...Salam kenal teman-teman, sebelum membaca karya ini harap teman-teman bacanya jangan lihat saja lalu kabur,sebab berpengaruh sekali dengan retensi. author sekarang hanya mengandalkan retensi untuk dapat bonus, terimakasih ya. Bisa memberi dukungan lewat vote atau hadiah lainnya, bisa juga lewat iklan ya kak. Terimakasih sudah berkenan mampir dan menikmati karya receh penuh dilema ya kak....
.
Seorang gadis berusia 18 tahun berjalan penuh cinta menuju ke ruangan pria yang usianya terpaut 12 tahun lebih tua darinya. Sudah berhari-hari ia tak bertemu dengan pria penyelamatnya yang ia panggil Daddy selama ini, senyum di wajahnya tak pernah surut meski ia tertekan masalah, sebisa mungkin di depan semua orang ia baik-baik saja.
"Laa la la," ia bersenandung ria sambil membawa buah tangan.
Para karyawan sudah tau dan hafal bahwa gadis cantik dan periang itu keluarga terdekat pemilik PT KAYDANSA CORP yang bergerak di bidang produksi, dari makanan dan minuman siap saji, produk kecantikan, dan beberapa produk pakaian juga. Semua bidang itu masih bergerak di bawah naungan nya.
Tok tok.
Dua ketukan itu membuat si empu melepaskan headset yang ia kenakan saat dirinya sedang berbicara dengan mitra bisnisnya dan mengakhiri aktifitasnya. Kemudian ia menatap jam, yang ternyata sudah menunjukkan waktu makan siang.
"Masuk saja." Suaranya menggema di ruangan kerjanya.
Deretan gigi rapi itu menghiasi wajah cantik yang semakin dewasa dan matang dari pemiliknya. Bahkan ia sampai terkesima dan terlena dengan penampilan gadis yang ia rawat selama ini, sebisanya ia menepis angan-angan tersebut, niat awal dan kembali pada niatnya saat pertama kali memutuskan untuk peduli pada gadis yang tersenyum manis di depannya.
"Daddy." Segera berlari dan bergelayut manja di pangkuan sang Daddy yang bernama Velo Kaydansa.
Velo terkejut dengan sikap Vanilla yang selalu ceroboh, apalagi Vanilla sudah dewasa.
"Turunlah, jangan seperti ini. Kamu sudah dewasa Vanilla Kaydansa," tegasnya.
Jika sudah nama lengkapnya begini apa boleh buat, Velo masih menatapnya dengan tajam.
"Daddy, jangan menatapku seperti itu dad. Apa Daddy lupa aku kesini cuma mau kasih ini." Memperlihatkan sesuatu yang memang ia bawa seperti hari-hari biasanya.
Tapi memang beberapa hari ini Velo merindukan celoteh manjanya dan makanan yang ia bawa, meski itu bukan masakannya, cukup menghibur Velo saat ia lelah dengan setumpuk pekerjaannya.
Ia beranjak dan mengambil peralatan makan di salah satu sudut ruangan, tangannya sangat lincah sekali saat menyiapkan segala keperluan makan siang. Diam-diam Velo memperhatikan gerak-gerik sambil sesekali memalingkan wajahnya saat hendak ketahuan olehnya, bohong jika laki-laki dewasa sepertinya di perlakukan demikian tak senang, pasti senang. Namun otaknya masih waras dan menganggap kelakuan Vanilla hanya kelakukan balas budi.
Vanilla memang cerdas dalam mengenyangkan perutnya, namun Velo tidak bisa bersikap lebih padanya, lagi pula Vanilla adalah gadis yang ia rawat 14 tahun silam saat Vanilla berusia 4 tahun. Setelah mempunyai identitas resmi kependudukan ia mengurus semuanya, hingga kini identitas Vanilla sangat jelas.
Velo segera mendekatinya dan duduk di samping Vanilla, ia sedang melihat Velo menerima suapan dari tangannya, usai makan siang ia bergegas dari sofa dan mencuci beberapa peralatan makan yang baru ia gunakan, tak lupa ia mengelap peralatan itu dan menyimpannya kembali. Di pakai bersih setelah kembali harus bersih lagi, perkataan itu terngiang-ngiang di pikiran Vanilla.
