Sesuai yang dijadwalkan, malam ini kedua keluarga bertemu secara resmi. Semua orang telah hadir di salah satu restoran mewah milik Sera kecuali Shin.
“Wah ... hari ini pun kau terlihat cantik! Kau selalu terlihat cantik ...” Sera menyalami Luna, mereka saling menempelkan pipi dan bertukar kabar. Terlihat akrab. Ibu Luna yang melihatnya tampak sedikit terkejut. Ia tidak menyangka Luna akan bersikap seperti itu setelah kemarahannya akan pernikahan. Anna tampak senang melihat keduanya.
“Apa Shin belum datang?” Anna melihat ke sana ke mari. Ia tak mendapati Shin ada di sana.
“Dia pasti akan datang. Tidak perlu khawatir ...” Rei menanggapi dengan senyum. Sebenarnya ia juga sedikit khawatir tentang anak itu.
“Sebaiknya kita menyantap menu kita dulu selagi menunggu Shin.” Sera menawarkan. Keempat orang itu mulai mengangkat sendok.
Makan malam itu telah sampai pada hidangan penutup, tapi Shin tidak kunjung datang. Rei beberapa kali meminta asistennya untuk menghubungi anak itu tapi nomornya tidak aktif. Hingga setelah semua hidangan telah selesai disantap seorang pria berjas memasuki ruangan. Shin tampak tampan malam itu. Ia tidak terlihat berantakan seperti biasanya. Begitu mendekati meja, Shin pun memberi salam kepada semuanya.
“Maaf saya terlambat.” Hanya itu yang Shin katakan. Ia pun lalu duduk di kursinya.
“Tidak masalah. Kau pasti harus mengurus sesuatu yang penting sebelum ke sini.” Anna mencoba memaklumi sikap Shin.
“Ya, aku tidak terbiasa dengan acara semacam ini. Aku hampir lupa memakai jas. Aku kembali ke rumah untuk mengambilnya setelah setengah perjalanan. Itu sedikit merepotkan!” Shin menjawab dengan santai. Sera dan Anna tampak terkejut mendengar perkataan Shin. Rei tampak marah bahkan sejak sebelum Shin datang. Emosinya semakin naik mendengar perkataan anak itu yang dipandangnya tidak sopan tapi ia mencoba menahannya.
Shin memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Suasana menjadi sedikit tegang. Tapi itu tidak bertahan lama. Shin yang tampak bingung melihat ekspresi para tetua beralih memerhatikan wanita yang duduk di hadapannya. Wanita itu langsung memalingkan pandangan dari Shin begitu kedua mata mereka saling bertatapan. Meski berpaling, dapat dilihat dengan jelas Luna sedang menahan tawa. Ia menutupi bagian wajahnya dengan tangan kanan.
“Apakah kau sedang menertawaiku?” Shin melihat Luna dengan heran dan melemparkan pertanyaan begitu saja. Kini pandangan para tetua mengarah pada Luna. Mendengar pertanyaan dari Shin, Luna segera tersadar dan memerhatikan sekitar. Semua mata sekarang melihat ke arahnya.
“Tentu saja tidak, untuk apa aku melakukannya?” Luna mengelak dengan cepat namun tampak kikuk. Ia tidak terima Shin menanyainya seperti itu di depan banyak orang. Baginya itu memalukan. Namun, jelas ia sedang berbohong. Shin memang tampak lucu saat memasang wajah bingung tadi.
“Kau pikir aku tidak melihatmu? Itu sangat jelas!” Shin membelalakan mata.
“Apa maksudmu jelas?! Aku ...” tiba-tiba saja Luna terpancing emosi. Ia tidak biasanya seperti ini. Hampir saja ia mengeluarkan kejengkelannya kepada Shin, namun dengan segera ia bisa kembali tenang dan menguasai diri. Ia tidak mau suasana malam itu menjadi kacau. Ia memperhatikan para tetua kemudian meminta maaf.
“Baiklah karena semua sudah berkumpul, mungkin kita bisa langsung membahas inti dari pertemuan kita malam ini.” Sera segera mengambil alih sebelum semua semakin kacau.
Setelahnya pertemuan berjalan lancar. Kedua belah pihak keluarga menyepakati secara resmi tanggal pernikahan dan memajukan tanggal pertunangan. Selama pembicaraan tersebut Shin hanya diam dan tidak banyak berkomentar. Beberapa kali Shin memandangi wanita di depannya. Ia masih tampak sebal karena keributan tadi. Sedang Luna hanya bisa mengikuti perkataan ibunya. Ia juga tidak banyak member komentar.
Setelah pertemuan berakhir, kelima orang itu bebarengan meninggalkan ruangan. Tak lama kemudian Shin mendekati Anna dan mengajaknya bicara.
“Maaf, bisakah saya bicara dengan Luna sebentar?” Shin berniat meminta izin kepada Anna untuk mebiarkan Luna ikut dengannya. Anna melirik sekilas ke arah Luna.
“Tentu, aku akan menunggu di dalam mobil.” Anna mempersilakan keduanya mengambil waktu bersama. Ia mengisyaratkan untuk tidak terlalu lama.
“Bagaimana jika saya yang mengantarnya pulang?” Shin bermaksud untuk mengajak Luna berbicara lebih lama.
“Apa?” Luna tampak terkejut. Wajahnya jelas memberi tahu bahwa dia tidak menyetujui ide Shin. Ia tidak ingin berbicara dengan pria itu. Anna tampak sedikit menimbang-nimbang.
“Baiklah.” Akhirnya Anna memberi izin.
“Ibu!” Luna merajuk. Ia tampak tidak senang. Ibunya bahkan tidak menoleh ke arahnya. Jelas sekali ia ingin putrinya mendapat perhatian dari Shin.
“Tolong jaga dia baik-baik ya?” Anna meninggalkan keduanya. Sementara itu Rei dan Sera tampak senang melihat Shin bersikap baik kepada Luna. Mereka pun berpamitan pulang lebih dulu.
Setelah semua orang pergi, Shin mengajak Luna ke teras samping restoran agar bisa lebih leluasa berbicara.
“Apa yang ingin kau bicarakan?” Luna ingin segera mendengar inti percakapan ini.
“Bukankah kau tampak berbeda dari pertemuan kita sebelumnya?” Shin menatap Luna dengan serius. Ia benar-benar tidak bisa membaca wanita itu.
“Apa maksudmu berbeda?” Luna tampak tersinggung. Orang ini bukankah terlalu santai bicara dengannya? Bisa-bisanya pria itu menilai karakternya dengan terang-terangan.
“Saat aku melihatmu pertama kali aku pikir kau orang yang bijaksana. Aku rasa kau orang yang cukup serius. Tapi apa-apaan tadi? Kau bisa dengan mudah menertawaiku di depan semua orang?!” Shin benar-benar heran dengan wanita itu.
“Aku sudah bilang aku tidak menertawakanmu! Kenapa kau mengatakannya sangat frontal? Lagi pula apakah orang yang kau anggap bijaksana tidak boleh tertawa? Apa mereka harus terus memasang wajah serius? Dan lagi apa kau menarikku ke sini hanya untuk membahas masalah itu?!” Luna benar-benar tidak bisa menahan emosinya di hadapan Shin.
“Jadi Kau benar-benar tidak mau mengakuinya?!”
“Baiklah, maafkan aku jika membuatmu tersinggung di meja tadi. Tapi bila aku boleh katakan, Kau juga telah membuatku tersinggung dengan semua perkataanmu bahkan di pertemuan awal kita. Kurasa kita belum cukup dekat untuk bisa bersikap santai satu sama lain. Jadi bisakah kau menjaga sikapmu? Aku akan berterimakasih untuk itu. Sampai jumpa!” Luna meninggalkan Shin setelah memberi salam.
Shin termenung sejenak setelah mendengarkan perkataan wanita itu. Apa wanita itu baru saja minta maaf kepadanya? Ataukah ia baru saja memperingatkan Shin? Shin merasa tidak nyaman dengan perkataan Luna. Setelah akhirnya sadar wanita itu telah jauh meninggalkannya, ia pun mengejar Luna.
“Tunggu! Aku sudah berjanji akan mengantarmu pulang!” Shin menyejajari langkah Luna. Wanita itu tidak menjawab. Sebenarnya Luna ingin sekali pulang sendiri, tapi selama ini ia belum pernah melakukannya. Dan lagi, ia tidak tahu bagaimana caranya naik angkutan umum. Ia ingin menolak tapi itu akan berakhir bodoh. Akhirnya ia hanya bisa diam. Shin menunjukkan mobilnya. Keduanya kembali canggung.
^^^^
Setelah pertemuan Luna dan Sera terakhir kali, keduanya sering bertukar pesan dan bercakap via telepon. Dua wanita itu juga bersepakat untuk lebih sering bertemu di akhir pekan dan memasak bersama untuk mengisi waktu luang dan bersenang-senang. Keduanya pun menjadi semakin akrab dari hari ke hari.
Di hari yang lain, sesuai dengan janji, Luna menghabiskan waktu bersama di akhir pekan bersama dengan Sera. Ia menemui Sera di depan subuah supermarket.
“Aku rasa kita perlu membeli bahan-bahan dulu. Apa kau pernah ke sini sebelumnya?” Sera memperhatikan Luna. Dia tampak celingak-celinguk memandangi sekitar seperti baru kali pertama datang ke sana.
“Belum, ini kali pertama.” Luna tersenyum malu.
“Lalu apa yang kau lakukan selama ini? Bagaimana kamu bisa melewatkan tempat seperti ini?” Sera tertawa. Ia terheran dengan gadis yang ada di depannya.
“Entahlah. Aku tidak pernah kemari karena Ibu selalu menyuruh orang lain untuk berbelanja.” Luna tampak canggung.
“Kalo begitu ayo kita masuk!” Sera tiba-tiba menggandeng tangan Luna dan menariknya masuk ke dalam supermarket. Wanita muda itu tampak terkejut sejenak. Sebenarnya ini terasa aneh baginya tapi entah mengapa secara bersamaan ia merasa hangat dan nyaman.
Mereka dengan cepat menjadi akrab. Bila orang-orang melihat Luna dan Sera, mereka lebih nampak seperti seorang ibu dan anak. Itu tampak menyenangkan.
“Aku minta maaf.” Sera tiba-tiba berkata seperti itu di tengah berbelanja.
“Untuk apa? Kenapa tante tiba-tiba berkata begitu?” Luna tidak menduga hal itu.
“Maaf karena telah menceritakan kisah sedih kepadamu di pertemuan yang lalu.” Sera berkata dengan tulus.
“Kenapa tante minta maaf? Itu bukan sebuah kesalahan. Aku yang seharusnya minta maaf karena tidak memberi tanggapan yang baik saat itu. Bahkan tante harus pulang lebih dulu karena memedulikan jadwalku.” Luna merasa tidak enak.
“Tidak. Aku tidak seharusnya menceritakan kisah seperti itu padamu. Aku terlalu egois hanya untuk bisa dekat denganmu. Aku tidak memikirkan apakah hal itu membebanimu atau tidak. Aku benar-benar minta maaf ...”
“Tante malah membuatku tampak buruk dengan bicara seperti itu. Aku tidak merasa terbebani. Sungguh! Sebenarnya aku malah merasa nyaman setiap bertemu dengan tante.” Luna perlahan mulai membuka diri. Ia mengungkapkan perasaannya untuk pertama kali.
“Benarkah? Syukurlah kalau begitu. Jadi sekarang kita benar-benar berteman?” Sera tampak senang mendengar perkataan Luna ia kembali mendorong troli belanjanya.
Luna. wanita itu selama ini tidak pernah benar-benar merasakan kasih sayang dari Ibunya. Saat usianya lima tahun, ibu dan ayahnya bercerai. Anna adalah seorang wanita karir dan pekerja keras. Baginya pekerjaan adalah prioritas utama hingga ia tidak begitu memerhatikan keluarga kecilnya sendiri. Suaminya yang semula memaklumi keinginan Anna untuk tetap bekerja seusai melahirkan akhirnya berselingkuh juga di belakangnya. Saat mengetahui hal itu, hati Anna benar-benar hancur. Ia bahkan belum bisa menerima kenyataan. Seringkali ia melampiaskan kemarahannya kepada Luna karena merasa bahwa keberadaan putrinya itulah yang menjadi awal dari retaknya hubungan suami istri yang selama itu ia bangun.
Mulai dari sejak itu, Anna selalu menuntut Luna untuk sempurna. Ia tidak mau melihat kekurangan di dalam gadis itu. Mulai dari pakaiannya, perilakunya, kemampuan akademis, dan hal yang menyangkut pekerjaan, semua harus sempurna dalam pandangannya. Saat Luna menyadari dirinya terkekang dengan sikap Ibunya, ia mulai memberontak, namun tidak lama setelah itu ia mencoba kembali memaklumi sikap Ibunya karena ayahnya telah membuat hatinya begitu hancur. Luna bahkan belum menemui ayahnya lagi setelah orangtuanya bercerai karena hal itu bisa membuat hati ibunya mungkin lebih terluka. Dan lagi, ayahnya telah memiliki kehidupan baru dan Luna tidak berniat mengusiknya.
Jadilah Luna benar-benar sendirian tanpa kasih sayang kedua orangtuanya. Ibunya selalu membicarakan pekerjaan dan menuntut kesempurnaan tanpa mau mendengar keluh kesah gadis itu. Ia kesepian. Dan kini setelah bertemu dengan Sera. Ia merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Kehangatan saat mengobrol bersama dan bergandengan tangan dengan Sera perlahan mengisi kekosongan hatinya yang sebenarnya haus akan kasih sayang orangtua. Bahkan untuk pertama kali, ia mampu mengungkapkan perasaannya.
Setelah asyik berbelanja keduanya pun menuju ke salah satu restoran yang tidak jauh dari sana. tempat itu termasuk milik Sera. Tidak hanya restoran, di tempat itu ternyata juga menyediakan tempat untuk pelatihan memasak. Sera mengajak Luna memasuki salah satu ruang kelas memasak dan mulai menyiapkan bahan-bahan. Keduanya tampak menikmati hari itu. Dan tidak seperti biasanya Luna merasa bebas karena tidak ada orang suruhan Ibunya yang mengawasi aktivitasnya karena Ia sedang bersama dengan calon mertuanya.
Sementara itu, menjelang hari pertunangan, setelah pertemuan kedua keluarga terakhir kali, Shin dan Luna menjadi lebih sering bertemu. Hanya saja saat bertemu, mereka hanya membicarakan hal-hal menyangkut pernikahan saja. Mereka tidak lagi membahas masalah di luar itu. Luna seperti biasanya menghadapi Shin dengan tenang. Sedang Shin yang awalnya bersikap blak-blakan menjadi lebih pendiam. Ia tidak berniat membuat masalah dengan wanita itu.
^^^^
Sehari menjelang pertunangan di kantor Luna. Seperti biasanya, Brian telah siap mengantar Luna pulnag ke rumahnya. Mereka tidak saling bicara hingga masuk ke dalam mobil.
“Aku sudah memeriksa semuanya dan membawa apa yang kau minta.” Brian menyerahkan seberkas dokumen yang ia taruh dalam amplop besar. Luna menerimanya. Ia tak berekspresi apapun.
“Apa ini artikel atau sesuatu tentang Shin?” Luna mulai membuka berkas itu dan mulai membacanya.
“Ada apa? Kau sepertinya tampak tidak senang.” Brian memerhatikan raut muka Luna. Wanita itu hanya membaca sekilas lalu memasukkan lembaran-lembaran yang dibukanya ke dalam amplop kembali.
“Aku sudah memutuskan. Aku tidak memerlukan ini lagi.” Luna tersenyum simpul. Ia tampak yakin dengan keputusan barunya.
“Jangan bilang kamu…..” Brian menatap Luna dengan curiga. Wanita itu tidak mungkin jadi menikah dengan Shin kan?
“Ya… aku sudah memutuskan untuk tetap menikah. Aku rasa tidak begitu buruk. Setidaknya untuk saat ini aku merasa baik-baik saja.” Luna meyakinkan Brian agar ia tidak khawatir.
“Apa alasannya? Kamu tidak mungkin memiliki perasaan terhadap Shin kan? Kamu bahkan selalu mengomel setelah bertemu dengannya.” Brian seperti akan menginterogasi Luna. Ia menyilangkan tangannya seakan hendak mengatakan bahwa mobil yang mereka naiki tidak akan jalan sampai Luna menjawab pertanyaannya.
Sejak pertama bertemu dengan Shin setelah sekian lama, Luna memang tidak menyukainya. Setiap kali ia bertemu dengan Shin, rasanya ia ingin cepat-cepat menyudahi pertemuannya. Shin tidak pernah serius dalam mengurus pernikahan ini. Ia bahkan sama sekali tidak berpendapat. Ketika mereka bertemu yang dilakukan Shin hanya duduk diam sambil memegang gawainya. Hanya bila Luna bertanya pada Shin, ia akan menjawab ‘ya’ seperti robot yang memang sudah diatur begitu. Ia benar-benar tidak tampak seperti seseorang yang hendak menikah. Itu sangat membuat Luna sebal tapi dia harus tetap menjaga perilaku di depan pria itu. Pada akhirnya, Brian menjadi sasaran curhat wanita itu. Ia menjadi tong sampah Luna yang mengeluarkan semua unek-uneknya.
“Mungkin karena ada orang lain.” Luna menjawab dengan sangat ambigu. “Ayo cepat, kita harus sudah sampai rumah sebelum matahari tenggelam!” Luna ingin menyudahi percakapannya.
“Apa kamu sadar? Kamu banyak berubah akhir-akhir ini?” Brian tampak serius.
“Benarkah?” Luna menanggapi perkataan Brian dengan santai.
“Hmm. Kamu tidak pernah begini sebelumnya. Aku hampir tidak pernah mendengarmu mengeluh, tapi belakangan ini kamu terdengar sangat cerewet! Kamu selalu berpikir rasional, tapi aku rasa kau lebih emosional akhir-akhir ini. Awalnya juga kamu tampak tertekan dengan pernikahan, tapi setelah aku mau membantumu, sekarang kamu memutuskan untuk melanjutkan pernikahan. Sejak kapan kamu menjadi plin-plan begini? Kepalamu tidak terbentur sesuatu kan? Kau benar-benar baik-baik saja?” Brian benar-benar heran dengan wanita itu.
“Aku baik. Kenapa kakak bertanya seperti itu? Kakak bilang sendiri untuk menyuruhku tidak menganggap kakak sebagai orang asing kan?” Luna ganti merasa heran dengan sikap Brian. “Walaupun itu permasalahan kecil, aku bisa mengatakannya kepada kakak tanpa harus merasa terbebani. Benar kan?” Luna mengingat kembali kata-kata Brian. Wanita itu membuat Brian merasa terpojok.
“Oh benarkah? Jadi karena itu kamu bersikap blak-blakan kepadaku?” Brian memastikan. Ia tidak menduga jawaban Luna. Jika dipikir-pikir memang sejak saat itu Luna bersikap berbeda terhadapnya. Brian tampak lega. Wanita itu mulai membuka dirinya, tapi Brian tidak menyadari akan secepat ini. Ia bahkan masih terus berpikir apa itu alasan Luna bersikap berbeda.
“Apa sekarang kak Brian menyesalinya?” Luna geram dengan sikap Brian yang menaruh curiga kepadanya. Sebenarnya Luna memang menjadi lebih terbuka kepada Brian setelah pria itu memberitahunya untuk jangan mengagapnya sebagai orang asing. Tapi bukan hanya karena itu Luna berubah sikap. Tanpa ia sendiri sadari orang-orang yang baru dikenalnya perlahan membuat Luna memunculkan sisi emosionalnya. Ia tidak bisa mengelak hal itu walaupun ia berusaha sekuat mungkin untuk menyembunyikan perasaannya di depan banyak orang.
“Aku lega mendengarnya!” Brian tersenyum ke arah Luna. Sebelumnya Luna selalu menyembunyikan perasaannya dari orang lain termasuk kepada Brian. Hanya karena saat kecil Luna sering bertengkar dengan Ibunya, Brian bisa mengetahui perasaan Luna sekali pun ia menghindar. Dan sekarang wanita itu perlahan membuka diri. Ia mulai bisa menunjukkan emosinya.
“Jadi sekarang kita bisa pulang kan?” Luna membalas senyum Brian sambil mengisyaratkan untuk tidak lagi memperpanjang pembicaraan ini. Brian mulai menginjak gas dan mobil itu mulai meninggalkan gedung.
Jika pada kenyataannya Luna menganggap sikap Shin selama ini menyebalkan, maka Shin berpikir sebaliknya. Ia pikir apa yang dilakukannya selama ini adalah sebagai bentuk dari rasa sabar dan mengalahnya kepada wanita itu. Dan kini saat yang tepat baaginya untuk meluncurkan rencananya.
^^^^
Tepat di hari pertunangan mereka, Shin menyusun rencananya lebih matang. Ia tidak bermain tanpa strategi. Malam itu Shin sudah siap dengan pakaian rapi. Ia bersikap manis dan ramah menyambut para tamu yang datang. Orang-orang yang sudah mengenal Shin pun pangling dengan sikapnya. Shin yang biasanya kasar dan blak-blakan menjadi hangat dan ramah. Ayah Shin dan ibu tirinya pun tidak menduga perubahan semacam itu terjadi pada diri Shin.
“Ia tampak baik.” Sera berbisik ke telinga suaminya. Mereka memerhatikan Shin dari kejauhan.
“Kau benar. Aku tidak salah untuk menikahkannya dengan gadis itu.” Rei tersenyum sumigrah. Ia tampak senang dengan perubahan sikap Shin. Ia tidak lagi mempermalukannya di hadapan publik.
Anna dan Luna memasuki ruangan dan mulai ikut menjamu para tamu. Keduanya terlihat anggun dan cantik. Orang-orang di sana tak hentinya memberikan sanjungan. Bukan hanya karena kecantikan, namun juga karena keberhasilan mereka untuk menjalin hubungan keluarga dengan Keygrup. Begitu juga sebaliknya, para tamu begitu menghargai keputusan Rei untuk menikahkan Shin dengan gadis yang sangat kompeten.
“Baiklah para hadirin, sebagaimana yang kalian ketahui. Di sini kami mengundang kalian semua ke acara ini untuk mengumumkan secara resmi bahwa putra kami Shin Tama akan segera menggelar pernikahan dengan Putri dari pemilik perusahaan A&L yakni Luna Kim.” Sera mengummkan secara resmi di atas panggung. Ia tampak sangat bahagia.
Shin yang mendengar namanya disebut oleh wanita itu dengan sebutan putra kami langung menatap tajam wanita itu. Ia tampak marah. Kenapa wanita itu bicara dengan mudahnya di hadapan banyak orang dengan menyebut Shin sebagai putranya. Ia tidak menduga hal semacam ini akan terjadi. Dengan tangan terkepal ia mulai melangkah menuju tempat berdiri wanita itu. Raut wajahnya menunjukkan rasa benci, tapi tidak seorang pun yang menyadarinya karena begitu fokus dengan perkataan Sera. Hampir saja Shin mengambil dua langkah, seseorang dengan kuat menahannya dan menarik tangan kanannya dari belakang.
Fokus Shin teralihkan. Ia berpaling mencari seseorang yang memegang tangannya. Shin memandang wajah orang itu dengan heran bercampur marah.
“Apa yang kau lakukan?!” Shin mengatakannya dengan keras tapi suara wanita yang ada di atas panggung mengalahkannya hingga orang lain tak memedulikannya.
“Menurutmu apa?” Luna melotot, gadis itu sudah sejak tadi memerhatikan Shin. Ia tahu bahwa pria ini sangat berpotensi untuk mengacaukan acara. Maka dari itu Luna terus mengawasi Shin, ditambah ia sudah tahu hubungan ibu anak itu tidak baik.
“Apaan sih?!” Shin mencoba melepaskan genggaman Luna, tapi gadis itu tampak kukuh.
“Kumohon jangan buat ulah di sini!” Luna seakan mengetahui apa yang akan dilakukan shin.
