Prolog
Hartono yang sedang berjalan santai di sekitar desa sambil berolahraga pagi, tidak sengaja melihat Pak Andi dan Bu Siti sedang berlutut memohon ampun pada beberapa orang yang bertubuh kekar.
Hartono memperhatikan dari kejauhan dan enggan untuk mendekat karena tidak mau kena masalah. Tapi saat melihat Pak Andi dan Bu Siti akan di pukuli, Hartono pun segera menegur mereka dan menghampirinya.
Setelah beberapa saat berbincang dengan para bankir, Hartono langsung memberikan sejumlah uang pada pak Andi yang lalu langsung di berikan pada bankir yang menagih hutangnya.
Setelah itu mereka pun jadi sering bertemu dan banyak berbincang hingga pada satu titik Hartono mengetahui jika pak Andi dan Bu Siti memiliki anak gadis lalu berniat ia jodohkan dengan putranya.
Suatu sore, ketika Vina pulang dari pasar, ia mendengar suara ribut dari dalam rumah. Langkahnya dipercepat saat ia mendekati pintu.
Ketika ia masuk, pemandangan mengerikan telah menyambutnya. Beberapa orang rentenir sedang mengerumuni orang tuanya dan bertindak kasar. Ia melihat Pak Andi dan Bu Siti terbaring di lantai dengan luka lebam di wajah dan tubuh mereka.
"Mana uangnya?! Kami tidak punya waktu untuk menunggu lebih lama lagi!." Salah satu rentenir berteriak sambil menendang Pak Andi dengan satu kakinya.
Sementara, Bu Siti menangis dan terus memohon, "Tolong, beri kami sedikit waktu lagi, kami sedang berusaha."
Namun, rentenir itu tidak peduli. Ia mengangkat tangan untuk memukul lagi, tetapi tiba-tiba Vina menerjang masuk dan mencoba menghentikan mereka. "Berhenti! Jangan sakiti orang tuaku!."
Para rentenir menoleh ke arah Vina dengan tatapan marah. "Kamu pikir kamu siapa, berani menghalangi kami? Hutang harus dibayar!." Salah satu dari mereka mendorong Vina hingga terjatuh.
Dengan air mata yang mengalir di wajahnya, Vina bangkit kembali. "Aku akan segera melunasi hutang itu, aku berjanji! Tolong, bebaskan ayah dan ibuku!."
Salah satu rentenir, yang tampaknya pemimpin kelompok, menatap Vina dengan tajam. "Kamu? Bagaimana bisa gadis sepertimu melunasi hutang sebesar itu? Jangan coba-coba menipu kami!."
Vina menatap langsung ke mata pemimpin rentenir itu. "Aku akan menikah dengan Nathan Hartono, keluarganya sangat kaya raya, mereka akan membantu kami melunasi hutang ini, beri kami sedikit waktu lagi."
Para rentenir saling berpandangan, lalu tertawa sinis. "Kita lihat saja apakah kamu benar-benar bisa melakukan itu. Tapi ingat, jika kamu berbohong, akibatnya akan lebih buruk."
Setelah meludah di depan orang tua Vina dan mengumpat kasar, mereka akhirnya pergi, meninggalkan Vina dengan kedua orang tuanya yang terluka. Vina segera membantu mereka bangkit dan memeluk mereka erat-erat.
"Ayah, Ibu, aku akan melakukannya, aku akan menikah dengan Nathan, aku tidak bisa melihat kalian menderita seperti ini lagi," kata Vina dengan suara gemetar.
Pak Andi, dengan wajah penuh luka, menatap putrinya dengan mata yang berkaca-kaca. "Vina, maafkan kami, kami tidak ingin kamu menderita seperti ini."
Vina menggeleng sambil berurai air mata. "Ini keputusan yang harus kita buat bersama, demi keluarga kita," ucap Vina pilu.
Bu Siti memeluk Vina erat namun merasa berat. "Kami sangat bangga padamu, nak, kamu adalah harapan kita."
Malam itu, Vina tidak bisa tidur. Pikiran tentang pernikahan yang akan datang terus menghantuinya. Namun, ia tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan keluarganya.
Ia harus menerima nasibnya dan berharap bahwa Nathan, laki-laki yang tidak dia kenal bisa memberikan kebahagiaan yang tidak pernah ia bayangkan.
Hari itu, rumah keluarga Vina tampak lebih tenang setelah kejadian mengerikan beberapa hari yang lalu. Adapun Pak Andi dan Bu Siti, mereka masih memulihkan diri dari luka-luka yang sempat mereka alami.
Saat siang menuju sore hari, terdengar suara mobil berhenti di depan rumah orang tua Vina. Dari balik jendela, Vina melihat seorang pria paruh baya yang elegan dan seorang wanita berpenampilan anggun keluar dari sebuah mobil mewah.