'Daddy tega sekali, tapi ... demi Daddy gak masalah. Lagi pula jika mau jadi istri yang paling di cintai, bukankah hal ini juga penting.' kembali menyemangati dirinya.
Vanilla keluar dari ruangan, lalu ia kembali masuk ke dalam ruangan Velo yang ternyata pria dewasa itu kembali ke pekerjaannya.
"Dad, apa Daddy tidak mau melihatku sebentar saja. Apa aku kurang dewasa dad, bukannya Daddy suka dengan gadis yang dewasa?" Pertanyaan sama kembali terlontar di bibir kecil secantik ceri itu.
Velo menghentikan tangannya yang menari-nari di atas keyboard, lalu menatap Vanilla sebentar.
Tak.
"Apa yang sedang kamu pikirkan di otak kecilmu, jangan berbicara hal yang sama setiap harinya, ingat ... kamu aku besarkan lantaran aku menolong mu, jadi ... jaga batasanmu Vanilla, selain itu kamu harus menyelesaikan studi mu, jangan membuatku kesal," tatapan tajam membuat Vanilla mengerucutkan bibirnya.
Di marahi setiap hari, tapi tak membuat tekadnya luntur sedikitpun. Lagi pula bagaimana tidak Vanilla penasaran, usianya matang sekali tapi satu perempuan saja tak pernah ada di sekelilingnya.
Penasaran, apakah Daddy Nya masih normal atau abnormal?
Vanilla tak tau tentang Velo, bagaimana menderitanya dirinya saat mimpi-mimpinya sirna dalam sekejap mata. Dan Vonis itu menghancurkan segalanya, kenapa harus dirinya yang tertimpa musibah buruk.
.
"Huh, dasar perjaka tua. Apa gak karatan itunya." Gerutunya setelah keluar dari kantor Velo.
Velo memijat dahinya yang pusing, kelakuan Vanilla semakin hari benar-benar membuatnya kehilangan kesabaran, apalagi saat Vanilla lancang duduk di pangkuannya.
"Gadis ini, apa tidak bisa setiap hari tidak menggodaku." Semakin pusing kepalanya di tambah lagi bagian intinya juga berdenyut ngilu sekali. Vanilla menunjukkan rasanya sudah lebih dari 3 tahun semenjak umur 15 tahun.
Velo bergegas ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan air dingin, ia membiarkan pakaian yang ia kenakan basah dengan guyuran air shower.
Suara gemercik terdengar jelas, Velo masih berada di bawah shower, membiarkan tubuhnya netral secara sendirinya. Kedua tangannya bertumpu pada dinding kamar mandi, matanya terpejam sambil meresapi air yang masih mengalir dari atasnya.
Namun bayangan tubuh Vanilla yang menggoda membuatkannya terus menegang, bahkan semakin di lupakan, bayang-bayang itu semakin melekat di pikirannya.
"Damn, bagaimana bisa tubuhnya terus terngiang-ngiang di pikiran ku, dasar sialan." Membenturkan kepalanya di dinding kamar mandi, agar ia sadar dan tak memiliki pikiran yang berfantasi lagi.
Pekerjaan Velo hari ini tidak selesai karena kejadian tersebut, ia tak fokus sama sekali. Sepulangnya dari kantor ia membersihkan dirinya. Mata elangnya menelisik seluruh ruangan yang ia lewati, namun tidak ada tanda-tanda Vanilla di rumahnya.
Para pelayan hanya menunduk dan tak berani berbicara sepatah katapun, kalau mereka tidak di tanyai.
"Dimana nona Vanilla?"
Salah satu pelayan langsung maju dan memberikan selembar kertas yang memang pemberian dari Vanilla untuk di serahkan pada Velo ketika ia pulang nanti.
Segera ia mengambilnya dengan cepat dan membukanya dengan keras.
Srek.
Matanya membola ketika bait kata yang tergores di atas kertas itu terbaca dalam hatinya.
Velo membuang kertas itu setelah ia mengepalkan kertasnya.
"KENAPA KALIAN BEGITU BODO' MEMBIARKAN NONA KELUAR," teriaknya bergegas mengambil kunci mobil, jika sudah begini akan terjadi peperangan lagi.
Padahal hubungan mereka sepertinya baru membaik tak ada masalah, bukannya hanya berpamitan makan malam bersama temannya saja. Terkadang sikap mereka juga lucu di jaman sekarang yang seba canggih, ada ponsel kenapa tidak mengirimkan pesan melalui ponsel justru dari selembar kertas.
Asisten pribadi Velo hendak memberikan beberapa berkas kini hanya bisa termangu di tempat, dirinya tak terlihat meski tubuhnya berisi.
"Asem, punya bos satu, kayak gini. Untung kaya, kalau enggak ... udah aku tinggalin." Gerutunya duduk di salah satu ruang keluarga sambil mengerjakan tugas yang sebelumnya di berikan.
Yaitu menyelidiki semua teman yang dekat dengan Vanilla, namun sampai sekarang belum ada tanda-tanda mencurigakan dari teman-teman Vanilla.
"Gak ada tanda-tanda keanehan dalam pertemanan nona Vanilla di kampus, kenapa pak bos begitu marah?" Berpikir sambil menimbang-nimbang, sekiranya apa yang aneh.
Otak Yuda sampai mengebul memikirkannya.
Velo kini berada di perjalanan sambil menggertakkan giginya amarahnya begitu memuncak saat mengetahui Vanilla pergi dan sampai sekarang belum kembali ketika mengirimkan pesan melalui surat tadi ia sangat tidak menyukai perbuatan gadis itu.
"Dasar gadis nak al, aku akan memberikan hukuman hari ini." Sambil memukul stir mobilnya.
Restoran yang cukup bagus untuk kalangan remaja sampai dewasa untuk bersantai dan mengerjakan beberapa tugas di jam lelah mereka.
"CK, ngajak nongkrong di tempat beginian." Dengan gagah Velo memasuki restoran itu, banyak pasang mata yang terkagum-kagum dengan porsi tubuh Velo yang sempurna.
Pahatan wajahnya yang tegas dengan mata berwarna kelabu menambah kesan tampannya.
"Hus...," salah satu teman Vanilla mengisyaratkan agar Vanilla menoleh ke belakang.
"Apaan sih" menaikkan alis dan dagunya sambil mengikuti gerakan temannya.
"Hus ... i--tu, i--tu, di belakang kamu." Cicitnya ketakutan sambil menunjuk laki-laki yang ada di belakang Vanilla.
Vanilla yang tersadar langsung menatap ke belakang.
"Ee he he he, sorry dad." Mengacungkan dua jarinya membentuk huruf V, ia cengengesan.
Wajah datar dan senyum itu adalah sebuah isyarat jika kemarahan Velo sudah di ambang batas, terlihat nafasnya naik turun namun di tahan.
"Pulang," singkat langsung pergi begitu saja.
Pesanan yang baru tiba kini menjadi dingin sebab si pemesan sudah kembali, temannya menghela nafas, tak mungkin ia sanggup menghabiskan makanannya.
"Kak, ini di bungkus saja. Sekalian minta bill ya kak." Ramah dan sopan, siapa yang tak suka dengan wanita seperti Rosa.
Namun Rosa tak seperti Vanilla yang hanya tertuju pada satu orang yang tak pernah melihat keberadaannya, menyesakkan bukan.
"Ini nona, sudah di bayar oleh pria tadi nona, terimakasih sudah berkenan mampir ke restoran ini," ramah pada pelanggan.
Rosa mengangguk.
Kini ia menaiki kuda besinya dengan sekali tarikan stang motor itu telah melesat ke jalan raya yang lumayan padat.
"Gimana nasib Vanilla?" Merasa kasihan dengan teman baiknya itu.
Sedangkan Vanilla menyilangkan kedua tangannya sambil memalingkan wajahnya ke arah luar jendela mobil.
"Daddy egois, aku hanya keluar sebentar tadi. Bahkan makan yang aku pesan belum tersentuh." Bibirnya mengerucut.
Velo menghela nafas, kali ini ia akan mengalah. Hanya kali ini saja, tidak untuk besok.
Beberapa menit kemudian sampailah di salah satu hotel berbintang 5 di sana ada restoran terkenal, tidak hanya pelayanan dan masakan terbaiknya, namun fasilitas juga sangat spesial.
"Dad." Vanilla menggeleng.
"Kenapa? Apa kurang mahal tempatnya. Apa perlu makan malam ke Singapore?" Hendak mengeluarkan ponselnya namun di tahan oleh tangan kecil Vanilla.
"Tidak dad, hanya aku tidak mau berada di tempat-tempat ini lagi. Jika suatu saat nanti aku rindu Daddy bagaimana? Aku tidak mampu jika harus mengulang sendiri di tempat-tempat ini dad." Wajahnya murung.
Velo mengerutkan dahinya.
'Kesambet setan apa ini anak? Kenapa mendadak bicara aneh, apa gara-gara temannya tadi. Sudah pasti, pasti gara-gara temannya tadi yang mempengaruhinya.' Bermonolog.
"Vanilla, selama ada Daddy. Apapun yang kamu mau, Daddy bisa kabulkan." Meyakinkan gadis itu.
Wajah Vanilla langsung ceria kembali, ia tatap netra Velo.
"Termasuk cinta dan sayang Daddy hanya untukku, dan perasaan ku terbalas?" Mencoba lagi untuk bertanya, entah hasil akhirnya seperti apa, ia ingin terus mencoba dan meyakinkan bahwa dirinya pantas bersanding.
Meski statusnya anak yang di rawat, tapi tak ada hubungan darah, jadi apa salah jika ada rasa dan ingin memiliki lebih lagi.
"Jangan membicarakan hal itu lagi Vanilla, fokuslah dalam kuliah mu, jangan fokus berharap yang lain. Bukannya kamu ingin menjadi wanita yang di anggap sepadan?" Pertanyaan Velo benar.
Benar, dirinya bercita-cita menjadi wanita yang sepadan dengan orang yang ia kagumi sejak lama, tapi ... apakah sampai detik ini Daddynya itu tak sadar dan tak menaruh hati.
Lantas, apa perhatian selama ini yang ia tunjukkan pada Vanilla, apa hanya sebatas Daddy dan gadis yang di rawat saja. Kenapa tidak mengambil gadis lain jika ia tak di terima singgah di tahta hatinya.
...BERSAMBUNG...
"Baiklah dad, kita makan di restoran ini saja." Keluar dari mobil setelah berada di basemen Hotel.
Tubuhnya tidak ada semangat sama sekali, bahkan rasa laparnya kini mendadak meluap.
Sudah berkali-kali mereka makan bersama di tempat ini, banyak pasang mata yang terkagum-kagum pada ketampanan Velo yang terpahat sempurna, tidak hanya tampan di wajah tapi di dompetnya juga, siapa yang tidak suka dengan kesempurnaan itu.
Tapi tidak bagi Vanilla, meski Velo sangat royal dan posesif jika ia pergi keluar, tapi tidak dengan raga dan hatinya, entah siapa pemiliknya.
"Kenapa tidak dimakan?" Velo memotong daging steak yang ada di hadapannya dan menukarnya dengan milik Vanilla yang tak tersentuh sedari tadi.
Ia menatap steak yang sudah di potong tinggal di makan.
'Kelakuannya seperti ini terus, bukankah akan membuatku salah paham. Apa Daddy tak menyadarinya?' Bertambah murung wajahnya.
Benar, semenjak kecil ia sudah tau jika Velo bukan keluarganya dan hanya seorang pahlawan yang suka rela merawatnya setelah insiden kecelakaan yang merenggut nyawa ke-dua orang tuanya, sopir dan baby sitter dan juga satu pembantunya. Kejadian naas itu masih ada sampai sekarang, karena masuk berita trending topik kala itu.
Kedua orang tua Vanilla aktor dan aktris terkenal pada jamannya, mereka idola yang di kagumi banyak penggemar hingga kini, beruntunglah Vanilla memiliki orang tua yang begitu luar biasa pengabdiannya dalam industri perfilman, hingga kisah mereka masuk ke dalam film layar lebar dan telah di putar puluhan kali setiap tahunnya.
"Makan lah, besok peringatan kematian kedua orang tuamu Vanilla, apa kamu mau jatuh sakit sebelum acara itu di selenggarakan?" Dingin sekali nada bicaranya, tak ada kata-kata lembut yang menenangkan sama sekali.
"Tidak dad, aku jamin besok aku tak berbuat ulah seperti tahun-tahun sebelumnya. Aku janji," memperlihatkan deretan giginya.
Velo tak percaya, sudah berkali-kali dan setiap tahunnya begitu, mengulang lagi mengulanginya lagi.
"Daddy pegang ucapan kamu."
Mereka segera menyelesaikan acara makan malam yang begitu romantis, meski tak ada adegan suap-menyuap seperti di drama-drama romantis.
Tak berselang lama, kini Vanilla sudah berada di kamarnya, pikirannya kemana-mana sambil menatap ponselnya untuk mencari referensi menggoda sang Daddy, hal gila kan sampai sekarang niatnya belum padam. Padahal Velo sudah sangat tegas padanya, namun ia tetap maju dengan percaya diri.
"Maaf dad, hanya dengan cara ini aku bisa tau Daddy ada rasa atau tidak? Selain itu aku juga ingin menggagalkan acara pertunangan Daddy besok, selain acara peringatan kedua orang tuaku, sorry dad." Ia mengenakan jubahnya dan menemui sang Daddy.
Tok tok.
Dua ketukan lagi, Velo melepas kaca mata yang bertengger di hidungnya lalu meletakkan kembali di atas meja dekat laptopnya.
Ceklek. Suara handle pintu terbuka, dan terlihatlah gadis cantik dengan polesan make up yang sederhana itu berhasil menggugah sesuatu yang seharusnya tak bangun. Gila bukan, tapi ia normal dan wajar jika melihat sesuatu yang indah dan imut demikian.
Nb. Gak semua ya teman-teman.
Velo sama sekali tak merasa curiga dengan sikap Vanilla yang sudah masuk ke kamarnya dan mengunci pintunya, namun detik berikutnya ia di buat terkejut dan tidak berkutik saat jubah itu di tanggalkan.
Brug.
"Daddy, kenapa Daddy terus menerus menolak ku? Apa aku kurang cantik dan kurang se*si?" Semakin mendekati Velo.
Vanilla memperlihatkan lekuk tubuhnya yang memang pakaian yang ia kenakan pres badannya. Bisa di katakan seperti jaring, namun cantik sekali saat Vanilla yang mengenakan pakaian tersebut.
"Tidak!" Singkat dan padat.
Itulah sikap dingin yang selalu ia tujukan pada gadis yang telah ia selamatkan dan rawat selama bertahun-tahun. Memang ia sengaja menjaga jarak, agar tidak terjadi hal lebih yang akan di sesali oleh gadis itu.
Namun Vanilla tetap melanjutkan aksinya, ia melakukan lagi saran dari beberapa sosial media yang ia cari-cari.
"Dad, lihatlah aku. Lihat dad." Terus melangkah sampai tubuh Velo terhuyung ke belakang dan terjatuh tepat di atas tempat tidurnya.
"Jangan berbuat lancang Vanilla, besok hari penting di keluarga ini," berusaha menyingkirkan Vanilla.
Justru dengan berani Vanilla merayap di atas tubuhnya, Velo menggigit bibir bawahnya, padahal kelakuan Vanilla di kantor tadi siang cukup membuatnya panas dingin dan sekarang apa? Justru lebih parah dari tadi siang dan kemarin-kemarin.
Dirinya tak berdaya dan terlena dengan semuanya.
"I'm sorry, aku tidak berniat merusak mu. Tapi kamu terus menerus menggodaku, laki-laki mana yang sanggup menahan jika setiap hari di suguhkan pemandangan ini. Pergilah dari kamarku dan kembalilah ke kamarmu, jangan lupa kamu bersihkan dirimu, aku akan membereskan kekacauan ini. Dan ingat satu lagi, aku di sini tak bersalah, jika kamu marah seharusnya kamu marah pada dirimu sendiri." Wajah Velo berubah sendu.
Sedangkan Vanilla terdiam di tempat saat dirinya di usir begitu saja oleh Velo, pria yang baru merenggut mahkotanya. Perlahan ia mengenakan pakaiannya kembali sebelum ia kembali ke kamarnya sendiri, tepat di sebelah kamar utama milik Velo.
"Pergilah, jangan membuatku marah Vanilla, besok aku akan tetap bertunangan dengan Maya, cepatlah keluar. Gadis tak punya malu seperti kamu memang pantas mendapatkannya, bukankah Daddy sudah bilang dan memperingatkan kamu, tapi kenapa kamu masih lancang. Andai saja kamu tak lancang tadi, aku yakin keperawa,nan mu masih utuh, ingat itu Vanilla, kamu gadis murahan yang pernah Daddy kenal, dan Daddy sangat kecewa dengan sikapmu." Tetap menatapnya penuh kebencian, namun di tahan. Vanilla menangkap wajah kecewanya.
"Maaf dad, aku sungguh-sungguh tidak ingin Daddy bertunangan dengan wanita itu, aku pikir Daddy tidak jadi bertunangan. Ternyata tetap lanjut ya dad? Dan maafkan Vanilla yang lancang tadi Dad." Matanya memancarkan kekecewaan mendalam pada Velo.
Sedangkan Velo mematung meski netranya tetap menatap tubuh Vanilla yang kini berangsur-angsur menjauh dari kamarnya, bahkan cara jalannya terlihat sangat tidak nyaman, apa segitu ganasnya kah kelakuannya barusan.
Ia memejamkan matanya, teringat kejadian tadi di tempat tidurnya.
"Vanilla, aku ini daddy mu. Berhenti, jangan membuat aku menyesal Vanilla." Ingin mendorong tubuh Vanilla namun tenaganya mendadak habis.
"Daddy, lihatlah aku dad. Lihat lah, bukannya ini kesukaan Daddy, bukannya Daddy suka dengan sesuatu yang besar. Lihatlah dad, milikku tidak seperti dulu," memperlihatkan nya pada Velo.
Velo menelan salivanya, bibirnya terus mengulum dan menahan, apalagi bagian bawahnya sudah tak terkendali.
'Kenapa bisa aktif begini?' batinnya.
Apalagi saat ia menatap tubuh indah Vanilla, ia gelap mata dan segera membalikkan tubuhnya menjadi di atas tubuh Vanilla.
"Ini yang kamu mau kan?" Ci,uman panas terus terjadi sampai mereka puas, selanjutnya mereka menuntaskan apa yang memang harus di tuntaskan.
Brag.
"Kenapa bisa-bisanya aku malah menyentuhmu, kenapa kamu begitu bodo' Velo, kenapa kamu termakan rayuan itu Velo. Lihatlah, apa setelah ini kamu akan punya muka untuk menatapnya lagi."
Sementara itu, Vanilla menatap tubuhnya dari atas sampai bawah, banyak sekali tanda merah pekat di leher dan bagian dada, bahkan di antara kedua kakinya juga ada tanda, selain punggungnya juga.
"Dad, kenapa banyak begini bekasnya?" Menatap perubahan di tubuhnya dari atas sampai bawah, semua sudah berbeda.
"Aww, perih banget." Saat tersiram air di kamar mandi.
Vanilla membersihkan tubuhnya meski bayangan betapa ganasnya sang Daddy saat menyentuhnya tadi, apalagi tenaga Daddy nya sangat full stamina, hampir 1 jam kegiatan panas tadi tanpa jeda. Apalagi ini untuk yang pertama kali bagi Vanilla, entah untuk Velo.
Laki-laki itu juga kerap membawa wanita masuk di kantornya, entah apa yang di lakukan oleh mereka berdua, tapi saat Vanilla masuk di jam makan siang wanita-wanita itu sudah tidak ada di ruangan daddy-nya.
...BERSAMBUNG...
Hari ini adalah hari penting keluarga Kaydansa, selain acara memperingati hari kematian kedua orang tua Vanilla hari ini adalah hari terpenting yaitu acara pertunangan antara Velo dan juga Maya, pertunangan terpaksa terjadi karena permasalahan salah satu bisnis milik Velo.
Lagi pula hubungan keluarga mereka baik.
Vanilla menatap cermin besar di kamarnya, lalu ia merias wajahnya sendiri sebaik mungkin dan pantas di pandang orang.
