Bab 5 sarapan buat kecewa

Vanilla melamun di dekat jendela kamarnya sambil menatap gemerlapnya lampu jalanan, tuduhan yang tidak-tidak dari daddy-nya cukup membuatnya terluka lebih dalam lagi, sembuhnya kapan? Tidak tau jawabannya.

"Ma, Pa, kenapa kalian ninggalin Vanilla. Sekarang Vanilla sendirian ma, pa," ia mulai terisak kembali.

Hati siapa yang tidak terluka saat satu-satunya orang yang menjadi sandaran dan tujuan hidup tak berpihak padanya, sakit sekali rasanya.

Ia menangis sampai tertidur di dekat jendela kamarnya dan ada sepasang mata menatapnya dari kejauhan dan itu berulang kali, namun Vanilla tak pernah sadar dan tidak mau tau, tidak ada hubungannya dengan dirinya.

Velo berdecak kesal saat melihat Vanilla yang tidak memperhatikan kesehatan tubuhnya sendiri, kenapa suka sekali cari masalah dan perhatian, apa kejadian lalu itu sudah lupa di ingatannya, padahal sudah kerap kali di ingatkan tapi tetap saja ngeyel dan tidak mau mendengarkan sama sekali.

Meski kini Velo sudah kehilangan sosok Vanilla yang dulu namun ia percaya Vanilla akan kembali seperti dulu.

"Kamu ini, kapan bersikap lebih dewasa lagi Vanilla. Usiamu semakin bertambah," membawanya ke tempat tidur.

Pakaian yang di kenakan nya sangat tipis dan memperlihatkan bentuk tubuhnya yang selalu Velo hindari dari dulu, ia hanya ingin menjaga dan tak ada niat merusaknya sedikitpun, namun malam itu menghancurkan segalanya yang ia jaga. Padahal vonis dokter sudah jelas, namun kenapa saat Vanilla bereaksi miliknya mampu bermain dengan hebat.

"Selamat malam, jangan banyak berpikiran yang tidak-tidak Vanilla, sampai kapanpun Daddy tetap milikmu." tanpa sadar ia berucap.

Seandainya Vanilla mendengar ini pasti ia akan bertambah salah paham kedepannya, semoga saja tidak.

Ia perlahan membuka matanya dan menatap ke arah pintu keluar kamarnya, usai Velo pergi dari kamar tersebut barulah ia duduk di tepi ranjang dan bersandar sambil menatap ke awan-awan.

"Andai Daddy benar-benar begitu, sungguh duniaku kian lengkap dan bercahaya. Tapi, sudahlah. Aku tidak akan merusak momen yang seharusnya berjalan dengan semestinya, lagi pula apa salahnya jika Daddy menikah dengan wanita pilihan hatinya." ia memperbaiki selimutnya dan berusaha memejamkan matanya kembali.

Namun sampai pukul 1 malam matanya enggan untuk di ajak bekerja sama, ia membolak-balikkan tubuhnya agar ia bisa tidur kembali, lalu membuka media sosial dan mencari beberapa referensi namun tetap saja matanya tak mau terpejam.

"ihhh, bisa-bisanya aku insomnia begini." ia membasuh mukanya lalu menatap wajahnya.

Meski cantik dan mempesona tapi tak pernah berhasil mendapatkan perhatian tulus dari Daddy nya untuk apa coba. Tidak ada yang spesial meski sempurna.

Velo pun merasakan hal yang sama, bahkan ia sampai detik ini juga masih belum bisa tidur seperti vanilla.

"Apa perlu aku menemuinya dan berbicara padanya? Tapi sepertinya ia sangat lelah hari ini sampai-sampai ia tak sadar tidur di dekat jendela tadi." kini ia bingung sendiri.

Hari pertunangannya dengan Maya memang berjalan sangat baik dan lancar tapi hatinya entah pergi kemana.

Pagi hari.

Maya mengirimkan pesan pada Velo.

💬 selamat pagi, oh ya tadi aku mengirimkan sarapan pagi untukmu. Rasanya tidak sabar ingin menjadi istrimu dan menyiapkan segala keperluan mu setiap hari. Dengan emoticon love banyak sekali

Vanilla baru saja mandi dan dia sudah rapi bahkan pakaiannya sangat sopan kali ini.

