel sambil memasang sabuk pengamannya.
" Untung gue cuti. Jadi selow", Rara berkata santai.
" Antar gue dong", pinta Susi.
" Iya, ke halte Busway kan?", Rara berkata jahat.
" Jangan dong... Di antar pulang napa", Susi merengek.
" Buset dah....jauh rumah lo. Macet pula", Rara menolak mentah-mentah.
" Tega banget lo sama teman sendiri", Rara masih merengek.
" Iya deh. Gue antarin. Untung teman baik lo, kalau gak gue biarin jalan kaki", Rara memaki pelan.
" Terima kasih cantik. Mulia hati sekali kamu", Susi menjilat.
" Jijik", Rara melengos kesal
*****
Rara membelokan mobil ke area rumah Susi. Maklum rumah Susi memang memasuki beberapa gang yang agak sepi. Jadi kalau turun dari Trans Jakarta, Susi suka di jemput papanya dengan mobil di halte.
" Lo gak ada niatan pindah rumah? Ini ya masih hutan belantara", Rara bingung sesekali melihat keluar jendela.
" Yee kalau siang di sini ramai tau", Susi mencibir.
"Bentar-bentar, di depan itu apa? Begal ya?", Rara menyipitkan mata melihat ke arah yang agak jauh dari mobilnya. Kira-kira dua meter.
" Mana?", Susi ikut berkonsentrasi dengan menyipitkan matanya. Melihat ke arah yang Rara lihat.
Benar seorang pria sedang di pegang oleh pria lainnya dan salah satu dari mereka memukul kepalanya dengan sebuah kayu sebanyak 1 kali. Pria itu langsung ambruk.
Tanpa memikirkan banyak hal, Rara langsung menekan klakson mobilnya sekuat tenaga. Saat mendengar itu mereka sangat panik dan langsung bergegas masuk ke dalam mobil berwarna hitam. Salah seorang di antara mereka yang paling akhir masuk tampak sangat tenang, melihat ke arah mobil Rara dan Susi.
Tapi Rara yang memberhentikan mobilnya langsung menyoroti pria itu dengan lampu jauh. Pria itu bergegas masuk ke dalam mobil setelah sebelumnya melepaskan sebuah tembakan ke arah pria yang terbaring di tanah.
Rara dan Susi sama-sama histeris. Susi menelpon polisi, sedangkan Rara keluar mobil saat mobil para begal itu sudah pergi. Dengan cepat Rara berlari ke arah pria yang terbaring di tanah dengan berlumuran darah.
" Mas... Mas.. bangun", insting dokternya keluar.
Sedikit respon dari laki-laki yang berlumuran darah itu. Dengan sekuat tenaga dia meraih pergelangan tangan Rara yang menepuk dadanya.
Nafasnya terengah-engah. Darah mengalir dari kepala dan bahu kanannya. Melihat itu tanpa sadar Rara berteriak.
" Toloooong...... Tolong....", teriak Rara.
" Raa gue udah hubungin polisi tapi kita bawa aja deh ke Rumah Sakit", Susi memberikan instruksi karena untuk pertama kalinya mereka berdua menemukan kejadian seperti ini.
" Gimana caranya?", Rara hilang akal.
" Ayo angkat sekuat tenaga. Bawa ke mobil",Susi memberikan perintah.
Maka dengan kekuatan yang entah datang darimana mereka mengangkat pria itu masuk ke dalam mobil. Susi menyetir, berusaha untuk tidak panik.
Sedangkan Rara menekan luka yang terus mengeluarkan darah.
Pria itu antara sadar dan tidak, berusaha membuka matanya untuk melihat Rara.
" Mas jangan tidur ya... Harus tetap sadar... Jangan tidur", Rara menekan luka pria itu dengan jaket miliknya. Wajah pria itu penuh darah dan tanah, Rara tidak bisa mengenali dengan baik wajah pria itu terutama di tengah kepanikan mereka.
Dengan terengah-engah pria itu membisikan sesuatu. Rara berusaha untuk mendengar tapi tidak bisa.
" Apa?", Rara menurunkan sedikit kepalanya ke arah mulut pria itu.
" Amos.... Star", setelah berkata begitu pria itu menutup matanya.
****
" Benturan benda tumpul di kepala belakang dan luka tembak pada bagian bahu kanan. untung tidak mengenai organ dalamnya. Wah ini perampokan bersenjata", dokter UGD menjelaskan kepada Rara dan Susi.
Baju mereka berdua berlumuran darah. Terutama Rara, darah membasahi baju dan celananya cukup banyak.
" Apa anda walinya?", tanya dokter UGD rumah sakit itu.
" Bukan kami hanya menemukan orang ini di jalan saat kejadian. Agak jauh tapi memang terlihat dia di pukul menggunakan benda tumpul, sepertinya balok", Rara menjelaskan.