"hari ini adalah hari baru, dan aku harus bahagia. Kejadian tadi malam tidak menyurutkan niatan Daddy untuk tetap melanjutkan pertunangannya, jadi ... Karena aku sudah kalah di awal, biarkan saja Daddy bahagia dan aku tidak akan merusak kebahagiaan Daddy dan reputasi Daddy di kalangan pebisnis." Berusaha ceria namun naas, hari ini tepat peringatan kematian kedua orangtuanya, bagaimana mungkin lupa.
Kejadian seumur hidup yang akan selalu ada dalam memory nya, di tambah lagi hari ini pertunangan sang Daddy.
Acara di selenggarakan secara besar bahkan sampai ada media yang datang juga, namun Vanilla tak memperdulikannya ia hanya fokus pada seseorang yang berdiri di atas panggung dengan stelan pakaian berwarna navy tersebut, begitu juga dengan pasangannya, meskipun terlihat cocok dan serasi namun tidak bagi Vanilla.
hari ini adalah babak barunya masuk ke kehidupannya yang akan sendirian kedepannya.
'sesuai dengan janjiku dad, aku tidak akan berbuat macam-macam. Setelah acara pertunangan ini, akan ada acara peringatan kematian kedua orang tuaku. Bahkan film mereka telah tayang tadi di acara televisi besar negara ini, terimakasih dad telah berjuang hingga kini.' Vanilla tak kuasa menahan air matanya yang akan segera luruh.
Velo mencari sosok Vanilla, namun ia tak menemukan gadis itu di seluruh penjuru ruangan, lalu ia teringat jika hari ini hari kematian kedua orang tuanya, pasti Vanilla ada di pemakaman sekarang.
"Velo, kamu mau kemana?" tanya Maya yang menghentikan langkahnya.
"aku, aku ada acara penting. Bukannya kamu sendiri tau hari ini hari peringatan kematian kedua kakakku!" jawabnya beralasan.
Ya ... Maya taunya bahwa Vanilla keponakannya dan anak dari mendiang kedua kakaknya yang terkenal pada jamannya hingga kini.
Sebuah payung menutupi tubuh mungil dan terlihat sangat putus asa, bahkan gaun yang ia kenakan banyak lumpur karena hujan begitu hebat dan derasnya.
Ia menatap ke atas lalu terdiam.
"kenapa kemari?" tanyanya dingin.
"tidak kenapa-kenapa, hanya hawatir jika kamu jatuh sakit. Bukannya sama dengan kamu merepotkan aku kedepannya!" senyum Rosa tersenyum.
Ya, orang yang memberikan payung untuk menutupi tubuh mungil Vanilla yang sudah basah kuyup adalah Rosa, sahabat baiknya.
"yuk pulang, menangis di tempat ini tidak memberikan solusi kalau perasaan kamu dalam keadaan kacau Vanilla, pulang ke rumahku yuk." ajaknya lembut.
Vanilla menundukkan kepalanya lalu menganggukkan kepalanya.
"iya, ayo. Tapi pesankan Seblak ya, laper banget perutku dan perlu makan pedas-pedas ini untuk mengembalikan mood ku yang hancur-hancuran sekarang," masih sempat-sempatnya Vanilla bercanda.
Keadaan beginilah yang membuat Rosa tambah hawatir, pasti setelah itu ia akan demam dan lebih menyusahkan lagi.
"Cih, mood hancur juga ulahmu sendiri. Kenapa sok paling tersakiti, udah ku bilang ratusan bahkan ribuan kali kan. Tinggalkan laki-laki berengse* itu dan cari laki-laki yang mau sama kamu, ngapain juga sama laki-laki seperti dia, yang jelas-jelas gak akan bisa kasih kamu keturunan juga."
Yaps, ucapan Rosa benar. Daddynya meski tampan dan kaya raya, tapi Daddynya itu tidak akan pernah bisa memberikan seorang anak yang lucu ketika ia sudah menikah nanti.
"terkadang ucapanmu ada benarnya juga, tapi hari ini juga hari penting bagi ku," cicitnya.
