Seperti biasa, bangun tidur terasa hampa. Tidak ada yang buatnya bahagia lagi setelah cinta pertamanya gagal. Anehnya, kebahagiaan Galina kini tentang cinta. Tidak ada hal lain yang membuatnya semangat, betapa takutnya jika dirinya bergantung pada cinta.
Namun, saat cinta pertamanya gagal hidup Galina berjalan seperti biasanya sebab dia masih berada pada mode perlindungan diri bahkan masih bisa tidur siang. Karena bosan di dalam kamar, Galina turun lewat tangga besi putar yang langsung menuju ke halaman tanpa harus lewat dalam restoran.
"Iya, saya janji akan melunasi utang secepatnya. Tapi, ini belum waktunya, Pak."
Langkahnya terhenti setelah mendengar suara Ramla yang memohon. Galina pun buru-buru turun untuk mengintip apa yang sedang terjadi. Ternyata Ramla tengah berlutut di depan dua orang pria gagah.
Nyawa belum terkumpul, gadis baju putih itu lari menghampiri Ayahnya untuk membantu berdiri. “Lutut Ayah nanti sakit! Lagian kalian kenapa sih buat Ayah gini? Yang sopan sama orang tua! La—“
Ramla menahan Galina yang hendak protes. “Masuk ke dalam!" perintah Ramla yang membuat Galina kesal.
"Anak gadis kamu?" tanya pria itu.
Ramla melepas tangan anaknya lalu mendorong pelan agar segera pergi. "Bukan."
"Jangan bohong! Cewek cantik seperti dia bisa menghasilkan banyak uang untuk melunasi utang kamu!" bentak pria itu yang menuding Galina.
Sorot mata Ayahnya yang tajam melihat Galina membuatnya tidak berkutik yang langsung menuruti perintah Ayahnya. Tanpa ingin tahu lebih, Galina masuk lewat jalan tadi sesekali menengok Ayahnya yang terus memohon.
"Kalau aku jadi seperti Ayah, Rayno mau nggak ya menerima ajakanku?"
Setelah sampai rumahnya yang berada di atas restoran, Galina merenung seraya melihat pemandangan dari lantai dua yang dapat melihat rumah penduduk lainnya. Sebagai penutup hari ini yang pernah ditolak, Galina hanya meneteskan air matanya sekali sebab tidak ingin larut dalam kegalauan sia-sia.
"Aku hanya marah sama diriku sendiri yang bisanya berkhayal tanpa mewujudkannya. Hal yang harus kamu perbaiki ini, Lin. Dunia masih berjalan enggak untuk kesalahan yang sama. Jadi, terima kenyataan dan mulai dari awal!"
Hanya bisa menyemangati diri sendiri saat ini serta mempertahankan agar tidak memikirkan ucapan Rayno yang masih menjadi penasaran.
"Argh! Siapa yang buat Rayno jatuh cinta duluan?" teriaknya kesal kemudian memutuskan pergi dari rumah, untungnya penagih utang pergi sehingga Galina bisa lewat dengan bebas.
Di lingkungan rumahnya terdapat banyak saingan restoran Ayahnya yang juga ramai. Tergantung selera masing-masing, kebanyakan anak muda datang ke kafe dan restoran bernuansa barat. Target penjualan Ramla orang tua atau orang yang makan masakan rumahan sebab ingin melestarikan restoran keluarga dengan bahan dasar ikan. Kebanyakan yang restoran Ramla dipesan untuk acara keluarga dan ulang tahun.
"Gaji PNS stabil, tapi kalau restoran ramai lebih untung jadi pebisnis. Dilihat dari usahaku saat ini kemungkinan bakal jadi istri orang kaya," oceh Galina yang memukul kepalanya, setidaknya dia harus fokus.
"Gimana, ya, pulangnya?"
Telinga Galina menangkap sosok orang putus asa. Ia menengok ke arah lelaki yang jatuh dari sepeda. Hatinya merasa iba sehingga otomatis kakinya berjalan menghampiri orang itu.
"Ada yang bisa dibantu, Mas? Kebetulan rumahku dekat sini," kata Galina yang melihat lelaki itu yang tertimpa sepeda.
Lelaki itu meringis. "Tolong angkat sepedanya."
Secepatnya Galina mengangkat sepeda itu lalu membuangnya asal. Tindakannya sontak membuat mereka terkejut.
"Maaf, jadi ikut panik," ucap Galina langsung mengangkat sepeda lagi.
Takut sepedanya dibanting lagi, lelaki itu menyandarkan sepedanya di pohon. "Aku yang salah sepeda udah tua aku pakai, kalau mau tau itu sepeda Kakekku."
Galina memastikan lelaki itu tidak ada luka parah. Lelaki yang menahan sakit bagian telapak tangannya menunjukkan luka itu. Sontak Galina meringis.
"Luka ini masih tergolong kecil." Lelaki itu menunjukkan luka jahit di perutnya. "Perutku pernah sobek waktu belajar naik sepeda." Dirasa terlalu tidak sopan, dia langsung menutup bajunya.
Galina yang hanya melirik sekilas itu beralih melihat langit. "Kalau kamu lapar bisa mampir ke RSU."
"Rumah Sakit Umum?"
Gadis baju putih itu menepuk dahinya. "Resto Sedap Uti, restoran Ayahku. Orang nyebutnya RSU, karena kalau orang sakit ke rumah sakit, tapi kalau lapar ke sana."
Lelaki itu tertawa paham, melihatnya tertawa membuat Galina salah tingkah. "Kapan-kapan aku ke sana berhubung udah sore dan rumahku jauh dari sini, kalau kita bertemu lagi aku ajak main ke rumah. Kita bisa main bulu tangkis bersama."
"Kamu bisa main bulu tangkis juga?" tanya Galina yang langsung bisa akrab dengan orang baru.
"Bisa dibilang aku senior kamu kalau kita satu hobi," jawabnya yang membanggakan diri. "Bercanda, cuma bisa main aja."
"Iya, tau, terlihat kaos kamu. Bukannya itu klup bulu tangkis yang ada di Batu? Rumahmu di sana?" tanya Galina yang berkedip berulang kali.
"Iya, tapi rumahku sekarang bukan di sana."
"Lina!"
Galina mengangguk-angguk, ketika mau tanya lagi suara Ramla membuatnya menoleh. "Iya, aku ke sana, Yah!" Dia pun melihat lelaki itu. "Kalau nggak ada yang perlu dibantu, aku pulang dulu, ya!"
Secepatnya Galina lari menuju Ayahnya yang terlihat cemas. Baru beberapa detik ambil nafas, Ayahnya menjewer telinga Galina sampai kesakitan. "Aku cari keliling rumah nggak ada ternyata di sini! Apa susahnya diam di rumah, hah?" tegur Ramla yang beralih memiting leher anaknya agar pulang.
"Jalan-jalan sebentar, Yah! Di rumah bosan nggak ada tugas juga!" bela Galina yang mengikuti langkah kaki Ayahnya yang panjang.
"Aku kira kamu dibawa orang-orang tadi! Lain kali kalau mau pergi bilang. Bikin khawatir aja! Katanya jalan-jalan ternyata berduaan sama cowok, banyaklah alasan kamu," gerutu Ramla yang melepas pitingan tangannya kemudian mereka jalan masuk rumah.
Galina memegang lehernya sambil mengejar Ayahnya yang masuk ke rumah. "Aku bisa jelasin, Yah! Ayah!"
"Tadi, cowok itu jatuh dari sepeda, terus--"
Ramla suruh diam ketika memegang susur tangga. "Kalau kamu bertemu dua orang tadi sebisa mungkin bersembunyi, paham?"
Wajah dua orang tadi Galina tidak mengingatnya. Namun, dia harus meredam amarah Ayahnya. "Paham, Yah. Cowok tadi--"
"Ayah setuju aja, sih"
"Ayah!!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
HEEJIN
Waaaah, aku jadi pengen terus baca sampe pagi nih! 😍
2024-06-07
1