Istri kontrak²

...❣️❣️❣️...

...Setelah surat perjanjian itu ditandatangani, Lola merasakan cengkeraman takdir yang tak terhindarkan. Ia dibawa pergi oleh Nyonya Amelia dan Tuan Alberto menuju kediaman Bastian yang megah, menjulang tinggi seolah menantang langit, sebuah kontras mencolok dengan kamarnya yang sederhana. Setibanya di sana, saat mereka turun dari mobil, Lola disajikan pemandangan yang tak biasa: barisan pelayan berjejer rapi di depan pintu, seragam mereka tampak sempurna dan bersih, siap menyambut....

"Selamat datang kembali, Tuan dan Nyonya Besar. Selamat datang di kediaman Bastian, Nona Lola," sapa para pelayan serempak dengan nada hormat yang dingin dan terlatih.

...Lola membalas sapaan itu dengan senyum tulus yang sedikit kaku, namun ia tak luput memperhatikan beberapa pelayan yang menyambutnya dengan ramah, tatapan mata mereka lembut, sementara yang lain menatapnya dengan tatapan sinis dan penuh curiga, seolah menelanjanginya dengan mata mereka. Begitu mereka masuk ke dalam rumah, lantai marmer yang dingin terasa di bawah kakinya, dan Bastian sudah menunggu mereka di ruang tengah yang luas dan mewah, aura ketidaksukaan terpancar jelas dari tubuhnya....

"Mama, Papa, kenapa kalian secepat ini?" Bastian memprotes, suaranya penuh kejengkelan, menatap Lola dengan jelas menunjukkan ketidaksukaannya yang telanjang. "Sudah kubilang aku akan menikah, tapi bukan dengan orang asing yang sama sekali tidak kukenal!"

...Mendengar protes Bastian, Nyonya Amelia menghela napas panjang, terdengar sedikit lelah. Ia sudah menduga putranya akan menolak, namun situasinya memang mendesak, dan Bastian sendiri belum menunjukkan tanda-tanda ingin menikah....

"Lalu, kapan kamu akan melakukannya, Bastian?" gerutu Nyonya Amelia, suaranya menajam, menatap tajam putranya yang keras kepala, mata mereka beradu dalam pertarungan kehendak. "Kita butuh penerus keluarga! Jangan bilang kamu masih mengharapkan wanita itu?"

"Setidaknya aku mengenalnya dan mencintainya," Bastian mencibir, senyum sinis terukir di bibirnya, menunjuk Lola dengan tatapan merendahkan, seolah Lola tak lebih dari sampah. "Daripada bersanding dengannya, lebih baik aku memelihara seekor anjing!"

"Cukup!" bentak Tuan Alberto, suaranya menggelegar, wajahnya memerah karena marah, urat-urat di lehernya menonjol. "Apa kau buta, Bastian?! Wanita itu tidak pernah mempedulikanmu! Kenapa kau begitu keras kepala?!"

...Melihat suaminya mulai emosi, Nyonya Amelia dengan sigap mendekati Tuan Alberto dan mengusap lengan kekarnya, sentuhannya menenangkan, berusaha meredakan amarahnya. Lalu, ia menoleh dan menatap Bastian dengan tatapan dingin yang menusuk, seolah mampu membekukan udara di sekitarnya....

"Bastian, dengarkan Mama baik-baik," tekan Nyonya Amelia, suaranya dingin mengisyaratkan otoritas yang tak terbantahkan, setiap kata terucap dengan tegas. "Mama hanya menerima satu menantu, dan itu adalah Lola. Jika Mama sampai mendengar kamu menyakitinya, jangan harap kamu bisa lolos dari Mama." Aura seorang istri ketua mafia terpancar jelas dari tatapannya, sebuah peringatan yang tak terbantahkan.

"Cih!" desis Bastian geram, suara desisnya penuh kekesalan dan amarah, lalu berbalik dan pergi meninggalkan mereka di ruang tengah, langkahnya tergesa-gesa dan berat.

...Bastian tahu betul, percuma saja melawan ibunya jika sudah mengeluarkan aura seorang istri ketua mafia. Ayahnya yang disegani saja selalu tunduk padanya. Jadi, Bastian memilih untuk mundur dan pergi. Setelah Bastian menghilang dari pandangan, Nyonya Amelia menghampiri Lola. Tangannya yang lembut menggenggam tangan Lola yang dingin....

"Nak," ucap Nyonya Amelia lembut, menatap Lola dengan tatapan penuh harap dan kehangatan seorang ibu. "Bersabarlah. Bastian memang kasar, tapi percayalah, begitu hatinya terbuka, dia akan menghargai dan mencintaimu lebih dari siapapun."

"Iya, Tante... Lola akan berusaha sebaik mungkin," jawab Lola dengan senyum tulus, meskipun hatinya masih sedikit canggung, terdapat gumpalan kecemasan di dalam dirinya.

"Jangan panggil Tante lagi, sayang. Mulai sekarang, panggil Mama. Kamu sudah menjadi istri Bastian," ujar Nyonya Amelia sambil tersenyum lembut dan mengelus rambut Lola dengan sayang, sentuhannya menghadirkan sedikit kenyamanan di tengah badai.

"Iya, Ma... Mama," jawab Lola dengan sedikit gugup, namun berusaha tersenyum, rasa asing masih menyelimuti bibirnya saat mengucapkan kata 'Mama'.

"Nah, begitu lebih baik didengar," kata Nyonya Amelia dengan senyum hangat.

