Pagi yang cerah menyapa setelah malam yang penuh ketegangan. Vina terbangun dengan rasa pegal di seluruh tubuhnya karena tidur di sofa yang sempit.
Matanya mengerjap, mencoba mengumpulkan kesadarannya. Lalu ia menoleh ke tempat tidur dan melihat Nathan masih terlelap dengan pose yang elegan dan sedikit berlebihan, seakan tidur di atas panggung.
Vina menghela napas panjang dan mengusap wajahnya. "Ini baru hari pertama dan sudah seperti neraka," gumamnya pelan sambil meregangkan tubuh.
Tanpa diduga, Nathan tiba-tiba menggeliat dan membuka matanya. "Pagi, Yey!," sapa Nathan dengan nada ceria namun aneh, membuat Vina sedikit merinding. "Kamu tidur enak di sofa? Pasti enggak, kan?."
Vina menggelengkan kepala, berusaha menahan kesabaran. "Kalau bukan karena kamu yang ribut semalaman, mungkin aku bisa tidur lebih nyenyak."
Nathan bangkit dari tempat tidurnya dengan gerakan yang dramatis, seperti seorang putri bangun dari tidur panjangnya. "Eke memang butuh kenyamanan maksimal, makanya, yey yang harus ngalah," ujarnya sambil merapikan rambutnya yang acak-acakan.
Vina menatap Nathan dengan pandangan tidak percaya. "Kau ini, benar-benar... Susah banget ya ngerti perasaan orang lain?."
Nathan memasang ekspresi terkejut yang berlebihan. "Apa maksud Yey? Eke ini orang paling pengertian sedunia, tahu nggak!."
Vina menggelengkan kepala dan beranjak dari sofa. "Ya sudahlah, aku mau mandi."
Saat Vina membuka lemari untuk mencari handuk, Nathan berdiri di sampingnya dengan tangan di pinggang. "Eh eh eh, yey jangan sembarangan ambil handuk eke! Itu punya pribadi, tahu!."
Vina menatap Nathan tajam. "Jadi sekarang aku harus minta izin untuk segala sesuatu? Ini tidak masuk akal!."
Nathan mendesah dramatis dan meletakkan tangannya di dada. "Yey ini barbar banget sih! Sopan santun itu penting, tahu."
Vina mengambil handuk dengan gerakan cepat dan mengabaikan omelan Nathan. "Aku mau mandi, kalau kamu masih mau ribut, tunggu di luar," ujarnya sambil berjalan menuju kamar mandi.
Nathan menghela napas panjang dan memutar matanya. "Ih, kesel deh, baru juga semalam udah begini."
Di dalam kamar mandi, Vina merasakan air dingin menyentuh kulitnya dan sedikit meredakan kekesalannya. Ia merenung, mencoba mencari cara untuk bertahan dalam situasi yang tidak terduga ini.
Setelah selesai mandi, Vina keluar dari kamar mandi dengan sedikit perasaan lega. Namun, perasaannya segera berubah saat melihat Nathan yang sedang duduk di depan cermin, merias wajahnya dengan cermat.
"Yey, makeup-nya bagus kan?" tanya Nathan sambil berkedip manja, memperlihatkan hasil riasannya.
Vina mengangkat alisnya. "Kamu benar-benar serius? Kamu mau keluar dengan makeup seperti itu?."
Nathan tertawa kecil, penuh percaya diri. "Eke selalu tampil maksimal, tahu, jangan sirik ya, Yey."
Vina menggelengkan kepala, merasa lelah hanya dengan melihat tingkah Nathan. "Aku tidak peduli, lakukan apa yang kau mau, asal jangan ganggu aku."
Nathan tersenyum puas. "Bagus deh kalau gitu, sekarang kita bisa hidup berdampingan dengan damai, kan?."
Vina menghela napas panjang dan berjalan keluar kamar. "Aku pergi sarapan, jangan buat masalah lagi."
Nathan melambaikan tangan dengan gerakan feminin. "Have fun, Yey!."
Meninggalkan Nathan dengan segala keanehannya di kamar, Vina berjalan menuju ruang makan, berusaha mencari sedikit kedamaian di tengah kekacauan yang baru saja dimulai.
Di tengah semua ini, ia bertekad untuk tetap kuat dan menghadapi setiap tantangan yang datang dengan kepala tegak.
