Vonis Mandul, Hot Daddy
...Salam kenal teman-teman, sebelum membaca karya ini harap teman-teman bacanya jangan lihat saja lalu kabur,sebab berpengaruh sekali dengan retensi. author sekarang hanya mengandalkan retensi untuk dapat bonus, terimakasih ya. Bisa memberi dukungan lewat vote atau hadiah lainnya, bisa juga lewat iklan ya kak. Terimakasih sudah berkenan mampir dan menikmati karya receh penuh dilema ya kak....
.
Seorang gadis berusia 18 tahun berjalan penuh cinta menuju ke ruangan pria yang usianya terpaut 12 tahun lebih tua darinya. Sudah berhari-hari ia tak bertemu dengan pria penyelamatnya yang ia panggil Daddy selama ini, senyum di wajahnya tak pernah surut meski ia tertekan masalah, sebisa mungkin di depan semua orang ia baik-baik saja.
"Laa la la," ia bersenandung ria sambil membawa buah tangan.
Para karyawan sudah tau dan hafal bahwa gadis cantik dan periang itu keluarga terdekat pemilik PT KAYDANSA CORP yang bergerak di bidang produksi, dari makanan dan minuman siap saji, produk kecantikan, dan beberapa produk pakaian juga. Semua bidang itu masih bergerak di bawah naungan nya.
Tok tok.
Dua ketukan itu membuat si empu melepaskan headset yang ia kenakan saat dirinya sedang berbicara dengan mitra bisnisnya dan mengakhiri aktifitasnya. Kemudian ia menatap jam, yang ternyata sudah menunjukkan waktu makan siang.
"Masuk saja." Suaranya menggema di ruangan kerjanya.
Deretan gigi rapi itu menghiasi wajah cantik yang semakin dewasa dan matang dari pemiliknya. Bahkan ia sampai terkesima dan terlena dengan penampilan gadis yang ia rawat selama ini, sebisanya ia menepis angan-angan tersebut, niat awal dan kembali pada niatnya saat pertama kali memutuskan untuk peduli pada gadis yang tersenyum manis di depannya.
"Daddy." Segera berlari dan bergelayut manja di pangkuan sang Daddy yang bernama Velo Kaydansa.
Velo terkejut dengan sikap Vanilla yang selalu ceroboh, apalagi Vanilla sudah dewasa.
"Turunlah, jangan seperti ini. Kamu sudah dewasa Vanilla Kaydansa," tegasnya.
Jika sudah nama lengkapnya begini apa boleh buat, Velo masih menatapnya dengan tajam.
"Daddy, jangan menatapku seperti itu dad. Apa Daddy lupa aku kesini cuma mau kasih ini." Memperlihatkan sesuatu yang memang ia bawa seperti hari-hari biasanya.
Tapi memang beberapa hari ini Velo merindukan celoteh manjanya dan makanan yang ia bawa, meski itu bukan masakannya, cukup menghibur Velo saat ia lelah dengan setumpuk pekerjaannya.
Ia beranjak dan mengambil peralatan makan di salah satu sudut ruangan, tangannya sangat lincah sekali saat menyiapkan segala keperluan makan siang. Diam-diam Velo memperhatikan gerak-gerik sambil sesekali memalingkan wajahnya saat hendak ketahuan olehnya, bohong jika laki-laki dewasa sepertinya di perlakukan demikian tak senang, pasti senang. Namun otaknya masih waras dan menganggap kelakuan Vanilla hanya kelakukan balas budi.
Vanilla memang cerdas dalam mengenyangkan perutnya, namun Velo tidak bisa bersikap lebih padanya, lagi pula Vanilla adalah gadis yang ia rawat 14 tahun silam saat Vanilla berusia 4 tahun. Setelah mempunyai identitas resmi kependudukan ia mengurus semuanya, hingga kini identitas Vanilla sangat jelas.
Velo segera mendekatinya dan duduk di samping Vanilla, ia sedang melihat Velo menerima suapan dari tangannya, usai makan siang ia bergegas dari sofa dan mencuci beberapa peralatan makan yang baru ia gunakan, tak lupa ia mengelap peralatan itu dan menyimpannya kembali. Di pakai bersih setelah kembali harus bersih lagi, perkataan itu terngiang-ngiang di pikiran Vanilla.
'Daddy tega sekali, tapi ... demi Daddy gak masalah. Lagi pula jika mau jadi istri yang paling di cintai, bukankah hal ini juga penting.' kembali menyemangati dirinya.
Vanilla keluar dari ruangan, lalu ia kembali masuk ke dalam ruangan Velo yang ternyata pria dewasa itu kembali ke pekerjaannya.
"Dad, apa Daddy tidak mau melihatku sebentar saja. Apa aku kurang dewasa dad, bukannya Daddy suka dengan gadis yang dewasa?" Pertanyaan sama kembali terlontar di bibir kecil secantik ceri itu.
