Tiara membawa beberapa gelas teh diatas nampan dari dapur lalu menyajikannya diatas meja ruang tamu.
"Silahkan diminum tehnya pak,bu, dan mas nya juga," kata Tiara.
"Terima kasih ya Tiara," kata pak Airlangga.
"Sama-sama pak," kata Tiara.
"Jadi langsung saja ya kita menuju pokok pembahasan kita," kata pak Airlangga membuka pembicaraan.
"Boleh pak boleh," kata pak Arifin.
"Jadi tentunya pak Arifin sekeluarga sudah mengetahui tujuan dari kedatangan kami kemari. Kami ingin membahas bagaimana kelanjutan pernikahan putra putri kita ini?" kata pak Airlangga.
"Tentu hal yang tinggal kita bahas adalah tanggal dan acara resepsi pernikahannya saja pak Airlangga," kata pak Arifin.
"Betul pak, jadi bagaimana menurut bapak? tanggal berapa baiknya?" tanya pak Airlangga.
"Tentu lebih cepat lebih baik. Saya berfikir bagaimana acara resepsi pernikahannya diadakan dua minggu lagi pak?" kata pak Arifin mengemukakan pendapat.
"Boleh juga," kata pak Airlangga.
"Apa tidak terlalu cepat pah?" kata Sandi menyangga.
"Tidak kok San, itu malah waktu yang cukup baik," kata pak Airlangga kepada Sandi.
"Ya sudahlah lah, mana baiknya," kata Sandi menyerah.
"Bagaimana Tiara? apa kamu siap dengan waktu yang kami buat?" tanya pak Airlangga.
"Saya akan mengikuti keputusan yang bapak sepakati dengan bapak saya, mudah-mudahan itu yang terbaik pak," kata Tiara dengan nada datar.
"Baiklah pak Arifin, kita sudah sama-sama mendengar tanggapan dari kedua anak kita. Sekarang, kita tinggal mempersiapkan dengan matang semuanya. Dari awal resepsi d pada pesta pernikahannya," kata pak Airlangga menuturkan.
"Betul pak, kita usahakan supaya pernikahan anak kita berjalan dengan lancar," kata pak Arifin penuh harap.
"Iya pak," kata pak Arifin.
Sandi menunduk dan sedikit melamun.
Pernikahan ini sudah tidak terelakkan lagi, apa yang akan ku katakan kepada Lisa? padahal ia pun juga ingin segera menikah denganku. Hah, kenapa semua menjadi sulit dan runyam? oh Tuhan bantulah aku.
Disela-sela obrolannya dengan bu Lilis, bu Sari Memperhatikan raut wajah Sandi, anak laki-lakinya itu. Bu Sari dapat merasakan kesedihan Sandi.
Sandi, mama tau kesedihan mu nak, tapi ketahuilah bahwa ini mama dan papamu lakukan semata-mata hanya untuk dirimu. Lisa bukanlah wanita yang baik untuk istrimu. Dia hanya menginginkan hartamu sayang, mama gak mau kamu menjadi tersiksa jika beristri wanita seperti itu. Mama yakin, lambat laum kamu akan mengerti niat baik mama dan papamu.
Bu Sari menyudahi gumaman batinnya. Kini ia menatap kearah wajah Tiara.
Tiara sepertinya memang gadis yang polos dan sederhana, tapi ia juga cantik dan pandai berdandan, ia juga sangat ramah dan lemah lembut. Aku yakin Tiara adalah wanita yang pas untuk pendamping hidup putraku Sandi. Gumam bu Sari sembari memandang Sandi.
Obrolan mereka yang panjang kini pun disudahi oleh waktu yang menunjukkan bahwa malam semakin larut. Obrolan pun disudahi, Sandi dan Orang tuanya meninggalkan rumah Tiara.
"Kalau begitu kami duluan ya pak Arifin," kata pak Airlangga pamit pulang.
"Ia pak Airlangga, silahkan!" kata pak Arifin mempersilahkan.
mereka saling bersalaman, tapi ada yang berbeda. Ketika Tiara hendak menyalami tangan Sandi, hal tak terduga terjadi. Sandi menolak menyalami tangan Tiara dan menghindarkan tangannya dari arah tangan Tiara. Tiara jadi sedih dan bingung, kenapa Sandi melakukan hal itu kepadanya?. Tetapi ia tetap berfikiran positif bahwa Sandi tidak sengaja melakukan itu.
