My Lovely Ghost
Seorang gadis berusia 27 tahun sedang berdiri di depan troli meja emergency. Gadis itu bernama Rara, seorang dokter umum yang berjaga di ruangan ICU.
Gadis itu menatap monitor layar yang menunjukan garis tidak beraturan seperti sandi rumput. Matanya tidak lepas dari sana, terkadang sesekali dia melihat ke arah pasien yang sedang terbaring di atas ranjang tempat tidur.
" Kasih tau keluarganya tentang perburukan pasien. Nanti saya bicara lagi sama anak pasien", Rara berkata kepada seorang perawat di dekatnya.
" Baik dokter", jawab perawat itu.
Rara melepaskan sarung tangan sekali pakai dari tangannya dan langsung menuju wastafel untuk mencuci tangan.
" Sudah banyak komplikasi dan usianya 80 tahun, coba jelaskan untuk DNR saja. Mungkin keluarga bisa diskusi dan setuju, atau kalau tidak ya harus tindakan maksimal. Panggil keluarganya dulu saya mau bicara. Siapkan form persetujuan dan penolakan tindakan", Rara memberikan instruksi sambil mencuci tangan.
Rara adalah wanita karir yang selalu tekun dalam pekerjaannya, tidak neko-neko, selalu logis dan satu lagi dia tidak percaya dengan hal yang berbau magis. Menurutnya semua hal itu bisa terjadi karena sebab akibat, tidak mungkin tanpa alasan.
Jadi misalnya dia sedang berkumpul sama teman-temannya, lalu tiba-tiba sebuah gelas di dekat mereka pecah. Bagi sebagian orang percaya bahwa itu adalah sebuah pertanda bahwa sebuah kejadian buruk akan terjadi. Tetapi bagi Rara gelas itu pecah karena gelasnya sudah rapuh dan ada pemuaian yang sedang terjadi. Bagi Rara semua hal yang terjadi pasti ada alasannya.
" Pernah nih sekali waktu kejadian pas waktu Covid 19 lagi rame, ruangan isolasi kita kan ada kameranya tuh. Nah satu kali ada pasien meninggal, udah di mandiin udah di pakaikan baju bagus. Lagi nunggu keluarganya buat bungkus sesuai protokol", cerita salah satu rekan kerja rara kepada yang lain.
" Terus?", yang lain penasaran.
" Bed pasien kita kan listrik ya, terus tiba-tiba bed nya naik. Jadi si pasien yang meninggal itu kayak duduk gitu. Kita pada takut banget tau gak waktu liat di CCTV. Tapi lo semua tau gak apa yang dr Rara bilang?", si pencerita membuat yang lain penasaran.
" Katanya, itu bed nya rusak. Harus di perbaiki suruh teknisi datang perbaiki saja", si pencerita menirukan Rara.
" Dia gak takut?", tanya yang lain.
" Tentu tidak. Padahal bed nya tidak tercolok ke listrik", dokter Edwar tiba-tiba nimbrung.
Perawat yang sedang bergosip itu kaget dengan kedatangan dr Edwar.
" Eh dokter, jaga dok?", salah seorang perawat yang paling semangat tadi berbasa basi.
" Iya. Kan tadi visit nya di temani kamu. Gimana sih", dr Edwar menjawab lucu.
" Hehehe iya ya", perawat itu salah tingkah.
" Sudah jangan pada bergosip. Bubar grak", dokter Edwar membubarkan kerumunan itu dengan sekali usir.
Edwar menghela nafas panjang. " Haah.. Rara lagi... Gak ada orang lain apa ya", bisiknya pada diri sendiri.
****
Rara merenggangkan badannya dengan kuat. " Waahh.... Gila gila... Untung gue cepat. Jalanan macet banget", Rara mengeluh kepada susi yang merupakan teman jaga paginya hari ini.
" Iya. Tadi gue naik Trans Jakarta makanya cepat sampai. Bebas hambatan cuy", Susi menimpali sambil matanya tetap tertuju pada buku laporan jaga.
" Lo besok cuti dua hari mau ke mana?", tanya Susi. " Mau naik gunung lagi?".
Rara menggaruk dahinya yang sedikit gatal. " Gak, gue mau menikmati hari. Di tempat tidur, belanja bulanan, bersihin rumah, menanam sayur depan rumah", Rara menjelaskan rencana kegiatannya.
" Gila sih. Itu mah bukan liburan. Tapi kerja cuma di bidang lain", Susi menggelengkan kepala. Bingung dengan tingkah temannya yang tidak bisa tinggal diam.
Pintu terbuka, Edwar masuk dengan wajah kusut.
" Emergency bed berapa?", tanyaku tanpa basa basi.
" Isolasi 1 dan bed 4", jawabnya sambil mencuci tangan. Lalu masuk ke kamar mandi dokter untuk bersih-bersih.
