B. 2

(Tandai Typo)

Vania pulang dengan hati yang gembira. Tangannya yang mungil dan kurus itu menenteng dua tas plastik berisikan nasi bungkus dan obat untuk sang nenek.

Anak itu merasa bahagia karena bisa makan nasi setelah satu hari kemarin hanya bisa makan gorengan sisa yang jelas sudah dingin.

Kemarinnya lagi Vania memungut beras di gudang beras dan hanya mendapatkan satu cup kecil beras yang hanya bisa satu orang makan. Dengan hati yang lapang dia memberikan beras itu pada sang nenek. Setidaknya neneknya sudah makan, masalah dirinya tak masalah, apapun bisa dia makan.

"Nenek! Vania pulan!" teriak anak itu memasuki sebuah gubuk yang sudah hampir roboh.

"Vania, dagangannya habis?" tanya sang nenek.

Dengan antusias Vania mengangguk "Iya Nenek! Tadi ada ibu-ibu baik yan membolon cemua dolenan" ucapnya semangat. Dia lalu mendekati sang nenek "Ini Vania cudah beli matanan cama obat nenek. Tita matan abic itu nenek ninum obat ya? Bial cepat cembuh".

Sang nenek hanya diam. Sembuh? Dirinya hanya tersenyum kecut. Kemungkinan dirinya untuk sembuh sangatlah kecil. Penyakit serius yang dia derita tak akan pernah sembuh dan hilang dari tubuhnya yang ringkih dan kurus itu. Salah satu penyakit yang dia derita adalah Hepatitis.

Nenek itu mengelus puncak kepala anak yang sudah dia anggap sebagai cucunya "Vania, jika nenek sudah tidak ada Vania harus tetap semangat oke? Jangan pernah menyerah! Dan terus berdoa kepada sang pencipta. Nanti, jika Vania sudah bertemu dengan orangtua kandung Vania, Vania jangan membenci mereka oke?" jelasnya.

"Tapi nek, meleta cudah buan Vania. Meleta Ndak cayan cama Vania" ucap anak itu lirih.

"Tidak, nak. Vania lihat ini, lihat kalung yang Vania kenakan. Jika dilihat kalung ini sangatlah mahal, nenek bisa membedakan mana kalung yang murah dan mana kalung yang mahal".

"Vania ingat pertemuan pertama kita?" tanya nenek yang diangguki oleh Vania.

"Saat itu Vania membawa tas kecil yang berisi beberapa baju Vania kan?".

Vania kembali mengangguk.

"Didalam tas itu ada satu baju bayi milik Vania. Apa Vania yang meletakkannya didalam tas itu?" tanya sang nenek yang diangguki lagi oleh Vania.

Nenek mengangguk singkat "Nah, dalam baju bayi Vania disana ada ukiran nama lengkap Vania. Nanti Vania bisa dengan mudah untuk bertemu dengan orangtua Vania hanya dengan kalung dan baju itu. Vania selalu menyimpan baju itu kan?".

Lagi-lagi Vania mengangguk.

"Nenek yakin jika Vania tidaklah dibuang. Percaya sama nenek".

"Baitlah nenek. Vania pelcaya cama nenek dan Vania janji untuk Ndak membenci meleta" ucapnya lirih.

Nenek tersenyum "Yasudah kalau begitu. Ayo kita makan, lihat sebentar lagi akan hujan" ucap sang nenek menunjuk ke arah langit yang sudah mendung.

Mendengar itu tentu membuat Vania panik. Kan gubuk mereka bocor, mereka berdua bisa kebasahan nanti. Otaknya berpikir keras agar bisa mencari tempat berlindung untuk dirinya dan sang nenek.

"Hah? Loh? Nenek, nanti tita bacah. Dimana don?" ucapnya panik.

"Tenang, nak. Nenek sudah ada payung. Tadi nenek membelinya, kita berteduh pakai patung saja ya? Tidak-tidak apa-apa kan?" ucap sang nenek.

***

Benar saja, hujan yang deras membanjiri isi gubuk itu. Didalam gubuk itu Vania dan neneknya saling memeluk di bawah teduhan payung, keduanya makan dalam keadaan hujan deras. Air minum pun harus mereka pegang karena takut terkena air hujan.