Velo menghentikan tangannya yang menari-nari di atas keyboard, lalu menatap Vanilla sebentar.
Tak.
"Apa yang sedang kamu pikirkan di otak kecilmu, jangan berbicara hal yang sama setiap harinya, ingat ... kamu aku besarkan lantaran aku menolong mu, jadi ... jaga batasanmu Vanilla, selain itu kamu harus menyelesaikan studi mu, jangan membuatku kesal," tatapan tajam membuat Vanilla mengerucutkan bibirnya.
Di marahi setiap hari, tapi tak membuat tekadnya luntur sedikitpun. Lagi pula bagaimana tidak Vanilla penasaran, usianya matang sekali tapi satu perempuan saja tak pernah ada di sekelilingnya.
Penasaran, apakah Daddy Nya masih normal atau abnormal?
Vanilla tak tau tentang Velo, bagaimana menderitanya dirinya saat mimpi-mimpinya sirna dalam sekejap mata. Dan Vonis itu menghancurkan segalanya, kenapa harus dirinya yang tertimpa musibah buruk.
.
"Huh, dasar perjaka tua. Apa gak karatan itunya." Gerutunya setelah keluar dari kantor Velo.
Velo memijat dahinya yang pusing, kelakuan Vanilla semakin hari benar-benar membuatnya kehilangan kesabaran, apalagi saat Vanilla lancang duduk di pangkuannya.
"Gadis ini, apa tidak bisa setiap hari tidak menggodaku." Semakin pusing kepalanya di tambah lagi bagian intinya juga berdenyut ngilu sekali. Vanilla menunjukkan rasanya sudah lebih dari 3 tahun semenjak umur 15 tahun.
Velo bergegas ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan air dingin, ia membiarkan pakaian yang ia kenakan basah dengan guyuran air shower.
Suara gemercik terdengar jelas, Velo masih berada di bawah shower, membiarkan tubuhnya netral secara sendirinya. Kedua tangannya bertumpu pada dinding kamar mandi, matanya terpejam sambil meresapi air yang masih mengalir dari atasnya.
Namun bayangan tubuh Vanilla yang menggoda membuatkannya terus menegang, bahkan semakin di lupakan, bayang-bayang itu semakin melekat di pikirannya.
"Damn, bagaimana bisa tubuhnya terus terngiang-ngiang di pikiran ku, dasar sialan." Membenturkan kepalanya di dinding kamar mandi, agar ia sadar dan tak memiliki pikiran yang berfantasi lagi.
Pekerjaan Velo hari ini tidak selesai karena kejadian tersebut, ia tak fokus sama sekali. Sepulangnya dari kantor ia membersihkan dirinya. Mata elangnya menelisik seluruh ruangan yang ia lewati, namun tidak ada tanda-tanda Vanilla di rumahnya.
Para pelayan hanya menunduk dan tak berani berbicara sepatah katapun, kalau mereka tidak di tanyai.
"Dimana nona Vanilla?"
Salah satu pelayan langsung maju dan memberikan selembar kertas yang memang pemberian dari Vanilla untuk di serahkan pada Velo ketika ia pulang nanti.
Segera ia mengambilnya dengan cepat dan membukanya dengan keras.
Srek.
Matanya membola ketika bait kata yang tergores di atas kertas itu terbaca dalam hatinya.
Velo membuang kertas itu setelah ia mengepalkan kertasnya.
"KENAPA KALIAN BEGITU BODO' MEMBIARKAN NONA KELUAR," teriaknya bergegas mengambil kunci mobil, jika sudah begini akan terjadi peperangan lagi.
Padahal hubungan mereka sepertinya baru membaik tak ada masalah, bukannya hanya berpamitan makan malam bersama temannya saja. Terkadang sikap mereka juga lucu di jaman sekarang yang seba canggih, ada ponsel kenapa tidak mengirimkan pesan melalui ponsel justru dari selembar kertas.
Asisten pribadi Velo hendak memberikan beberapa berkas kini hanya bisa termangu di tempat, dirinya tak terlihat meski tubuhnya berisi.
"Asem, punya bos satu, kayak gini. Untung kaya, kalau enggak ... udah aku tinggalin." Gerutunya duduk di salah satu ruang keluarga sambil mengerjakan tugas yang sebelumnya di berikan.
Yaitu menyelidiki semua teman yang dekat dengan Vanilla, namun sampai sekarang belum ada tanda-tanda mencurigakan dari teman-teman Vanilla.
"Gak ada tanda-tanda keanehan dalam pertemanan nona Vanilla di kampus, kenapa pak bos begitu marah?" Berpikir sambil menimbang-nimbang, sekiranya apa yang aneh.
Otak Yuda sampai mengebul memikirkannya.
Velo kini berada di perjalanan sambil menggertakkan giginya amarahnya begitu memuncak saat mengetahui Vanilla pergi dan sampai sekarang belum kembali ketika mengirimkan pesan melalui surat tadi ia sangat tidak menyukai perbuatan gadis itu.