"terus??? Sekarang kamu maunya apa lagi, perasaan kamu ini memanfaatkan kebaikan ku demi keuntunganmu sendiri deh?" menatap Vanilla tajam dengan tatapan heran padanya.
"ah, memang iya dan benar. Aku hanya memanfaatkan kamu saja, yang bayar apartemen dan kebutuhan sehari-hari gak kelihatan sepertinya?" membahas hal yang membuat Rosa kembali bersikap baik dan tidak perhitungan lagi.
"aish, kamu ini? aku hanya bercanda tadi, please kamu jangan menganggapnya serius oke," sambil memperlihatkan deretan giginya.
"sudah terlanjur menganggapnya serius." raut wajahnya penuh dengan emosi.
Sebenarnya ia tak ada niat hati untuk sedikit mengerjai sahabatnya, tapi mau bagaimana lagi ini adalah salah satu cara untuk mengembalikan mood-nya yang rusak tadi pagi, acara peringatan kematian kedua orang tuanya agar segera diadakan sekitar 2 jam lagi, 2 jam bukanlah waktu yang lama melainkan sangat singkat sekali sebab cara perjalanan antara apartemen ke rumah sekitar 15-an menit.
"perasaan dari dulu yang bayarin Daddy nya deh bukan dia, kenapa jadi dianya terlalu kepedean?" gumam lirih Rossa yang terdengar jelas di telinga Vanilla.
"aku masih mendengarnya dengan jelas, jadi tidak perlu menggunjing ku di depanku begini kayak nggak ada harga dirinya saja aku ini kamu bicarain tepat di sebelahku." sewot lagi.
"memangnya kamu masih punya harga diri? perasaan udah hilang deh harga diri kamu, apalagi setelah apa yang kamu lakukan selama 3 tahun ini secara konyol, apa kamu nggak lelah neng?" sambil menepuk pundak Vanilla berkali-kali.
Vanilla hanya memancungkan bibirnya sambil berpikir meski terkadang sahabatnya ini koplak tapi pikirannya selalu benar dan tebakannya tak pernah meleset.
"apa aku boleh ikut?" tanya Maya pada Velo berharap calon suaminya itu juga mengajaknya walau bagaimanapun Vanilla adalah calon keponakannya juga tidak mungkin ia tidak peduli dengan keluarga calon suaminya.
"Tidak perlu kamu di sini saja menyambut beberapa tamu, lagi pula jika kamu ikut nanti siapa yang akan menyambut tamu di kediaman ini." ucapnya ada benarnya juga.
Lagi pula ini adalah kesempatan jarang dan sangat emas sekali jika terlewatkan maka ia akan ditertawakan banyak orang nanti apalagi pengikut di Instagram dan sosial media lainnya itu sangat berpengaruh sekali untuk membangun karirnya sampai puncak.
"baiklah kalau begitu keputusanmu aku akan tunggu di sini dan menyambut beberapa tamu yang akan datang," sebenarnya Maya sangat tidak rela jika calon suaminya itu begitu perhatian pada vanilla.
Sejak awal ia itu tidak menyukai kehadiran Vanilla namun dengan terpaksa ia harus menerimanya sebab Vanilla bagaimanapun tetap keponakan calon suaminya itu yang Maya tau.
'awas aja kamu saat nanti waktunya tepat aku akan mengusir mu bahkan menghapus dirimu dari ingatan calon suamiku, tidak ada yang boleh memilikinya kecuali aku seorang hanya aku yang pantas bersama Velo Kaydansa karena dia adalah laki-laki mapan dan tampan.'
Maya tetap menampilkan senyum terbaiknya agar Velo semakin jatuh hati padanya, usahanya cukup lama dan sangat ketat bagaimana tidak saingannya banyak sekali tidak hanya satu dua orang melainkan puluhan orang banyak yang datang ke kantornya namun hanya di jam-jam tertentu entah apa yang sedang dilakukan saat di ruangan ada dua orang saja.
Maya berpikiran positif saja untuk saat ini, daripada iya kehilangan koneksi besarnya.
"baiklah, hati-hati di jalan." ucap Maya yang hanya mendapatkan anggukan kecil dari Velo.
Velo mengangguk sebelum ia akhirnya menjauh terkait dari Maya.
...BERSAMBUNG...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!