Di ruang makan, Vina duduk dan memandang makanan yang terhidang. "Mungkin ini kesempatan untuk mulai memahami keluarga ini," pikirnya sambil mengambil sepotong roti. "Dan apapun yang terjadi, jangan biarkan perutmu kelaparan, Vina," ucapnya dengan mulut yang penuh dengan roti.
Pagi itu, Vina duduk di meja makan, berusaha menikmati sarapannya dengan tenang. Namun, ketenangan itu segera terganggu ketika Widia dan Wiliam turun dari kamar mereka. Keduanya tersenyum sinis melihat Vina yang sedang sendirian di meja makan.
"Kok sarapan sendiri? Di mana suaminya?," ledek Widia dengan nada mengejek.
"Bagaimana malam pertamanya? Apa menyenangkan?," timpal Wiliam dengan tawa kecil yang penuh sindiran.
Vina menoleh sejenak ke arah mereka dengan tatapan dingin dan memutuskan untuk mengabaikannya. Ia melanjutkan makannya karena merasa tidak ada gunanya meladeni ejekan mereka.
Tidak lama kemudian, Hartono datang ke ruang makan dan menyapa Vina dengan ramah. "Selamat pagi, Vina, bagaimana semalam? Apa tidurmu nyenyak?," tanyanya perhatian.
Vina hanya tersenyum kaku dan mengangguk sedikit. Ia tidak tahu harus menjawab apa, karena tidur di sofa semalaman jelas bukan pengalaman yang nyaman.
Saat itu, beberapa asisten datang membawa nampan berisi berbagai makanan ke arah meja dan Vina pun melihatnya dengan heran.
Melihat kebingungan di wajahnya, Hartono pun segera menjelaskan sesuatu. "Nathan tidak pernah sarapan atau makan bersama kami, dia lebih suka makan sendiri di kamar, kalau kamu mau, kamu bisa menemaninya," ujarnya ramah.
"Tidak perlu, aku di sini saja," jawab Vina singkat, berusaha tetap sopan meskipun hatinya sedang gundah. Ia lalu mengambil makanan lain untuk mengenyangkan perutnya.
Widia dan Wiliam pun duduk di meja, mereka tetap memperlihatkan senyum sinis mereka. "Wah, Vina, kamu cepat sekali menyesuaikan diri di sini," kata Widia dengan nada tajam.
"Tentu saja, dia harus, ini kan sekarang rumahnya," timpal Wiliam sambil tertawa kecil.
Vina menarik napas dalam-dalam, berusaha untuk tidak terpancing oleh provokasi mereka. Namun, hatinya tetap merasa perih mendengar sindiran-sindiran itu. "Terima kasih atas sarapannya," ujar Vina, mencoba menutup pembicaraan.
Hartono menepuk bahu Vina dengan lembut. "Vina, jika ada yang kamu butuhkan, jangan ragu untuk memberitahu Ayah, Kami ingin kamu merasa nyaman di sini."
"Terima kasih, Pak Hartono," jawab Vina dengan senyum yang dipaksakan.
Usai sarapan, Vina segera meninggalkan meja makan dan berjalan ke taman di luar rumah untuk mencari sedikit ketenangan. Di sana, ia duduk di bangku taman dan merenungkan hidupnya. Pikirannya melayang, memikirkan betapa berat perjalanan hidupnya saat ini.
Sementara itu di dalam kamar, Nathan yang sedang asyik menikmati sarapannya, tidak menyadari betapa berat beban yang dirasakan oleh Vina.
Dengan segala tingkah lakunya yang centil, ia merasa hidupnya tetap berjalan seperti biasa, tanpa peduli apa yang dirasakan oleh istrinya yang baru.
Di taman itu, Vina menatap langit yang cerah, berharap hari ini akan berlalu dengan sedikit lebih baik dari kemarin. Meski tantangan di hadapannya tampak berat, ia bertekad untuk tetap bertahan dan menemukan kebahagiaan di tengah semua cobaan ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
ᥫᩣ 🕳️ Chusna
kayaknya emng baikk cumnn ya gtu
2024-06-08
2
ᥫᩣ 🕳️ Chusna
bayanginn lagii ada cwekk model jalan di panggung 🤣🤣🤣🤣
2024-06-08
2