Tak tak tak.

suara sepatu terdengar menuruni anak tangga dan Velo langsung melihat ke sumber suara dan benar saja ternyata Vanilla yang tengah menuruni anak tangga.

"Kuliah?" tanyanya sambil tersenyum.

Vanilla hanya mengangguk dan dia sekarang sangat irit bicara bahkan hanya sepatah kata saja terkadang, dulu ia sangat cerewet dan banyak bicara ini itu dan tidak penting, kini semua hilang begitu saja.

"iya," singkat padat dan jelas.

"Daddy antar ya, kenapa sekarang kamu jarang sekali bicara dan protes Vanilla?" makin penasaran.

Namun cara inilah ia harus memberontak dan ia berusaha keluar dari zona nyamannya, ia tak mau terbelenggu dalam keadaan yang tidak pernah bisa memihak dirinya untuk tetap berdiri di tempat tersebut.

"Tidak usah,"

Velo melebarkan matanya tak percaya dengan jawaban yang baru saja keluar dari mulutnya, ini bukan Vanilla yang selama ini ia kenal seperti dua orang yang berbeda.

Ia menatap ke arah meja makan dan melihat ada beberapa bekal yang sepertinya bukan dari kediaman ini.

"ini, makanlah dulu. Siapa tau kamu suka dengan masakan ini," berusaha menyuapinya namun ia enggan membuka mulutnya.

"dari siapa?" bertanya saja jika dari Maya ia tak mau sebab ia sudah sangat anti dengan segala hal yang berhubungan dengannya.

"dari calon istri Daddy, cobalah. Ini enak loh," segitu bangganya kah Velo mendapatkan kiriman sarapan pagi dari Maya.

"tidak usah, aku sudah kenyang," pergi begitu saja, rasa laparnya mendadak sirna begitu saja.

Saat di garasi ia menghela nafas berkali-kali dan menetralkan air matanya yang hendak turun, rasanya ia tak sanggup sama sekali. Baru juga di kirim sarapan pagi, bagaimana jika sampai mereka menikah dan tidur satu kamar satu tempat tidur, itu saja ia tak sanggup membayangkannya.

Velo yang geram dengan tingkah laku Vanilla langsung menyusulnya ke garasi.

"kenapa?" menarik pergelangan tangannya.

Ia menatap Velo.

"Ada apa sih dad?" tanyanya santai sekali.

"kenapa kamu menolak masakan yang dikirim oleh Maya? apa salahnya untuk di coba dan menghargainya." marah tak jelas, seharusnya Vanilla lah yang marah bukan dirinya.

Ia tersenyum sambil menatap penuh kecewa padanya.

"Aku kecewa dengan Daddy, dan terimakasih ya dad," ia segera mengendarai mobilnya.

Ia baru belajar mengendarai kendaraan tersebut beberapa bulan lalu dan baru hari ini ia memberanikan dirinya untuk berkendara sendiri.

Velo ternganga melihat pemandangan barusan, wajah Vanilla begitu kecewa namun ia tak bisa berbuat banyak sekarang, masih ada hal yang harus ia selesaikan dan itu tidaklah mudah untuk sekarang.

"Vanilla, tunggu," ia bergegas masuk ke dalam mobil dan sudah ada sopir yang siap siaga saat pagi-pagi begini.

Mereka sudah hafal betul dengan tingkah laku kedua majikannya ini, entah mengapa mereka senang sekali yang namanya kucing-kucingan.

Vanilla yang lebih dulu melajukan kendaraannya tak peduli dengan deringan ponselnya yang sekarang sama sekali tidak ada yang penting, apalagi jika Velo yang menghubunginya ia tak menggubrisnya samasekali.

"ayo angkat dong, bahaya sekali mengendarai dalam keadaan marah." sudah tau Vanilla dalam keadaan emosi justru ia menghubunginya.

Pada akhirnya Velo tetap mengikuti kemana ia pergi padahal jelas-jelas pagi ini ia ada meeting penting dengan beberapa pemegang saham, tapi ia tak peduli dan memilih menundanya sementara waktu sebab ada hal seperti ini dan ia tak mau di cap gagal dalam merawat Vanilla.

...BERSAMBUNG...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!