...Setelah berbincang cukup lama, Nyonya Amelia dan Tuan Alberto berpamitan untuk pulang. Lola, yang masih diliputi kebingungan tentang apa yang harus ia lakukan selanjutnya, otaknya terasa penuh dengan pertanyaan tak terjawab, akhirnya memutuskan untuk berjalan menaiki tangga menuju kamar Bastian. Setiap anak tangga terasa semakin berat, membebani langkahnya. Dengan jantung berdebar-debar, degupannya terasa menggedor-gedor di telinganya, Lola berdiri di depan pintu kamar. Dengan tangan gemetar, jemarinya dingin dan berkeringat, ia perlahan membuka pintu dan hendak melangkah masuk ke dalam,...

...namun......

Bruk!

Suara koper yang terhempas ke lantai terdengar nyaring, memecah kesunyian. "Kau tidur di kamar pelayan," sentak Bastian dengan nada jijik, suaranya tajam seperti belati, matanya menatap Lola dengan dingin, pandangannya penuh penghinaan. "Aku tidak sudi kau mengotori kamarku dengan bau murahanmu yang mirip bau tempat sampah itu!" Ia kemudian melemparkan koper milik Lola yang baru saja dibawa masuk oleh para pelayan hingga terhempas ke lantai.

Napas Lola tercekat.

...Tenggorokannya terasa kering dan sesak. Ia mencengkeram erat dadanya yang terasa perih dan berat, seolah ditindih batu besar. Hinaan dari ibu dan kakak tirinya sudah sering ia terima, namun kata-kata Bastian barusan terasa seperti sayatan pisau tajam di jantungnya, melukai hingga ke relung jiwa. Air mata seketika menggenang di pelupuk matanya, pandangannya mulai kabur....

"Baiklah," ucap Lola pelan, suaranya nyaris tak terdengar, serak menahan tangis. Ia menundukkan kepala, menutupi kepedihannya. Dengan tangan gemetar, ia meraih kopernya, bobot koper terasa berlipat ganda, lalu berbalik dan meninggalkan kamar Bastian tanpa sepatah kata pun.

...Saat menuruni anak tangga, Lola melihat sekelompok pelayan sudah berkumpul di bawah, bisikan-bisikan mereka terdengar seperti desiran ular, menatapnya dengan senyum sinis dan bisikan-bisikan penuh ejekan. Lola berusaha tidak menghiraukan mereka, memasang dinding tipis di sekeliling hatinya. Bagaimanapun, hinaan dan cibiran sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya. Namun, kali ini, rasa sakitnya terasa lebih dalam, menusuk hingga ke tulang....

"Aduh... kasihan sekali," sindir salah satu pelayan dengan nada dibuat-buat, penuh kepalsuan, saat Lola melewatinya.

"Baru juga resmi jadi istri, sudah diusir dari kamar suami. Memalukan sekali!"

"Namanya juga istri dadakan," timpal pelayan yang lain dengan nada merendahkan, seolah Lola adalah makhluk rendahan. "Kalau cantik dan kaya sih... orang masih bisa mempertimbangkan. Ini sudah jelek, kusam, bau lagi! Cih! Dari jauh saja baunya sudah menyengat."

...Lola membeku di tempatnya, tubuhnya kaku dan dingin, memunggungi mereka, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Setiap kata-kata mereka menghunjam, meninggalkan luka baru. Dari kejauhan, kepala pelayan melihat kerumunan itu dan segera menghampiri mereka dengan langkah tegas, suara langkahnya terdengar membahana....

"Kenapa kalian berkumpul di sini?! Apa kalian dibayar untuk bergosip dan menyindir?! Bubar kalian semua, sekarang!" bentak kepala pelayan dengan nada marah, suaranya tajam, penuh wibawa.

...Setelah para pelayan itu membubarkan diri dengan cepat, kepala pelayan menghampiri Lola yang masih berdiri diam, punggungnya terlihat rapuh....

Dengan tatapan lembut, ia bertanya, "Nona, apakah ada yang bisa saya bantu?"

...Lola dengan cepat menyeka air mata yang hampir jatuh dan berbalik menghadap kepala pelayan....

Matanya masih sedikit merah dan bengkak. "Bi... saya ingin ke kamar saya, tapi saya tidak tahu kamar yang mana. Tuan Bastian bilang saya tidur di kamar pelayan," jawab Lola dengan suara serak, menahan isak tangis.

Kasihan sekali nasibmu, Nak, batin kepala pelayan dengan rasa iba yang mendalam terhadap Lola. Hatinya tergerak melihat kepedihan Lola.

"Sini, Bibi antar," tawar kepala pelayan sambil berjalan lebih dulu.

...Lola pun mengangguk kecil, kepalanya terasa berat, lalu berjalan mengikuti kepala pelayan dari belakang. Sesampainya di depan sebuah pintu kamar, kepala pelayan membukanya. Lola mengintip ke dalam, menatap sekeliling ruangan itu. Kamar itu ternyata tidak jauh berbeda dengan kamarnya di mansion miliknya sendiri—sama-sama kecil dan sederhana. Sebuah kenyataan yang sedikit mengejutkan mengingat kemegahan rumah Bastian, rasa pahit menyelimuti lidahnya....

(Bersambung)

Terpopuler

Comments

Nonenk Nonenk

Nonenk Nonenk

Ada beberapa kata yg tdk lengkap hutufnya, kalaupun salah pengetikan tp ada kata yg terulang tp tetap kurang hurufnya...maaf

2025-02-14

0

Helen Nirawan

Helen Nirawan

kasian nasib mu Lola , dah keluarga lu sinting semua , eh di kawin , malah di jdi in babu , apa beda ny ma di rmh ndiri ? 😓😓😓

2025-03-27

0

panty sari

panty sari

pedas sekali bibir bastian dikata dia paling ganteng apa yah sabar ya lola

2024-12-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!