Setelah menghabiskan sarapannya dan berpamitan kepada kedua orangtua serta adiknya, Ara bergegas menuju mobil dan melajukannya ke arah rumah Shelly sahabatnya.
Kurang lebih sudah dua puluh menit Ara dalam perjalanan. Pagi ini memang lebih dari biasanya, jalanan terlihat macet membuat Ara harus lebih sabar lagi.
Beberapa kali Ara terlihat mengusap wajahnya. Saat Ara melirik ke sebelah kiri ia melihat dua sosok manusia yang sangat dikenalnya.
"Rey?" ucap Ara sambil menetap keduanya yang berjalan menuju pintu masuk rumah sakit.
"Tunggu, kenapa Rey ada disini bersama Elisa? bukankah Rey sedang ada pekerjaan diluar kota?" Ara bertanya entah pada siapa. Deg tiba tiba hatinya bergetar dan detak jantungnya berpacu lebih dari biasanya. "Aku rasa aku harus tau malasah ini dan Rey harus menjelaskannya"
Setelah menedapatkan ruang untuk memasukan mobilnya ke area parkir rumah sakit, Ara segera turun dan dan masuk kedalam rumah sakit tersebut.
Sepanjang kakinya melangkah, hatinya mulai dilanda rasa resah dan gelisah yang tak karuan.
"Permisi mbak, saya mau tanya apa tadi ada pasien masuk atas nama Elisa atau Reynald?" tanya Ara setenang mungkin, tapi tetap saja ia tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.
Bayangan hal hal buruk yang ia mulai merasuki otak dan hatinya membuat Ara tidak sabar ingin mengentahui apa yang sedang terjadi tanpa sepengetahuan dirinya.
"atas nama mbak Elisa?" kata petugas admin yang ditanyai oleh Ara tadi.
"Benar mbak, dia sakit apa dan dirawat diruang mana?" ucap Ara dengan tetap memasang wajah setenang mungkin.
Petugas tersebut tersenyum memandang sopan kepada Ara kemudian kembali berkata. "Beliau tidak dirawat, tapi sedang konsultasi dengan dokter kandungan dan ini merupakan kunjungan ketiga kalinya"
Deg jantung Ara kembali berpacu seperti baru menyelesaikan lomba lari maraton. "Konsultasi? dokter kandungan" ucap Ara dalam hati.
"Apa setiap kunjungannya selalu ditemani oleh orang yang sama?" Tanya Ara meyakinkan pikirannya.
Dan petugas tersebut membenarkannya.
Kini pikirannya benar benar tidak bisa berpikir positif. Setelah mengucapkan terimakasih
ia segera keluar dari rumah sakit tersebut.
"Tenang Ara tenang ini belum tentu benar seperti apa yang kamu bayangkan" ucap Ara menenangkan dirinya sendiri.
"Astagfirullah" berulang kali ia mengucapakan kata tersebut.
Lima belas menit sudah Ara berada dalam mobil menunggu keduanya keluar. Berkali kali handphone Ara berdering yang memunculkan nama Shelly disana namun sama sekali tak dihiraukan oleh Ara.
Menit kedua puluh barulah yang ditunggunya terlihat keluar dari rumah sakit dan berjalan kearahnya.
Entah kebetulan atau memang petunjuk dari yang Maha Kuasa, Ara memarkirkan mobilnya tak jauh dari mobil yang dipakai oleh keduanya.
Ara memperhatikan sikap dan tindakan keduanya dan hal tersebut membuat otaknya kembali berpikir buruk.
"Jaga ini baik baik ya!" ucap Rey pada Elisa dan hal tersebut tak luput dari pandangan Ara.
"Tapi bagaimana dengar Ara?" ucap Elisa dengan wajah khawatir.
Mendengar namanya disebut Ara semakin mempertajam pendengarannya.
"Ara adalah perempuan yang baik aku yakin dia mengerti dan memaafkan kita" ucap Rey sambil menyelipkan rambut Elisa ke daun telinganya.
Deg "Apa maksudnya?" Ara bertanya pada hatinya, tangannya mencengkram erat kemudi sampai buku bukunya terlihat memutih, giginya direkatkan sekeras mungkin, dan matanya mulai terasa perih.
"Andai kita bisa saling menahan diri mungkin..." Belum sempat Elisa menyelesaikan kalimatnya Ara sudah membuka kaca jendela mobilnya dan melirik kearah mereka.
"Rey" ucap Ara.
"Ara" ucap Rey yang baru menyadari kalau ternyata mobil yang ada di sebelahnya adalah mobil Ara.
Elisa dan Rey terlihat gelagapan saat Ara mengulas senyum diwajahnya meski senyum itu terlihat dipaksakan.
"Bukankah kau ada pekerjaan diluar kota Rey" ucap Ara dengan menahan getaran suaranya.
"Aku, emh aku, ada yang harus kita jelaskan ke kamu Ra" ucap Rey tanpa menimpali perkataan Ara sebelumnya.
Dari apa yang Ara dengar sebenarnya sudah jelas bagi Ara. Tapi ia tetap harus bersikap dewasa dan memberi kesempatan pada keduanya untuk menjelaskan. Meski sebenarnya Ara sudah tak sanggup menahan butiran air matanya yang bergejolak seolah minta diizinkan keluar dari tempatnya.
Akhirnya mereka memilih untuk tidak bicara ditempat tersebut dan lebih memilik mencari tempat yang dirasa cocok.
"Jadi apa yang harus ku dengar" ucap Ara mengawali pembicaraan setelah mereka menemukan tempat untuk bicara. Ara sekuat hati agar ia tetap bisa mengendalikan diri. Ia tetap bersikap seolah baik baik saja padahal sebenarnya hatinya sudah hancur dan ingin rasanya ia menangis sejati jadinya untuk meluapkan amarahnya.
*Istilah sundanya "Ngajerit maratan langit, ngoceak mataran jagat" ah urang sunda mah pasti ngartos*
Mengalirlah pengakuan pasti dari keduanya. Ara tak menyangka jika dirinya akan mengalami kisah cinta yang tragis seperti ini. Rey yang selalu di banggakan didepan sahabat sahabatnya kini telah mematahkan kepercayaannya.
Awalnya ia sempat berpikir bahwa ini adalah ulah papanya. Tapi setelah Ara mendengar serta melihat wajah penyesalan mereka barulah ia sadar bahwa Rey dan Elisa telah benar benar menghianatinya.
Ara sudah tidak kuat lagi menahan air mata yang yang sejak tadi ditahannya. Cairan bening dari pelupuk mata indah Ara kini terjun bebas dipipinya yang lembut selembut kulit bayi.
"Cukup, kalian tidak perlu memberikan alasan apa pun, aku yakin kalian melakukannya atas dasar suka sama suka" Rasanya sulit sekali bagi Ara untuk berucap demikian. Tenggorokannya terasa tercekat sesuatu.
"Ra, maafkan aku..." Saat Rey kembali berkata Ara lebih dulu menyelanya.
"Aku benar benar kecewa dengan kalian, tapi aku juga tidak mungkin memaksakan agar aku dan Rey tetap bersama." Ara menghentikan sejenak ucapannya dan mengusap air mata yang semula jatuh dipipinya sebelum akhirnya ia melanjutkan kembali ucapannya.
"Ada nyawa lain yang lebih membutuhkan Rey suatu saat. Aku mengizinkan kalian untuk melanjutkan apa yang sudah kalian lakukan dibelakangku. Aku tidak akan mengganggu kehidupan kalian, begitu pun kalian tidak boleh mengganggu kehidupanku setelah ini" Apa yang ara ucapkan terdengar seolah Ara mengusir mereka dari kehidupan ini bahkan mungkin mengusirnya dari bumi.
"Ra tunggu" Teriakan Rey tak menghentikan langkah Ara. Ara memilih pergi setelah mengucapkan kata kalimat terakhirnya tadi.
***
Ara menumpahkan tangisnya saat ia sudah tiba kamarnya. Yang semula ia berencana menemui Shelly tapi karena terjadi hal ini, Ara memilih kembali kerumah dan menangis dikamarnya.
Setelah merasa puas menumpahkan tangisnya Ara duduk didepan meja rias. "Berhentilah menangis Ara, semuanya sudah jadi masalalu, bangkit dan tatap masa depan mu. Lupakan semuanya lupakan!" ucap Ara pada dirinya sendiri.
Ketukan dipintu kamarnya membuat Ara menghentikan ucapannya. Ia beranjak dan segera membuka pintu saat mendengar suara Ana memanggil namanya.
Setelah masuk ke dalam kamar Ara, Ana diam sejenak memperhatikan putrinya. "Ara baik baik saja?" tanya Ana.
Ketika seseorang sedang bersedih dan berusaha terlihat setegar mungkin, pada akhirnya ia akan meruntuhkan pertahanan kepura puraanya saat mendapatkan pertanyaan apa kau baik baik saja.
Begitu pun Ara, Ara menggelengkan kepalanya pelan sebagai jawaban. "Ada apa Ra?" ucap Ana sambil mengusap lembut kepala putrinya.
"Ara tidak ingin menikah ma, tidak ingin" ucap Ara sambil berhambur keperlukan sang mama. Tindakan Ara membuat mamanya yakin kalau putrinya benar benar tidak ingin menikah dengan pilihan suaminya.
"Ra banyak keuntungan dari menikah, dengan menikah Ara sudah menyempurnakan setengah iman mu, dengan menikah pula salah satunya pintu Rizki akan terbuka, menghindari perbuatan zina dan masih banyak lagi keuntungan dari menikah Ra" ucap Ana memberikan pengertian pada satu satunya anak perempuan dikeluarga kecilnya.
"Bukankah menikah harus didasari dengan cinta ma? Sementara Ara tidak percaya lagi akan cinta. Ara tidak punya cinta untuk siapa pun" ucap Ara, rasa sesak dihatinya masih terasa namun ia tidak ingin mamanya mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya.
"Niatkan dengan ibadah Ra, cinta bisa hadir diantara kalian ketika kalian mengejar cinta pemilik Nya. Tidak perlu kau mempermasalahkan soal cinta diantara kalian saat ini"
"Percayalah tidak mungkin papa akan memilihkan yang tidak baik untuk anak anaknya termasuk Ara. Papa memilih dia karena papa yakin dia bisa menjadi imam yang baik dan bisa menjaga serta melindungi Ara. Percaya lah sayang" ucap Ana dengan senyum tulusnya.
"Mama tidak tau sebenarnya apa yang Ara rasakan saat ini. Jika memang tidak ada lagi cara untuk Ara menolak keinginan papa, baiklah mungkin ini yang terbaik untuk Ara. Meski Ara tidak tau apa yang akan terjadi didepannya nanti. Semoga saja tidak lebih buruk sari saat ini" ucap Ara dalam hatinya, meski sebenarnya ia tidak menginginkan hal tersebut sama sekali.
Sejak saat itu Ara menutup komunikasi baik dengan Rey atau pun Elia. Ara mengikuti semua apa yang diinginkan oleh papanya yaitu harus mempersiapkan diri untuk bertemu calon suaminya nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Imam Sutoto Suro
seruuuu lanjut thor
2022-08-19
0
Nur Khasanah
senasib di selingkuhi.
nasibnya sama denganku.
menjalin hubungan dengan ku menikah dengan yang lain.
perih...dah hati ni.
2021-02-18
0
Kak jas
kak aku dah like 5 nanti aku balik lagi.
mampir di ceritaku juga yah
kekasih dosen
misteri villa angker
2021-01-01
0