Siang ini, Shin berencana pergi untuk melihat wanita itu dari jauh. Ia duduk di dalam sebuah kafe dengan kaca transparan yang berada di seberang jalan perusahaan A&L. Sembari menyeduh latte, ia mengamati para pejalan kaki yang lewat. Karena ini adalah jam istirahat kantor, ia pikir wanita itu akan keluar untuk makan siang.
Hingga hari hampir petang dan beberapa pegawai mulai meninggalkan kantor, Shin belum menjumpai wanita itu. Ia pun mulai masuk ke dalam gedung perusahaan dan menghampiri meja resepsionis.
“Apakah direktur utama sudah pulang?”
“Nona direktur masih belum meninggalka gedung. Apa ada yang perlu disampaikan? Atau Anda sudah memiliki janji bertemu hari ini?” resepsionis itu menjawab dan bertanya dengan ramah.
“Oh, tidak perlu. Terima kasih.” Shin tersenyum simpul dan meninggalkan meja resepsionis. Ia menerka-nerka tentang wanita itu sambil tersenyum getir. Apakah ia seorang yang gila kerja? Ia bahkan tidak keluar dari kantornya sejak pagi.
Beberapa saat setelah ia meninggalkan meja respsionis itu, tanpa sengaja wanita yang ingin ia lihat berjalan tepat 2 meter di hadapannya. Ia lewat begitu saja di dampingi seorang pria ber-jas. Begitu menyadari hal itu, Shin sedikit kaget, ia reflek mematung dan menahan napas hingga wanita itu benar-benar melewatinya. Kejadian itu membuat jantung Shin sedikit berdebar. Ia seperti tertangkap basah, tapi sepertinya Luna tak menyadari kedatangannya. Wanita itu tetap berjalan menjauh. Shin mengangkat salah satu ujung bibirnya. Wania itu bahkan lebih cantik daripada yang ada di foto.
Sedang Shin masih berdiri mematung di sana, Luna berjalan keluar dengan anggun. Beberapa pegawai yang berpapasan dengannya memberi salam. Tak lama ia pun keluar dari gedung dan menaiki mobilnya yang telah siap. Brian yang sedari tadi mendampinginya duduk di bangku sopir, sedang Luna mengambil tempat di sampingnya. Mobil mulai melaju perlahan.
“Bisakah kita mampir dulu sebelum pulang?” Luna meminta.
“Apa kau memiliki masalah?” Brian menoleh ke arah Luna sekilas dan mendapati raut sedih wanita itu.
“Kau pasti sudah tahu kalau aku akan menikah.” Luna berkata lirih.
“Apa yang salah dengan itu?” Pria itu tertawa. Ia malah menganggapnya bercanda.
“Ih ...Kakak benar-benar menyebalkan ya!!” Luna tampak sebal mendengar jawaban pria di sampingnya itu.
“Haha ... Maaf, jadi kau tidak ingin pulang sekarang karena hal itu?” Ia bertanya simpati.
“Aku tidak tahu apakah aku harus membenci atau mensyukurinya.” Luna menatap Pria di sampingnya. Keputusan untuk menikah begitu berat baginya.
“Aku akan mengantarmu. Tolong jangan membebani dirimu sendiri!” Pria itu tersenyum dan menyanggupi permintaan Luna.
“Terima kasih”
Luna merasa sedikit lega. Ia bersyukur mendapati Brian selalu memihaknya. Ia adalah putra tunggal dari pengacara Ibunya. Karena ayah Brian telah lama bekerja untuk perusahaan, keluarganya sudah seperti keluarga Luna sendiri. Perusahaan menyekolahkan Brian hingga ke perguruan tinggi dan sebagai gantinya Brian harus menjaga Luna dengan baik. Brian lebih tua tiga tahun dari Luna dan keduanya cukup akrab, sehingga wanita itu sudah menganggap Brian seperti kakaknya sendiri.
Keduanya pun akhirnya sampai di tempat tujuan, kini Luna dan Brian duduk sambil memandangi matahari terbenam di tepian laut. Untuk beberapa kesampatan, Luna mengunjungi tempat itu untuk melepas penat dan Brian selalu ada di sampingnya. Jika bukan karena Pria itu, mungkin sekarang Ibu Luna akan menyuruh orang untuk mencarinya dan menyuruhnya segera pulang. Ibunya tak akan sedikit pun membiarkan Luna lepas dari pengawasannya.
“Menurut kakak aku harus bagaimana?” Luna bertanya sambil terus memandangi lautan. Pria di sampingnya hanya mendengarkan dan menyuguhkan minum yang beberapa saat lalu ia beli. “Apa aku harus kabur saja?” Ia kini memandang ke arah Brian meminta jawaban.
“Hei ... kamu sudah tahu itu tidak akan berhasil. Apa kamu ingin aku bersekongkol denganmu? Kamu bercanda?” Pria itu masih ingat betul setiap kali Luna melarikan diri dari rumah saat usianya masih belasan. Ia selalu gagal dan kembali pulang hanya dalam hitungan jam.
Brian tahu wanita itu tidak benar-benar memiliki teman. Saat masih di sekolah dasar ia masuk ke sekolah elit dan teman-temannya selalu memamerkan barang-barang yang mereka miliki. Meskipun Luna bisa saja brsikap seperti itu, ia tidak melakukannya. Ia lebih suka membaca buku atau mengerjakan matematika dan akhirnya menjadi tertutup kepada teman-temannya. Karena kemampuan Luna melebihi teman-teman seusianya, setelah lulus dari sekolah dasar ia pun mengikuti home schooling dan bersama dengan itu ia pindah ke Prancis.
“Kenapa selama ini Kakak sangat baik kepadaku?” Luna kembali bertanya setelah hening beberapa saat.
“Kenapa tiba-tiba membicarakan hal itu?” Brian mengernyit.
“Jika kakak tidak ada, rasanya aku seperti terkurung di dalam penjara, tapi dengan adanya kak Brian aku merasa hanya seperti tahanan rumah.” Wanita itu tersenyum kecil. Brian kemudian menatap Luna sedih. Tak bisa dielakkan hatinya sakit sekali mendengar perkataan wanita itu. Selama ini nyatanya Luna memang tidak pernah bisa bebas.
“Kenapa bicara begitu? Apa aku ini polisi? Aku sudah mengenalmu sejak kamu masih bayi loh! Apa aku ini orang asing bagimu? Kenapa kamu jadi bersikap tidak nyaman?” Brian menimpali Luna dengan harapan wanita itu tidak menganggap hidupnya terlalu berat.
“Jika bukan karena Ibu, bukankah kita benar-benar orang asing?” Luna berkata dengan senyum hampa. Brian hanya bisa menatap wanita itu, tidak menjawab.
“Aku benar-benar senang jika kak Brian adalah kakakku. Bahkan saat kecil aku mengagapmu begitu. Setiap ada anak yang menggangguku kakak selalu membelaku dan memperlakukanku dengan sangat baik. Aku berkata kepada mereka dengan bangga bahwa kau kakakku, lalu mereka tidak lagi menggangguku karena kau selalu menjagaku. Aku selalu ingin begitu. Tapi saat aku tahu kakak bekerja untuk Ibu aku jadi berpikir lain. Mungkin semua kebaikan kakak selama ini karena Ibu yang memerintahkannya. Ibu yang membuat kakak bekerja siang malam untuk menjagaku. Aku jadi merasa tidak nyaman. Kak Brian juga pasti memiliki banyak keluhan tapi hanya bisa menyimpannya.” Kesedihan tampak jelas di raut muka Luna.
“Wah… benar-benar ya! Kenapa bisa berpikir begitu?!” Hati Brian terluka mendengar perkataan Luna.
Sebenarnya pria itu memiliki perasaan lebih terhadap Luna selama ini. Perasaan yang lebih dari sekedar kakak adik. Ia memerlakukan Luna dengan baik karena ia menyukainya. Ia tidak ingin wanita itu terluka dan nyaman bersamanya. Kenyataan bahwa Luna hanya mengaggapnya sebagai kakak saja sudah menyakitkan, apalagi mendengar Luna merasa tidak nyaman saat bersama dengannya. Itu membuat hatinya benar-benar sedih dan terluka. Ia menggigit bibir mencoba menahan airmata yang membendung di pelupuk.
“Aku ini kakakmu. Aku sudah menganggapmu seperti adikku sendiri. Walaupun aku bekerja untuk Ibumu bukan berarti semua yang aku lakukan karena dorongan dari beliau. Semua yang aku lakukan itu karena kau adalah adikku. Aku melakukannya dengan tulus. Tidak ada kakak yang ingin adiknya merasa susah. Jadi tolong jangan menggapku seperti orang asing! Tolonglah ...! bahkan jika kamu merasa sedikit ... kesulitan saja kamu bisa mengatakannya kepadaku tanpa harus merasa terbebani ...aku akan selalu menolongmu..” Brian sudah tahu sejak awal bahwa hubungannnya dengan Luna tidak akan bisa lebih dari sekedar teman. Takdirnya sudah tertulis sejak awal. Mau apa lagi. Ia hanya bisa menjadi sosok kakak bagi wanita yang sedang duduk di sampingnya.
“Benarkah?” Gadis itu mulai tersenyum lagi.
“Tentu saja. Apa perlu diperjelas lagi?!” Brian menahan marah sekaligus lega karena Luna sudah bisa tersenyum.
“Kalau begitu kakak akan menolongku kan?” nada bicara Luna berubah aneh. Ia tidak terdengar sedih lagi.
“Menolong apa?” Brian mulai curiga dengan sikap gadis itu yang mulai berubah.
“Seperti yang kakak tadi bilang tentang bersekongkol.” Luna membahas percakapan awal mereka.
“Kapan aku bilang bersekongkol?” Brian benar-benar lupa.
“Tolong bantu aku menghindari pernikahan ini. Ya kak?” Luna memohon seperti anak-anak. Brian terbawa suasana dan tidak menyadari kalau Luna baru saja mempermainkan emosinya. Wanita itu bisa dibilang diam-diam menghanyutkan. Memang semua yang dikatakan Luna jujur apa adanya tapi Brian tidak mengira Luna sedari tadi hanya membahas tentang bagaimana dia bisa menolak perjodohan. Dia tidak terlalu peduli dengan hubungan mereka yang sebenarnya.
Di tempat lain, Shin sedang duduk bersantai di balkon apartemen temannya yang seorang komikus. Sambil melempar tangkap bola bisbol Shin memikirkan sesuatu.
“Apa kau tidak punya kerjaan lain? Hampir setiap hari ke sini!” Temannya yang bernama Kevin itu duduk di sampingnya sambil menyeruput kopi.
“Aku akan menikah sebentar lagi.” Shin berkata datar. Namun begitu, Kevin yang sedang asyik minum tiba-tiba tersedak. Ia terbatuk-batuk.
“Apa?!”Kevin sangat terkejut mendengarnya. Ini berita besar. Ia tahu Shin belum becus megurus dirinya sendiri dan sekarang malah bicara soal pernikahan.
“Kenapa kau sangat terkejut?” Shin melirik ke arah Kevin dengan heran.
“Tentu saja! Bagaimana bisa kau akan menikah? Kau tidak punya skandal dengan perempuan kan? Siapa wanita itu? Sejak kapan kamu dekat dengannya? Apa dia cantik? Dan kenapa tiba-tiba begini? Bukannya kamu masih belum becus mengurus perusahaan?! Apa aku salah dengar?!” Kevin tiba-tiba menjadi cerewet.
“Heeei ...! Tolong jaga bicaramu!” Telinga Shin langsung panas mendengar kata belum becus. “Ayahku menjodohkanku.” Shin kembali menjawab datar.
“Masalah dengan ayahmu lagi?! Bukankah aku sudah bilang untuk tidak membuatnya marah?! Kenapa kamu tidak pernah mau mengalah sih?!” Temannya itu gemas dengan sikap Shin. Dia tahu benar bahwa hubungan ayah anak itu tidak berjalan baik. Dia tahu sekali sikap Shin yang selama ini ia tunjukkan hanya sandiwara untuk membuat ayahnya naik darah. Sebenarnya Shin orang yang baik tapi dia seakan selalu bisa membuat ulah yang mencoreng nama ayahnya di depan umum. Ia tidak peduli dengan dirinya sendiri.
“Ini akan menjadi pertunjukkan hebat loh! Kau mau dengar?” Shin berkata antusias. Kevin yang mendengarnya sudah mulai curiga anak itu akan membuat masalah lagi.
“Apa yang mau kau lakukan?” Kevin sebenarnya tidak mau peduli tapi dia terlanjur penasaran.
“Aku akan membuat skenario yang Judulnya adalah PUTRA DARI PERUSAHAAN KEYGRUP SECARA TIDAK BERTANGGUNG JAWAB MENCERAIKAN ISTRINYA DALAM WAKTU SINGKAT.” Shin tersenyum sumigrah.
“Kamu suda gila ya!!!??!!” Kevin sontak berdiri menunjukkan ketidaksetujuannya dengan ide bodoh itu. “Kamu bahkan belum menikahi perempuan itu, tapi kamu sudah punya pikiran menceraikannya?!” Ia melanjutkan. Sepertinya temannya itu memang sudah tidak waras.
“Kenapa responmu seperti itu? Apa salahnya?” Shin bersikap seolah tidak bersalah.