Ternyata kejadian itu diperhatikan dengan jelas oleh bu Sari, ibunya Sandi. Ia hanya bisa menggelengkan kepala dan tersenyum melihat tindakan putranya itu. ada sedikit rasa jengkel didalam hatinya melihat perilaku putranya itu.
Setengah jam melakukan perjalanan dari rumah Tiara, Sandi dan keluarga sampai dirumah mereka. Mereka turun dari mobil dengan hentakan kaki yang datar. Sandi langsung masuk rumah dan berjalan menuju kamarnya. Ayah dan ibunya pun begitu.
"Pah, mama pergi ke kamar sandi dulu ya sebentar," kata bu Sari.
"Oh iya mah, kalau gitu papah tidur duluan ya," kata pak Airlangga.
"iya pah," kata bu Sari.
Bu Sari meninggalkan kamarnya dan berjalan menuju kamar Sandi.
"San!, San!," kata bu Sari sembari mengetuk pintu kamar Sandi.
Sandi yang mendengar suara ibunya, membukakan pintu kamar.
"lho mah, ada apa?, kenapa ketuk pintu kamar Sandi?," tanya Sandi bingung.
"Tidak apa-apa sayang, mamah cuma mau bicara sebentar sama kamu, bisakan sayang?," tanya bu Sari.
"Tidak apa-apa donk mah, ayo masuk mah," kata Sandi.
Sandi dan ibunya duduk di sofa panjang yang terletak di sebelah kamar Sandi.
"Apa yang mau mamah tanyakan?," tanya Sandi membuka obrolan.
"San, mamah tadi tidak sengaja memperhatikan kamu ketika menyalami tangan Tiara saat kita hendak pulang," kata bu Sari.
"Ada apa rupanya mah?, ada yang salah ya mah?," tanya Sandi.
"San, mamah bisa begitu dengan jelas melihat kamu seperti menolak bersalaman dengan Tiara, kamu semacam menghindar, kenapa begitu sayang,?"
"Maaf ya mah, ternyata mamah mereka tidak Sandi," kata Sandi menunduk.
"Tidak apa-apa sayang, mamah gak marah sama kamu, mamah hanya ingin tau alasan kenapa kamu melakukan hal itu sayang?" kata bu Sari.
"Sebenarnya mah aku hanya meluapkan emosi kekesalan ku kepada Tiara karena perjodohan kami. Apalagi waktunya dipercepat, aku merasa seperti Tiara adalah salah satu penyebabnya mah," kata Sandi.
Bu Sari terenyuh mendengar kejujuran putra bungsunya itu.
"Terima kasih ya sayang! kamu sudah mau jujur. mamah tau apa yang anak mamah rasakan saat ini. Kemungkinan Tiara juga merasakan hal yang sama seperti yang kamu rasakan tapi dia hanya belum menunjukkannya secara terang-terangan. Mungkin Tiara sudah memiliki kekasih atau sebatas pacar seperti kamu. akan Tetapi, Sama seperti kamu, Dia juga tidak bisa melakukan apa-apa, karena itu memang kehendak kedua orang tuanya sayang," kata bu Sari.
Sandi menatap lugu ibunya.
"Sayang, kamu harus sabar ya menghadapi situasi ini, dan juga jangan melampiaskannya kepada Tiara ya sayang," kata bu Sari.
"Iya mah, Sandi tidak akan berprilaku seperti itu lagi," kata Sandi berjanji.
"Terima kasih ya sayang," kata bu Sari menitikkan air mata.
"lho mah, kenapa mama menangis," tanya Sandi keheranan.
"San, mamah tau kamu pasti merasa sedih dan tertekan dengan perjodohan ini. mamah tau kamu mencintai Lisa, tapi Lisa bukanlah menantu yang mamah dan papahmu inginkan sayang. Maafkan ya atas keegoisan kami terhadap mu sayang," kata bu Sari.
"Jangan menangis mah," kata Sandi mengusap Air mata ibunya.
"Sandi ikhlas kok mah, asalkan mamah dan papah bahagia, Sandi akan melakukan yang terbaik sesuai yang mamah dan papah inginkan," kata Sandi.
"Terima kasih ya sayang, kamu memang anak yang berbakti San," kata bu Sari memeluk Sandi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
wins
ambigu
2022-10-08
0