"Dasar gadis nak al, aku akan memberikan hukuman hari ini." Sambil memukul stir mobilnya.
Restoran yang cukup bagus untuk kalangan remaja sampai dewasa untuk bersantai dan mengerjakan beberapa tugas di jam lelah mereka.
"CK, ngajak nongkrong di tempat beginian." Dengan gagah Velo memasuki restoran itu, banyak pasang mata yang terkagum-kagum dengan porsi tubuh Velo yang sempurna.
Pahatan wajahnya yang tegas dengan mata berwarna kelabu menambah kesan tampannya.
"Hus...," salah satu teman Vanilla mengisyaratkan agar Vanilla menoleh ke belakang.
"Apaan sih" menaikkan alis dan dagunya sambil mengikuti gerakan temannya.
"Hus ... i--tu, i--tu, di belakang kamu." Cicitnya ketakutan sambil menunjuk laki-laki yang ada di belakang Vanilla.
Vanilla yang tersadar langsung menatap ke belakang.
"Ee he he he, sorry dad." Mengacungkan dua jarinya membentuk huruf V, ia cengengesan.
Wajah datar dan senyum itu adalah sebuah isyarat jika kemarahan Velo sudah di ambang batas, terlihat nafasnya naik turun namun di tahan.
"Pulang," singkat langsung pergi begitu saja.
Pesanan yang baru tiba kini menjadi dingin sebab si pemesan sudah kembali, temannya menghela nafas, tak mungkin ia sanggup menghabiskan makanannya.
"Kak, ini di bungkus saja. Sekalian minta bill ya kak." Ramah dan sopan, siapa yang tak suka dengan wanita seperti Rosa.
Namun Rosa tak seperti Vanilla yang hanya tertuju pada satu orang yang tak pernah melihat keberadaannya, menyesakkan bukan.
"Ini nona, sudah di bayar oleh pria tadi nona, terimakasih sudah berkenan mampir ke restoran ini," ramah pada pelanggan.
Rosa mengangguk.
Kini ia menaiki kuda besinya dengan sekali tarikan stang motor itu telah melesat ke jalan raya yang lumayan padat.
"Gimana nasib Vanilla?" Merasa kasihan dengan teman baiknya itu.
Sedangkan Vanilla menyilangkan kedua tangannya sambil memalingkan wajahnya ke arah luar jendela mobil.
"Daddy egois, aku hanya keluar sebentar tadi. Bahkan makan yang aku pesan belum tersentuh." Bibirnya mengerucut.
Velo menghela nafas, kali ini ia akan mengalah. Hanya kali ini saja, tidak untuk besok.
Beberapa menit kemudian sampailah di salah satu hotel berbintang 5 di sana ada restoran terkenal, tidak hanya pelayanan dan masakan terbaiknya, namun fasilitas juga sangat spesial.
"Dad." Vanilla menggeleng.
"Kenapa? Apa kurang mahal tempatnya. Apa perlu makan malam ke Singapore?" Hendak mengeluarkan ponselnya namun di tahan oleh tangan kecil Vanilla.
"Tidak dad, hanya aku tidak mau berada di tempat-tempat ini lagi. Jika suatu saat nanti aku rindu Daddy bagaimana? Aku tidak mampu jika harus mengulang sendiri di tempat-tempat ini dad." Wajahnya murung.
Velo mengerutkan dahinya.
'Kesambet setan apa ini anak? Kenapa mendadak bicara aneh, apa gara-gara temannya tadi. Sudah pasti, pasti gara-gara temannya tadi yang mempengaruhinya.' Bermonolog.
"Vanilla, selama ada Daddy. Apapun yang kamu mau, Daddy bisa kabulkan." Meyakinkan gadis itu.
Wajah Vanilla langsung ceria kembali, ia tatap netra Velo.
"Termasuk cinta dan sayang Daddy hanya untukku, dan perasaan ku terbalas?" Mencoba lagi untuk bertanya, entah hasil akhirnya seperti apa, ia ingin terus mencoba dan meyakinkan bahwa dirinya pantas bersanding.
Meski statusnya anak yang di rawat, tapi tak ada hubungan darah, jadi apa salah jika ada rasa dan ingin memiliki lebih lagi.
"Jangan membicarakan hal itu lagi Vanilla, fokuslah dalam kuliah mu, jangan fokus berharap yang lain. Bukannya kamu ingin menjadi wanita yang di anggap sepadan?" Pertanyaan Velo benar.
Benar, dirinya bercita-cita menjadi wanita yang sepadan dengan orang yang ia kagumi sejak lama, tapi ... apakah sampai detik ini Daddynya itu tak sadar dan tak menaruh hati.
Lantas, apa perhatian selama ini yang ia tunjukkan pada Vanilla, apa hanya sebatas Daddy dan gadis yang di rawat saja. Kenapa tidak mengambil gadis lain jika ia tak di terima singgah di tahta hatinya.
...BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments