Istri Kontrak Tuan Mafia

Istri Kontrak Tuan Mafia

Lamaran²

...❣️❣️❣️...

...Lola Fernandes, seorang gadis cantik dan lugu, dengan bahu ringkihnya terpaksa memikul beban berat menjadi pembantu di rumahnya sendiri. Setiap sudut rumah itu, yang seharusnya menjadi pelabuhan aman baginya, kini terasa seperti sangkar dingin yang mengurungnya. Kematian ibunya akibat depresi yang menggerogoti jiwanya masih meninggalkan luka menganga di hatinya, dan setiap napas yang ia hirup terasa dipenuhi dengan aroma kesedihan dan pengkhianatan. Depresi sang ibu, sebuah bayangan hitam yang menelan senyumnya, dipicu oleh pedihnya perselingkuhan ayahnya, Tuan Markus Fernandes, dengan mantan kekasihnya, Lena Fernandes. ...

...Dari hubungan terlarang yang berbau dusta itu, lahirlah Sonia Fernandes, seorang putri yang usianya lebih tua dari Lola, dan kehadirannya selalu menjadi duri yang menusuk hati Lola, mengingatkan akan pahitnya kenyataan....

...Suatu hari, ketenangan semu kediaman mereka terpecah oleh kedatangan Nyonya Emilia Rodrigues dan suaminya, Tuan Alberto Rodrigues. Langkah kaki mereka yang mantap seolah membawa aura keangkuhan dan kekuasaan ke dalam mansion. Mereka datang dengan maksud melamar salah satu putri Tuan Markus untuk putra tunggal mereka, Bastian Rodrigues....

"Selamat datang, Nyonya Emilia dan Tuan Alberto," sapa Nyonya Lena dengan suara yang dilumuri madu, hangat namun terasa hampa bagi Lola.

...Nyonya Emilia dan suaminya melangkah masuk, pandangan mereka menyapu seisi ruang tamu sebelum akhirnya mendudukkan diri di sofa mewah. Tak lama kemudian, Sonia muncul dari dalam kamar, wanginya parfum yang menyengat mendahuluinya. Riasan wajahnya yang berlebihan dan tebal membuat Nyonya Emilia sedikit terkejut, alisnya terangkat tipis, dan percik antusiasme di matanya seolah meredup....

"Halo, Tante, Om," sapa Sonia dengan sopan, suaranya sedikit dibuat-buat, sambil duduk di samping ibunya.

...Tuan Alberto dan Nyonya Emilia hanya mengangguk singkat, ekspresi mereka datar. Beberapa saat kemudian, Lola keluar dari dapur, langkahnya pelan dan hati-hati, membawa nampan berisi teh hangat yang uapnya mengepul lembut dan kue brownies yang aroma manis cokelatnya menguar samar. Kehadirannya dengan kecantikan alaminya yang memancar tanpa cela, tanpa riasan berlebihan, langsung memukau Nyonya Emilia. Sorot mata Nyonya Emilia berbinar, seolah menemukan permata tersembunyi....

"Selamat pagi, Om, Tante. Silakan diminum," sapa Lola sambil tersenyum ramah, senyumnya tulus dan sedikit malu-malu, lalu menyajikan teh kepada mereka semua. Sentuhan jemarinya pada cangkir teh terasa hangat dan lembut.

"Lola, usia kamu berapa?" tanya Nyonya Emilia, menatapnya dengan kekaguman yang tak disembunyikan, matanya memancarkan rasa ingin tahu yang dalam.

"U-umur saya dua puluh satu tahun, Tante," jawab Lola gugup, suaranya sedikit tercekat, sambil menundukkan kepala sedikit, merasakan pipinya memanas karena perhatian yang tak terduga.

Tuan Alberto dan Nyonya Emilia mengangguk serentak. Kemudian, Tuan Alberto yang tampak tertarik, senyum tipis terukir di bibirnya, ikut bertanya, "Kamu masih bersekolah?"

"Saya-"

"Lola sudah berhenti sekolah karena malas dan kurang pintar, tidak seperti putriku yang cantik ini. Dia selalu juara satu, lho, Jen!" potong Nyonya Lena dengan suara melengking penuh semangat yang dibuat-buat, matanya melirik Lola dengan pandangan merendahkan.

...Ketidaksukaan Nyonya Emilia terlihat jelas dari tatapan dingin yang langsung membeku dan tertuju pada Nyonya Lena. Udara di ruangan itu seolah menegang....

"Saya tidak bertanya kepada Anda, Nyonya Lena. Saya tidak suka pembicaraan dipotong," tegas Nyonya Emilia, suaranya rendah namun penuh otoritas, menatap tajam ke arah Nyonya Lena.

...Nyonya Lena terdiam seketika, raut wajahnya memucat. Sementara itu, Sonia menatap Lola dengan sinis, matanya menyiratkan kecemburuan dan kebencian. Merasakan tatapan tajam dan menusuk itu, Lola langsung menundukkan kepala, dada terasa sesak. Dengan lirih, ia berpamitan untuk pergi dari sana....

"Kalau begitu, saya permisi dulu, Tante," ucap Lola pelan, suaranya nyaris berbisik.

"Mau ke mana, Lola? Sini duduk, Tante Emilia ingin membicarakan sesuatu," cegah Nyonya Emilia sambil menepuk lembut sofa kosong di sebelahnya, sentuhannya hangat dan menenangkan.

...Dengan ragu, Lola duduk. Ia tetap menunduk, tidak berani menatap Nyonya Lena dan Sonia yang menatapnya tajam, seolah siap menerkam....