Dokter itu mengangguk. " Apa anda tau pasien ini siapa?", tanya dokter itu lagi.
Rara dan Susi sama-sama menggeleng.
" Tapi tadi dia sempat bilang ' Amos Star', ya sepertinya itu", Rara berkata sedikit ragu.
Dokter mengangguk lalu meminta seorang perawat untuk mencari tau identitas pasien dari KTPnya.
Rara dan Susi duduk di kursi yang di berikan. " Kami sudah boleh pulang kan?", Rara mulai gelisah karena ini sudah jam 12 lewat.
" Bisa bersabar sebentar, ada polisi yang ingin bertanya", perawat berkata ramah.
Rara dan Susi mengangguk lemas. " Aduh dinas pagi lagi gue. Mati deh", Susi mengomel.
" Selamat malam, kami dari kepolisian ingin menanyakan beberapa pertanyaan. Apakah ibu berdua bersedia?", seorang polisi mendekati kami.
Rara mengangguk setuju.
" Boleh say lihat KTP mbak berdua?", polisi itu meminta ijin.
" Boleh ", Rara mengambil KTP dari dalam tas yang ternyata juga terkena bercak darah. Yaa.. buang deh tasnya batin Rara.
" Jam berapa anda melihat kejadian ini?", tanya polisi sambil melihat KTP milik Rara dan Susi.
" Sekitar jam 9. Kejadiannya sangat cepat", Rara menjelaskan.
" Kira-kira berapa orang yang menyerang korban sepengelihatan anda?", tanya polisi itu lagi.
Rara berusaha mengingat kembali kejadian itu. " 5 orang ya?", Rara memastikan ke Susi.
" Iya 5 orang. Mereka seperti gangster", Susi menambahkan.
" Apa anda bisa menggambarkan ciri-ciri salah satu pelaku?", polisi meminta.
" Aku susah menggambarkan karena jaraknya agak jauh dan aku ketakutan", Susi bergidik.
" Aku juga agak susah menjelaskan ciri-ciri mereka tapi yang menembak itu kidal. Dia memgang senjata menggunakan tangan kiri. Ya dia kidal", Rara memastikan benar pikirannya.
" Baik terima kasih penjelasannya mbak Rara dan Mbak Susi. Tapi anda tau korban ini siapa?", tanya polisi sebelum meninggalkan kami.
Rara dan Susi sama-sama menggeleng. Polisi mengangguk mengerti. " Baik terima kasih kerja samanya ya".
*****
Setelah polisi itu pergi datang lagi seorang pria berjas resmi dengan seorang pria muda di belakangnya.
" Selamat malam nona Rara dan nona Susi. Perkenalkan saya Danu pengacara keluarga pasien", pria paruh baya itu memperkenalkan diri.
Mendengar kata pengacara, Rara langsung mengerti. Orang yang mereka selamatkan bukan sembarang orang. Pasti dia adalah orang penting. Rara mengangguk canggung, begitu juga dengan Susi.
" Terima kasih karena sudah menolong direktur kami dari perampokan yang terjadi", pria itu berkata tulus.
Rara dan Susi saling pandang. Direktur? Benar orang penting, pantas saja banyak sekali orang yang datang untuk mengurusi pasien itu.
" Ya... Sudah tugas kami sebagai warga negara yang baik untuk saling menolong", Rara menjawab sembarangan.
Pria itu tersenyum. " Untuk mengapresiasi pertolongan dari nona berdua, perusahaan Amos Star akan memberikan sesuatu untuk nona berdua", pria itu berkata pelan tapi pasti.
" Sesuatu.. apa maksudnya?", Susi bingung.
" Apapun yang nona berdua minta akan kami berikan", pria itu berkata tenang.
Rara dan Susi menghela nafas seperti mendapatkan rejeki nomplok. Mereka berdua saling sikut, tapi kewarasan Rara kembali.
" Tidak... Kami tidak menerima hal seperti itu. Kami iklas menolong", Rara berkata yakin.
" Hah iyaa benar... ", Susi menimpali. Mereka berdua adalah dokter, mereka bisa di hujat jika menerima uang atau sejenisnya.
" Tidak apa-apa. Kami iklas dalam memberikan apresiasi karena kalau bukan karena nona berdua mungkin direktur kami sudah tiada", pria itu berkata lagi.
Rara diam sejenak lalu berkata. " Kalian bisa memberikan semua hal?", Rara mengoreksi.
" Ya benar", pria itu mengangguk pasti.
" Daripada memberikan hal lain bisakah kalian menolongku? Begini mobilku penuh darah bisakah perusahaan kalian membersihkan untukku? Di bersihkan bukan di ganti", Rara berkata polos.
Pria itu tersenyum menahan tawa. Sepertinya baru kali ini dia menemukan wanita muda aneh yang tidak tergila-gila dengan uang.
" Baik akan kami lakukan", kata pria itu lagi.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments