(Tandai Typo)
Didalam gubuk tua itu Vania berdiri memandangi isi gubuk tersebut. Sekelebat kenangan bersama neneknya terus berlintas dalam benaknya. Rindu rasanya ketika mengingat masa-masa bersama sang nenek.
Perlahan namun pasti, air matanya kembali luruh begitu saja "Hiks nenek hiks Vania tanen" tangisnya lagi.
Dia pun duduk di sebuah kursi kayu sambil memandang barang pemberian sang nenek. Barang itu ternyata sebuah gelang emas yang sudah terukir namanya disana. Ternyata selama ini neneknya diam-diam menyimpan uang hanya untuk membelikan gelang emas untuk Vania. Harganya memang tak seberapa, tapi bagi Vania itu sangatlah berharga melebihi apapun.
Bunyi perutnya menghentikan tangisannya "Hiks lapel, tapi El ndak puna uan tan uan temalin cudah abic" dia mengelus-elus perutnya yang sudah berbunyi-bunyi, meminta agar segera diisi.
"Oh iya, tan Vania cempat beli matanan tadi" Vania segera menghapus air matanya, lalu berjalan mencari makanan yang sempat dia beli.
Vania berdiri dengan lesuh, ditatapnya bungkusan makanan yang sudah hancur itu dengan tatapan sedihnya. Bisa dia tebak jika bungkusan makanan itu sudah dihajar habis-habisan oleh anjing ataupun kucing yang ada disekitar tempat dia tinggali.
Vania menghela nafas panjangnya "Lapel".
Pandangan matanya tertuju pada alat semir sepatu yang sudah Asep berikan padanya. Tak ada pilihan lain, dia terpaksa membawa alat itu demi mencari uang untuk dia beli makan nanti.
Berjalan menyusuri jalanan hingga dia berhenti di lampu merah, disana dia berjongkok sambil berteriak-teriak, mencari pelanggan.
"Cemil cepatu! Cemil cepatu!" teriaknya.
Tak lama datanglah seorang preman yang langsung menendang alat semirnya "Heh! Ngapain Lo disini hah?! Pergi sana! Ini wilayah gue ya! Pergi! Udah bau, kotor, gembel pula! Iuhhh! Sana-sana! Pergi Lo!" sentaknya.
Vania pun menangis dikarenakan takut "Hiks Janan om. Vania cuman mau hiks cali uan buat matan hiks" Vania berharap preman itu dapat mengasihani dirinya. Dia pun membereskan alat semirnya, berdiri dan menatap preman itu dengan penuh harap.
"Gak! Pergi Lo! Bangsat! Sialan! Pergi gak Lo?! Mau gue seret hah?! Gembel! Sana Lo! Anjing!" umpatnya dengan kasar.
Disisi lain, terdapat seorang lelaki tampan yang tengah duduk di kursi penumpang. Dia menatap kosong ke arah luar jendela hingga tatapannya terhenti pada sesosok anak perempuan yang terlihat sedang dimarahi oleh orang yang berpenampilan preman itu.
"Ken, Tolong berhenti. Saya mau kesana dulu, kasihan anak itu" Lelaki itu segera membuka pintu mobilnya dan langsung keluar, meninggalkan sang asisten yang menatapnya bingung.
"Loh? Tumben banget Tuan bersikap seperti itu? Biasanya juga gak akan peduli dengan anak kecil ataupun siapapun. Aneh" gumamnya.
Lelaki itu menghampiri anak kecil dan preman itu "Ada apa ini?".
Preman dan anak itu sontak menoleh, tentunya itu membuat lelaki itu tertegun. Kenapa? Kenapa wajah anak itu terasa tidak asing baginya? Pikirnya.
"Lo gak usah ikut campur! Ini urusan gue sama anak gembel ini!" sentak preman itu.
Vania pun berjalan menuju belakang kaki lelaki itu "Hiks tolonin Vania Om" ucap anak itu lirih.
Entah kenapa hati lelaki itu terasa sakit ketika melihat anak kecil itu. Tubuhnya kurus, pakaian tidak layak pakai, kotor, dan tentunya terlihat sangat memprihatikan.
Lelaki itu menatap preman itu dengan santai "Jangan ganggu anak ini".
Preman itupun terkekeh sinis "Bukan urusan Lo ya! Dia urusan gue! Dia udah berani masuk ke dalam wil-...".
Lelaki tampan itu langsung menodongkan 10 lembar uang warna merah "Cukup bukan?".
Dengan senang preman itu langsung menerimanya "Nah, kalau gini kan enak! Dari tadi kek! Yaudah gue pamit! Bye!" dia lalu menatap Vania dengan tatapan tajamnya "Awas Lo kalau sampai gue liat Lo ada disini lagi! Abis Lo ditangan gue!" dia lalu pergi dari sana.
Lelaki itu berjongkok mensejajarkan tingginya dengan tinggi anak itu "Hai? Kamu tidak apa-apa kan?".
Vania mengangguk "Ndak apa-apa, Om. Telimatacih ya Om, talena om cudah bantu Vania".
Lelaki itu tersenyum lembut sambil mengelus puncak kepala anak itu "Vania? Nama kamu Vania?" tanyanya yang langsung diangguki oleh Vania.
"Perkenalkan, nama Om Devian. Terserah Vania mau panggil Om apa" ucapnya lembut. Hatinya menghangat melihat senyuman manis gadis cilik itu.
"Calam tenal ya Om, cetali ladi telimatacih!".
"Sama-sama. Oh ya, kamu ngapain disini hm? Kenapa bawa-bawa alat ini? Apa kamu tidak dicari orangtua kamu?" tanya dia.
Vania menggeleng "Vania mau cali uan buat beli matan, Om. Teluc Vania ndak puna olantua, olantua antat Vania cudah diculda" jawabnya polos.
Vania tahu jika dia hanyalah anak angkat. Orangtua angkatnya lah yang menceritakannya padanya.
Lelaki itu tercengang mendengarnya "Oh ya?".
"Eung!".
"Terus, orangtua kandung Vania dimana?".
Vania kembali menggeleng "Vania ndak tau, Om. Tata olantua Vania, Vania ditemutan didepan lumah meleta".
Entah kenapa lelaki itu memiliki keinginan untuk menyelidiki anak itu jauh lebih dalam. Rasanya dia ingin tahu dengan identitas anak yang ada didepannya ini.
Lelaki yang bernama Devian itu lantas memandang bola mata indah milik gadis kecil itu "Mata Vania sangat indah ya? Sama seperti mata istri Om, sama-sama indah dan sama-sama berwarna biru!" ucapnya.
Vania menanggapinya dengan senyuman manis khas miliknya "Hehe telimatacih, Om".
"Sama-sama, sayang".
"Tuan! Kita harus kembali! Nyonya kembali mengamuk!" asistennya berteriak dari dalam mobil yang letaknya tak terlalu jauh dari tempat mereka.
Devian hanya mengangguk singkat, mengelus kepala anak itu, lalu mengeluarkan beberapa uang pecahan seratus dari dalam dompetnya.
"Ini, pegang ya? Nanti kapan-kapan Om akan temui Vania disini oke? Om tunggu Vania disini lagi ya? Om harus pamit dulu. Dadah!" Devian pun melangkah meninggalkan Vania.
"Telimatacih ladi Om! Cemoda lejeti Om celalu lancal! Amin!" ucapnya setengah berteriak.
Vania pun melangkah menjauhi tempat itu dengan hati gembira "Athilna Vania bica matan" ucapnya senang.
Sementara didalam mobil, Devian duduk termenung. Lelaki itu masih terus memikirkan anak tadi, anak yang menarik perhatiannya.
"Ken, selidiki anak tadi" titahnya.
Ken menatapnya lewat kaca spion dalam sekilas "Ada apa, Tuan? Kenapa Tuan tumben sekali? Biasanya Tuan tidak akan perduli".
Devian menggeleng tak tahu "Saya juga tidak tau, Ken. Tapi, melihat anak itu rasanya saya ingin selalu berada didekatnya".
Ken pun mengangguk singkat "Nama anak itu siapa, Tuan?".
"Vania" balas Devian yang belum ngeh dengan nama yang tak asing baginya itu.
"Vania?" ulang Ken mengingat-ingat nama itu.
"Loh?! Bukannya nama itu sama seperti nama Nona kecil, Tuan?" ucapnya kaget.
Devian pun tersadar "Kenapa saya baru sadar? Seharusnya saya menanyakan nama lengkap anak itu".
"Tuan? Jangan-jangan anak itu adalah Nona kecil? Apakah Tuan melihatnya memakai kalung?" Tanya Ken.
"Saya juga berpikir sama sepertimu, Ken. Selidiki dia dan kita akan menemuinya, saya harus memastikan dengan benar" ucapnya tegas.
Dia berharap jika anak yang dia temui tadi adalah anaknya yang sudah hilang empat tahun lalu. Maka dengan begitu pula istrinya akan kembali normal.
"Sayang, bersabarlah. Sebentar lagi, aku yakin anak itu pasti Vania, putri kita" gumamnya pelan.
To be continued...
(Hai! Jangan lupa like dan komen ya! Timakacih udah baca! Dadah!).
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Iqlima Al Jazira
next.... next thor
2024-06-05
1
sendy kiki
double up Kaka 🌹🌹🌹🌹🌹 segera Vania di lindungi dia anak kalian hilang
2024-06-05
5
Dewi Petra Lawolo
/Scowl/
2024-06-05
1