"Begini, Nyonya Lena dan Tuan Markus," Nyonya Emilia memulai dengan tenang, suaranya kini lebih lembut, namun tetap tegas.

"Kedatangan saya hari ini adalah untuk melamar salah satu putri kalian untuk putra saya, Bastian. Dan menurut saya, Lola adalah gadis yang tepat untuk putraku."

Beliau mengelus lembut kepala Lola, sentuhan tangannya terasa seperti sebuah janji akan perlindungan.

...Perkataan Nyonya Emilia sontak membuat semua orang terkejut, termasuk Lola. Jantungnya berdebar kencang, darah seolah berhenti mengalir di nadinya. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa kedatangan mereka adalah untuk melamar, bukan sekadar berkunjung. Pikirannya berputar, mencoba memahami situasi yang tiba-tiba ini....

"Tapi... kenapa harus dia, Emilia? Putriku jauh lebih cocok dengan putra kalian!" protes Nyonya Lena dengan nada tidak percaya yang melengking, wajahnya memerah karena amarah.

"Karena saya yang memilih. Dan jika kalian tidak setuju, kami akan segera pergi dari sini," balas Nyonya Emilia dengan dingin, suaranya tanpa keraguan sedikit pun, memancarkan aura ketegasan yang tak terbantahkan.

Astaga, batin Tuan Markus panik. Keringat dingin membasahi pelipisnya. Jika mereka benar-benar pergi, bagaimana nasib perusahaanku? Ketakutan akan kebangkrutan mencengkeramnya.

"Baiklah, Tuan dan Nyonya," putus Tuan Markus tiba-tiba, suaranya sedikit serak, membuat Sonia dan Nyonya Lena tersentak kaget, tatapan terkejut terpancar dari mata mereka.

"Tapi, Papa—"

"Ini keputusan Papa, Sonia. Jangan membantah!" tegas Tuan Markus, suaranya meninggi, penuh ancaman, membuat Sonia terdiam dengan rahang mengeras dan mata berkilat marah.

...Nyonya Emilia segera memberi isyarat kepada asistennya yang langsung masuk membawa sebuah berkas. Suara langkah kaki asisten yang gesit terasa menggema di ruangan itu. Berkas itu diserahkannya kepada Tuan Markus untuk dibaca. Mata Tuan Markus memindai setiap baris kalimat, dan semakin lama semakin melebar, nafasnya tertahan, terkejut dengan isi yang tertera di dalamnya. Angka-angka besar yang tertera seolah membius matanya....

"Ini adalah mahar untuk Lola. Setelah Tuan menandatangani berkas ini, maka Lola akan menjadi menantu kami sepenuhnya," ucap Nyonya Emilia dengan penekanan yang tak terbantahkan, suaranya memenuhi ruangan, meninggalkan kesan yang mendalam.

...Tepat saat Tuan Markus hendak membubuhkan tanda tangannya, Lola mengulurkan tangan, jemarinya dingin dan gemetar, menghentikannya....

"Papa, tunggu! Lola mohon, izinkan Lola bicara sebentar saja," pinta Lola dengan suara bergetar, hampir tak terdengar, mata berkaca-kaca menatap ayahnya, penuh permohonan.

...Dengan berat hati, Tuan Markus mengangguk. Ia tidak ingin keluarga Rodrigues mengetahui sifat aslinya. Dengan senyum kaku, ia bangkit dari sofa dan berjalan menjauh, diikuti Lola dari belakang menuju bagian belakang mansion, setiap langkah Lola terasa berat, seperti ditarik beban tak kasat mata....

"Papa, bolehkah Lola menolak lamaran ini?" tanya Lola dengan suara bergetar, menahan tangis yang mendesak.

Plak!

Suara tamparan yang keras menggema di kesunyian, memecah harapan terakhir Lola. "Dasar anak tidak tahu diuntung! Sudah kubesarkan, sekarang malah membantah. Kamu pikir semua ini gratis?" geram Tuan Markus, wajahnya memerah karena amarah, urat lehernya menonjol, sambil menampar Lola dengan keras. Rasa perih dan panas menjalar di pipi Lola, membakar kulitnya.

"Tapi, Papa... Lola tidak ingin menikah. Lola mohon..." lirih Lola dengan air mata berlinang deras, isak tangis tertahan di tenggorokannya, sambil memegangi pipinya yang terasa panas membara akibat tamparan ayahnya.

"Keputusan ada di tanganku! Pokoknya kamu harus mau. Ini demi perusahaan, demi masa depan kita!" tekan Tuan Markus, matanya berkilat marah dan penuh perhitungan, suaranya dingin dan tanpa empati.

...Setelah memarahi Lola, Tuan Markus berbalik dan melangkah masuk, meninggalkan putrinya yang terisak seorang diri. Rasa dingin dan hampa menyelimuti Lola, seolah seluruh dunianya runtuh. Tanpa sedikit pun keraguan, ia langsung menandatangani berkas itu, suara goresan pena pada kertas terdengar tajam, mengabaikan sepenuhnya perasaan Lola, seolah hatinya terbuat dari batu....

(Bersambung)

Terpopuler

Comments

Murni Dewita

Murni Dewita

👣

2025-06-21

0

febby fadila

febby fadila

dasar ayah toxic lbih baik mati aja... biadap

2025-03-29

1

Dhafitha Fitha Fitha

Dhafitha Fitha Fitha

astaghfirullah sini pak tangan ku gatal pngen nampar balik

2025-03-18

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!