Mereka adalah Hartono dan Widia, yang tak lain merupakan orang tua Nathan. Vina segera memberitahu orang tuanya bahwa tamu yang sedang mereka tunggu sudah tiba.
Kemudian, Pak Andi dan Bu Siti berdiri di pintu untuk menyambut tamu mereka dengan hormat. "Selamat datang, Pak Hartono, Bu Widia. Silakan masuk," kata Pak Andi dengan suara yang mencoba terdengar tenang.
Hartono tersenyum ramah, namun Vina bisa melihat ada kelelahan di matanya. "Terima kasih sudah menerima kami," katanya sambil memasuki rumah.
Widia, ibu tiri Nathan, memandang sekeliling dengan tatapan tajam namun penuh perhitungan. Ia duduk di ruang tamu seraya mengamati setiap sudut rumah dengan teliti.
Setelah saling menukar basa-basi, Hartono pun memulai pembicaraan yang serius. "Kami datang ke sini untuk membicarakan perjodohan anak kami, Nathan, dengan putri Anda, Vina."
Mendengar hal itu, Pak Andi dan Bu Siti saling pandang sebelum mengangguk. "Kami memahami situasinya, Pak Hartono, kami berterima kasih atas niat baik Anda," kata Pak Andi hati-hati.
Widia menatap Vina dengan senyuman yang sulit diartikan. "Nathan adalah anak yang baik, meskipun... memiliki beberapa perbedaan, kami percaya bahwa pernikahan ini bisa membawa manfaat bagi kedua keluarga," ucap Hartono lagi.
Di balik senyum manisnya, Widia menyimpan pikiran licik. Baginya, menyetujui pernikahan Nathan dengan Vina tidak akan membawa masalah besar untuknya.
Nathan tidak akan pernah bisa memiliki keturunan, pikirnya, karena ia seperti banci. Ini hanya akan menjadi cara untuk menjaga nama baik keluarga mereka di mata masyarakat.
Hartono, di sisi lain, merasa bersyukur. Ia tahu bahwa tidak mudah menemukan keluarga yang mau menerima Nathan dengan segala kekurangannya.
"Kami bersyukur Anda menerima lamaran ini, kami akan memastikan Vina diperlakukan dengan baik dan semua kebutuhan keluarga Anda akan kami penuhi," katanya dengan tulus.
Sementara Bu Siti, yang sedari tadi mendengarkan dengan cemas, akhirnya ia mulai berbicara. "Kami hanya ingin yang terbaik untuk Vina, jika Anda berjanji akan menjaga dan mencintainya, kami akan menerima lamaran ini."
Hartono mengangguk dengan tegas. "Kami berjanji, Nathan mungkin berbeda, tapi ia memiliki hati yang tulus, kami yakin dia bisa membuat Vina bahagia."
Vina mendengarkan pembicaraan itu dengan hati yang berdebar. Di satu sisi, ia merasa lega bahwa keluarganya akan mendapatkan bantuan yang sangat mereka butuhkan. Namun, di sisi lain, ia bertanya-tanya dalam hati. "*Nathan agak berbeda? Apa maksudnya*?."
Setelah pembicaraan formal selesai, Hartono dan Widia pun berpamitan. "Kami akan segera mengatur persiapan pernikahan, terima kasih sekali lagi atas pengertian Anda," kata Hartono. "Dan ini, terimalah uang ini sebagai terima kasih kami," lanjutnya seraya menyerahkan sebuah koper yang berisi uang.
Pak Andi, Bu Siti begitu juga Vina melongo saat melihat uang yang bertumpuk di depan mata mereka. Vina mengerjapkan matanya seakan tidak percaya atas apa yang dia lihat.
"*Sekaya itukah mereka? Tapi tunggu, mereka dengan mudah menyerahkan uang sebanyak ini, apa anaknya itu memang bermasalah*?," batin Vina.
Setelah mereka pergi, Pak Andi dan Bu Siti menatap Vina dengan penuh harap. "Nak, ini adalah kesempatan kita untuk memulai hidup baru, kami tahu ini sulit, tapi kami yakin kamu bisa melalui ini."
Vina mengangguk pelan, mencoba menyembunyikan kegelisahan di hatinya. "Vina akan mencoba, Ayah, Ibu, demi kita semua."
Dalam hatinya, Vina berdoa agar keputusan ini adalah yang terbaik. Ia sangat menolak dan menentang perjodohan ini. Tapi, ia tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak mau melihat orang tuanya terus terlilit hutang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
ᥫᩣ 🕳️ Chusna
sersaaa dijualll gtuu yaa kn .
2024-06-08
1
ᥫᩣ 🕳️ Chusna
sabarr vinn🤗
2024-06-08
2
ᥫᩣ 🕳️ Chusna
belumm tentuu nenekk lampirr.. kata siapaa yg lemah gemlaya GG bisaa tekdunginn anak orangg🤣🤣🤣🤣
2024-06-08
2