" Wah berpulang juga, sudah aku edukasi sih. Untung keluarganya mengerti, tidak egois", kata Rara.
" Eh Ra.. lo kenapa sih gak percaya keberadaan hantu di dunia. Mereka tuh ada tau", tiba-tiba Susi berceloteh.
" Aduh Susi.. kita tuh ya sekolah tinggi-tinggi bukan untuk yang kayak gituan. Udah deh, gue gak suka bahas yang kayak gitu ", Rara langsung mematikan pembicaraan.
" Yee... Galak lo", Susi kesal. " Lo kemarin kenapa marahin orang tua pasien anak di PICU?", Susi bertanya lagi.
" Lagian ya dokter Susi. Lo bayangin aja. Tiba-tiba pasien anak masuk dengan Demam berdarah, terus udah syok, perdarahan. Pas mau tindakan kata mamanya dokter sabar dulu ya, saya bawa dukun mau di doakan dulu", Rara menjelaskan.
" Jadi si ibunya bawa dukun beneran?", tanya Susi tidak percaya.
" Iya dia bawa dukun cowok, mana kalungnya gede banget lagi", Edwar yang baru keluar kamar mandi ikut menimpali.
" Terus beneran di usir sama Rara?", Susi penasaran.
" Iyaa. Jadi si dukun lagi ngerapal mantra. Kata mamanya pasien si anak itu di guna-guna saudaranya karena suaminya naik jabatan gitu lah".
" Nah pas lagi ngerapal mantra si Rara langsung bilang. Saya bilang keluar sekarang. Saya mau tindakan. Silahkan keluar, kalau sampai terjadi apa-apa sama anak ini kamu tanggung jawab", Edwar menirukan gaya Rara saat marah kemarin.
" Jadi semuanya keluar deh. Si dukun mukanya kecut banget hahahaha", Edward tertawa puas.
" Lagian ya, mana ada sih. Anak sudah susah kayak gitu, hasil lab jelas banget udah perburukan. Sudah edema paru. Wah gila tu mamanya percaya kayak gituan", Rara mengomel lagi.
Susi tertawa keras mendengar cerita itu. " Wah hanya kamu yang berani kayak gitu Ra. Kalau gue mungkin sudah gue tungguin terus itu sampai selesai mantranya", Susi berkata di tengah sela tawanya.
Rara menghela nafas kasar. " Sampai kapanpun gue gak percaya dukun dan sejenisnya. Titik", Rara berkata yakin.
****
Rara duduk di dalam mobilnya sambil menatap keluar jendela. Hujan mulai turun rintik-rintik, ini sudah jam 4 sore. Rencananya hari ini dia dan Susi akan pergi ke toko buku besar untuk membeli sesuatu.
Rara melihat Susi berlari ke arah mobil sambil menutupi kepalanya dengan tas.
" Sorry sorry... Lama nunggu ya?", Susi memamerkan giginya yang putih.
" Lumayanlah... Kalau nanam bunga bisa dapat 3 pot", ucap Rara penuh sarkas.
Susi mencibir saat mendengar perkataan Rara. Susi lalu membuka tasnya dan mengaduk-aduk isi tas itu.
" Makasih mas", aku berkata ramah kepada penjaga karcis di pintu masuk. " Lo nyari apa?", tanya Rara saat melihat Susi sibuk.
" Power bank. Nah ini dia nemu juga", Rara mengambil sebuah benda berbentuk kotak dan kabel lalu menyambungkannya ke ponsel.
" Pacar lo mana? Kenapa gak bareng dia sih?", Rara bertanya sambil berkonsentrasi menyetir.
" Pacar gue kan lagi dinas luar kota", Susi menjawab santai. " Dan lagi ya Ra, kita tuh udah lama gak me time. Sudah sih, jangan ngomel-ngomel mulu", Susi menasihati.
" Iyeee... Bu dokter", Rara manyun.
" Ngomong-ngomong ya... Kenapa lo gak cari pacar?", Susi bertanya lagi. " Kan usia lo sudah mau bangkotan tu. Cari gih biar enak kalau jalan-jalan bisa berempat", Susi memberikan ide.
" Belom minat. Lagian kalau cuma mau jalan-jalan berempat, ajak aja si edwar. Gampang kan", Rara nyeletuk.
" Isss anak ini... Dengar ya Rara. Kamu tuh bukan belum minat tapi milih-milih. Maunya kayak apa sih?", Susi jengkel.
" Gak muluk-muluk banget sih sebenarnya", Rara menjawab pelan.
" Iya kayak apa?", tanya Susi.
" Jin BTS", jawab Rara santai.
" Tolol. Gak guna ngomong sama lo", Susi memaki.
Yang di maki hanya mesem-mesem gak jelas.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Ita Xiaomi
😁😁😁
2024-09-01
0