Rahasia
#Janda_Bohay
Ke 4
Mereka semakin histeris mengepungku, bak menemukan sebuah harta karun, menggebu-gebu memburu, seakan tak ingin melepaskan.
Aku berusaha kabur. Memang terbilang sulit bagiku untuk bisa lolos, tapi aku tak pantang menyerah.
Semakin lama nampaknya semakin banyak warga yang mengepung, aku terbang menuju gunung. Sesekali organku yang menggantung menabrak ranting-ranting pohon. Sakit. Aku hanya bisa meringis sambil berupaya menghindar.
Hingga tak sengaja, aku menabrak sebuah pohon besar dan mulai hilang keseimbangan, pandangan mulai rabun lalu terjatuh dari ketinggian tiga puluh meter. Seketika semua menjadi gelap.
Menjelang subuh ....
Samar kudengar gema di masjid-masjid, suara yang sering dilantunkan lima kali dalam sehari itu membuat telingaku panas. Aku mengerang hingga beberapa saat suara-suara itu kembali meredam.
Mengerjap, samar kumenatap kesekitar, kini tak lagi tampak warga mengejar. Beruntungnya aku, rupanya tak ada satupun warga yang menemukanku saat terjatuh di bawah pohon ini.
Namun, pergantian waktu dari malam menuju terang sudah semakin dekat. Waktuku sudah tak banyak. Sebisa mungkin aku kembali ke rumah reot tempatku menyembunyikan tubuh di bawah ranjang.
Dengan sisa tenaga, aku kembali terbang bersama organ yang menggantung untuk menyatukan kepala dengan tubuh.
*****
Pagi itu aku kembali beraktifitas seperti biasa, belanja bahan keperluan warung kopi. Beberapa pria paruh baya sudah hadir di warungku, dengan seragam kerja khas mereka masing-masing.
"Tumben lesu banget pagi ini, Ti?" Sapa mas Joko. "Muka lu juga pucat!"
"Iya, Mas. Saya kecapean?" keluhku.
"Kecapean? Kerja begini doang emang bisa capek juga, Ti?"
"Iya lah, Maaas. Masa cuma Mas doang yang bisa capek!"
"He he he, maaf, Ti. jangan merajuk gitu, dong! Ntar manisnya berkurang loh!"
"Hmm." Aku menyahut malas. Berlalu meninggalkannya dan kembali berkutat dengan meja kompor dan panci rebusan air panas. Juga menggoreng berbagai macam jajanan kue.
"Kopi pahit satu, Ti!" pinta seseorang yang datang dan langsung duduk di kursi panjang yang tak lain adalah mas Saiful.
"Siap, Mas!" sahutku. Segera tangan mungil ini meracik satu gelas kopi dengan air panas. Lalu kudengar mereka mulai berbincang membahas perihal kuyang yang dikejar warga tadi malam.
"Padahal tadi malam itu, kita sudah ngejar kuyangnya sampai ke dekat bukit, tapi sayangnya dia berhasil lolos!" Ia berdecak sambil menggeleng.
"Beuh, beruntung betul ya itu kuyang!"
"Iya! Kalau aja sampai gue yang dapat ... beuuh!" ucapannya terputus.
"Kenapa kalau lu yang dapat, Jok?"
"Langsung gue karungin!" sahut Joko.
"Yakin lu berani ngarungin?"
"Ya berani lah!" Rautnya terlihat songong di mataku. Euuuh! Muaknya.
"Kalau kuyangnya secantik Siti? Masih mau ngarungin, Mas?" tanyaku genit, sembari mengantar pesanan kopi mas Saiful.
"Ya nggak dong, Ti." Ia menyahut dengan rona merah dipipinya, terlihat seperti kepiting rebus di mataku.
"Ah yang bener? Terus mau diapain kalau kuyangnya secantik Siti?" Aku kembali menggodanya.
"Ya aku bawa pulang, Ti. Tak peluk-peluk, cium-cium, cup cup cup ...." ucap Joko sambil memonyong-monyongkan bibirnya.
Euuuh euuuh! ingin aku muntah melihatnya.
"Beneran, Mas?"
"Beneran lah, Ti?"
"Kalau dia minta tumbal?"
"Ya kasih lah, Ti! Masa yang secantik Siti mau diabaikan." Aku tersenyum manja. Tapi dalam hati aku tersenyum menyeringai.
'Benar ya, Mas? Kan kutagih janjimu!' Aku membatin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Rika Rostika
seruuuu...
2021-01-11
0
Harearr
seruuu
2020-04-17
0
litz_be
siti genit juga, pasti gak nyangka klo orang secantik dia itu makhluk jadi-jadian
2020-01-31
6