Vania memegang payung itu dan sang nenek yang menyuapi dia makan, sesekali dia juga menyuapi dirinya sendiri. Vania dan nenek itu bahkan sudah gemetar kedinginan. Beruntungnya sang nenek menggunakan jaket dan penutup leher juga kepala, tapi tidak dengan Vania. Anak itu hanya menggunakan baju tangan pendek dan celana selutut.

"Vania dingin? Pakai ini saja ya?" ucap sang nenek menunjuk ke arah syalnya.

Vania dengan cepat menggeleng "Ndak nek, nanti nenek tambah cakit. Vania ndak mau nenek cakit. Vania ndak papa kok".

Vania tetap menahan rasa dinginnya demi sang nenek. Dia tak mau neneknya sakit atau terjadi sesuatu yang tidak dia inginkan. Dia tak bisa membayangkan bagaimana dia hidup jika sang nenek pergi meninggalkannya.

Dunia begitu kejam bagi seorang anak kecil seperti Vania. Dia harus mengurus sang nenek yang sedang sakit-sakitan. Mencari nafkah dan masih banyak lagi.

Lihatlah sekarang, keduanya makan dibawah guyuran hujan deras dengan payung sebagai tempat berlindung keduanya.

Disisi lain, tepatnya disebuah kamar mewah terdapat seorang wanita cantik yang duduk dipinggiran kasur memandang kosong ke arah luar. Setiap hari dia selalu menangis, meraung, dan memberontak. Tepat satu tahun yang lalu, dia dinyatakan sembuh dari gangguan kejiwaan. Namun, setelah dinyatakan sembuh dia tetap saja memberontak, dia dikamar dan tidak pernah keluar. Makan saja harus sang suami yang suapi. Dia hanya diam dan selalu memandang kosong ke arah luar balkon sama seperti sekarang ini.

"Hiks sayang hiks anaknya Mama, kamu dimana sayang? Hiks" ucapan dan perkataan yang sama seperti hari-hari sebelumnya.

Dia terus menanti kepulangan sang anak, walaupun dia sendiri tak tahu apakah anaknya masih hidup? Ataukah tidak? Namun, dia berharap anaknya masih ada sampai keluarganya menemukan anaknya. Anak yang membuat dia gangguan jiwa selama tiga tahun lamanya.

Dia dinyatakan sembuh karena mendapatkan kabar jika sang anak masih hidup dan tinggal dikota yang sama dengannya. Itulah yang menjadikannya penyemangat hidup.

"Sayang" panggil seorang lelaki tampan dari arah belakang. Kedua tangannya membawa nampan berisikan makan siang untuk istrinya.

Sang istri tak menjawab dan lelaki itu hanya tersenyum kecut, sudah empat tahun lebih istrinya tak pernah membuka suara didepannya, kecuali tentang anaknya.

"Hey? Makan yuk, Mas suapi ya?" ucapnya lembut dan duduk disamping wanita cantik itu.

"Sayang, Mas sudah mendapatkan kabar bahwa anak kita kemungkinan berjualan sesuatu, namun Mas belum bisa memastikannya" ucapnya yang langsung membuat sang istri memandangnya.

"Mas serius? Anak aku memang benar masih hidup dan ada di kota ini?" tanya dia penuh harap.

Lelaki itu tersenyum "Ya, sayang. Mas akan terus mencarinya. Ingat bukan jika dia memakai kalung pemberian mu? Pasti akan sedikit mudah untuk menemukannya" ucapnya menjelaskan.

Wanita itu mengangguk "Iya Mas! Aku ingat! Aku mohon sama Mas untuk segera temukan anak aku!" ucapnya sedikit membentak.

Lelaki itu berusaha untuk tegar. Dirinya lemah jika bersangkutan istri dan anaknya yang telah lama hilang itu.

Empat tahun berusaha mencari keberadaan sang anak, namun hanya mendapatkan secuil informasi. Sisanya masih menjadi sebuah tanda tanya besar.

Dirinya tak pernah berhenti berdoa, meminta kepada Tuhan untuk mengembalikan sang anak kembali ke pelukan sang istri. Hanya anaknya yang benar-benar bisa membuat istrinya kembali seperti sedia kala.

To be continued...

(Hai! Jangan lupa like dan komen ya! Timakacih udah baca! Dadah!).

Terpopuler

Comments

Nofi Ani

Nofi Ani

semoga ketemu.

2024-06-03

1

sendy kiki

sendy kiki

up Kaka sedih rasanya. semoga ketemu 🌹🌹🌹🌹🌹🌹

2024-06-03

5

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!