“Kau ...!” Shin mencoba melepaskan tangan Luna dari lengan kanannya.
Belum sempat Luna melepaskan genggamannya dari tangan Shin, orang-orang di sekitar mereka menghadapkan pandangannnya ke arah keduanya lalu bertepuk tangan.
“Bukankah mereka tampak serasi?”
“Lihat bagaimana keduanya sudah tampak akrab?”
“Benar sekali..”
Luna dan Shin dibuat bingung dengan keadaan itu. Mereka tidak mengerti apa yang terjadi. Dilihatnya ke arah panggung. Sera, wanita itu sudah tidak ada di sana. hanya seorang MC yang masih berdiri dan menunjukkan senyuman ke arah Luna dan Shin.
“Saya ulangi lagi! Mari kita panggil ke depan pasangan utama pada malam hari ini! Silakan naik ke atas panggung!” MC itu terdengar menyebalkan di telinga keduanya. Mau tidak mau, Shin yang semula mau melepaskan genggaman Luna, kini malah menarik tangan wanita itu dan bersamaan berjalan ke atas panggung. Mereka berdua kembali mengumumkan rencana pernikahannya dan acara pun berjalan dengan lancar tanpa ada kekacauan.
^^^^
Malam itu, kedua keluarga kembali bertemu secara pribadi setelah para tamu undangan pulang. Mereka menikmati makanan dengan tenang. Sampai akhirnya Shin memiliki kesempatan mengacau.
Brak! Shin menggebrak meja dengan kedua tangannya. Ia beranjak dari duduknya dan mengarahkan pandangan ke arah Sera.
“Sejak kapan kau bertingkah sok dekat denganku? Aku tidak pernah menganggap hubungan kita adalah hubungan ibu dan anak! Aku tidak akan bisa menggantikan Ibuku!” Shin berkata dengan kasar di tengah-tangah jamuan yang tenang. Ia mencoba menyudutkan Sera di hadapan yang lainnya. Otomatis semua orang di sana menjadi terkejut dan suasana menjadi tegang. Setelah selesai mengatakan perkataan kasar itu, Shin beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan ruangan.
“Shin! Shin! Shin!” Dengan marah Rei memanggil nama anak itu, tapi ia tidak menggubris atau menengok. Rei kini dibuat malu di hadapan calon besannya. Ia tidak dapat berkata apa-apa.
Sedang Shin yang baru meninggalkan tempat itu mengemudikan mobilnya menuju vila dekat laut. Hanya tempat itu yang bisa membuatnya tenang. Setelah Shin meluapkan kemarahannya di ruang itu, ia sama sekali tidak dapat dihubungi. Rei meminta maaf kepada Luna dan Anna karena harus melihat kemarahan Shin. Jamuan itu pun berakhir setelahnya. Tidak ada yang bisa dikatakan lagi selain membahas proses pernikahan di lain waktu.
“Jangan sampai kau ikut campur dalam masalah pribadi keluarga itu meskipun kau akan menikah!” Anna memperingatkan Luna. Keduanya dalam perjalanan pulang.
“Apa maksud ibu?” Luna tidak paham ke mana arah pembicaraan ini. Tentunya saat ia menikah nanti, ia akan menjadi bagian dari keluarga Shin.
“Pentingkan saja perusahaan dan jaga nama baik keluarga di hadapan publik! Jangan sampai Shin juga membencimu! Sepertinya dia belum bisa menerima wanita itu sebagai ibunya. Dan juga jangan membuat tuan Rei kecewa, ia benar-benar mengandalkanmu di saat seperti ini!” Anna khawatir pernikahan Luna tidak berjalan dengan baik.
“Itukah yang ibu pikirkan dari tadi?” Luna benar-benar tidak mengerti arah pikir ibunya sendiri.
“Aku hanya tidak mau ada masalah dalam pernikahan kalian!”
“Ibu bahkan tidak pernah memedulikan perasaanku! Sekarang ibu menyuruhku memperhatikan perasaan orang lain?” Luna menyindir ibunya sendiri. Wanita itu hanya diam dan tidak menanggapi lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Sept September
jempollll
2020-09-10
1
Joanne March⚘
jejak like ke 4
2020-08-24
1