“Apa kau benar-benar tidak peduli dengan hidupmu? Kamu tidak hanya akan merugikan perusahaan ayahmu tapi akan merugikan dirimu sendiri juga! Sekalipun kau memang tidak peduli dengan hidupmu, setidaknya pikirkan gadis yang akan menikah denganmu!” Kevin kembali duduk. Ia menjadi sebal dengan tingkah temannya itu. Dengan cepat ia kembali meminum kopi di tangannya.
“Aku pikir gadis itu memang cantik. Dia juga tampaknya cerdas. haruskah aku akan mengulur pernikahannya lebih lama?” Shin bertanya tanpa rasa bersalah. Ia mengatakannya dengan sangat santai dan terdengar menyebalkan.
“Bagaimana kamu bisa mengatakan hal seperti itu? Apa kau sudah benar-benar mengenal gadis itu? Maksudku apa kalian sudah bertemu secara langsung dan kau tahu bagaimana pendapatnya tentang pernikahan? Tolong pakailah perasaan jika kau benar-benar manusia!” Kevin kembali berdiri dan meninggalkan Shin. Kopi dalam gelasnya telah habis jadi ia berniat mengisi gelasnya lagi.
“Tentu saja aku bertemu dengannya secara langsung. Makanya aku datang kemari untuk memberitahumu. Setelah aku perhatikan sepertinya ia lebih suka dengan pekerjaannya dari pada pernikahannya.” Shin berdiri dari bangkunya dan menyusul temannya masuk ke dalam apartemen.
“Jadi kamu pikir gadis itu akan baik-baik saja dengan pernikahan kalian nantinya?”
“Ee ...sepertinya sih ... sebenarnya kami bertemu beberapa kali saat masih kecil.”
“Sepertinya?! Bagaimana bisa kamu bilang sepertinya?! Dan kalian hanya bertemu saat masih kecil?! Apa kau gila?!!! Aku benar-benar tidak percaya ada orang sepertimu!” Kevin tampak marah.
“Kanapa kau jadi marah begitu?!” Shin tampak kesal dengan sikap Kevin. Tanpa pikir panjang ia merebut kopi yang baru saja temannya buat. Ia kembali keluar ke balkon.
“Ayolah ...! Aku tahu kau hanya ingin membuat ayahmu kesal ...! Aku pikir merugikan orang lain karena hal ini adalah kesalahan. Itu benar-benar tidak baik Shin!” Kevin mendekati Shin dan mencoba berdamai dengannya.
“Lalu aku harus apa?! Kau pasti tahu aku membenci hal ini.” Shin tidak menoleh ke arah temannya sedikit pun.
“Kau tahu kan aku sedang mengerjakan komik romansa?” Kevin tersenyum. Ia mendapat ide. Pasti Shin sudah tahu maksudnya.
“Apa kau ingin aku mempromosikannya? Waah.. Dasar pelit! Aku hanya meminta sedikit saran, kenapa aku harus membayarmu?” Shin tampak sebal.
“Dasar!! Apa itu yang kau pikirkan?! Aku bisa membuat komikku laris dengan sendirinya tanpa bantuanmu! Enak aja! Maksudku komik itu bercerita tentang kawin kontrak ...hmm ...sepertinya kamu masih belum mengerti ...” Kevin jadi sedikit jengkel dengan sikap Shin.
“Jadi maksudnya bagaimana?” Shin mencoba memahami perkataan temannya. Sebenarnya Shin tidak bodoh, hanya saja dia jarang memanfaatkan otaknya kerena kemarahannya kepada ayahnya sendiri.
“Dari pengamatan yang aku lakukan, kalian bisa membuat kesepakatan sebelum menikah. Kamu harus memberi tahu gadis itu semua rencanamu dan kalian bisa saling menguntungkan atau setidaknya tidak ada yang rugi dalam pernikahan itu.” Kevin mencoba menjelaskan dengan benar dan Shin mulai mempertimbangkan ide itu.
“Tapi apa kau benar-benar tidak menyukai gadis itu? Kau bilang dia cantik dan cerdas. Mungkin saja kau menyukainya setelah benar-benar bertemu. Sejauh referensi percintaan yang aku baca, mayoritas pernikahan dengan kawin kontrak berakhir dengan menyukai satu sama lain. Bukankah nantinya kau yang akan menyesal?” Kevin bertanya pada Shin lagi.
“Sebenarnya kau ingin membantuku atau tidak sih?” Shin menatap Kevin tajam. “Aku tidak akan menyukainya!” Shin mengakhiri pembicaraannya.
^^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Sept September
semangat kakakkkk 🤗
2020-09-10
1
Falife
like
2020-08-30
1