Luna segera menuju ke kamar sesampainya di rumah. Ia tidak berharap bertemu dengan Ibunya yang akan bertanya macam-macam. Sesampainya di kamar ia mengunci pintunya rapat-rapat. Lantaran ia menghabiskan waktu bersama Brian jauh dari rumah, ia baru sampai larut malam. Jika pun Luna bertemu dengan Ibunya sebenarnya tidak masalah. Wanita itu akan mendapat pesan dari Brian tentang keberadaan putrinya. Hanya saja Luna masih sangat kesal dengan keputusan Ibunya yang menginginkan ia menikah dengan Shin.
Luna pun kini mempunyai sedikit harapan untuk lepas dari perjodohan berkat Brian. Ia bersedia membantu. Rencananya adalah menggali sisi buruk Shin dan memberitahu semuanya kepada sang Ibu. Meskipun tidak mengenal Shin dengan baik, Brian sekali dua kali mendengar bahwa Shin membawa banyak masalah untuk perusahaan, bisa jadi ini akan menjadi pertimbangan Ibu Luna untuk melanjutkan perjodohan atau tidak. Jika Ibunya masih menyayangi putrinya tentu saja hal semacam ini akan berpengaruh.
Malam itu Luna mungkin bisa tidur dengan nyenyak. Setelah membersihkan diri, ia berbaring di atas kasurnya. Belum sampai ia memejamkan mata, handphonenya berbunyi menandakan terdapat pesan masuk. Tidak lama setelahnya Luna beranjak dan mengecek handphonenya. Dua pesan baru masuk. Salah satu pesan berasal dari nomor yang baru saja ia simpan bebeapa hari lalu.
‘Malam Luna, apa kau sudah tidur? Maaf mengirim pesan malam-malam, tapi aku tidak sabar untuk menunggu besok dan memberitahumu.’ Itu pesan dari Sera, ibu tiri Shin.
‘Malam. Ya, saya masih terjaga. Ada apa tante?’ Luna menjawab pesan itu dengan sopan.
‘Bisakah kita bertemu? Bagaimana jika besok saat makan siang? Apa kau punya waktu?’
‘Baik saya akan atur tempatnya besok, haruskah saya memberitahu ibu?’
‘Tenang saja, aku sudah memberitahunya, kau tidak perlu mencemaskan hal itu.’
‘Baik’
‘Baik, sampai bertemu besok.’
Percakapan berakhir.
Luna kembali memeriksa satu lagi pesan yang masuk, kali ini dari nomor yang tidak dikenal.
‘Apa ini benar nomor Luna? Ini Shin. tolong temui aku besok saat jam makan kantor.’
Luna mengernyitkan dahi. Apa-apaan ini? Dalam satu waktu Ibu dan anak mengiriminya pesan untuk bertemu besok saat jam makan siang. Apa yang ingin mereka bicarakan? Apakah mereka berencana bertemu bersama? Luna tidak berniat membalas pesan dari Shin setelah membacanya.
Beberapa saat kemudian pesan baru masuk.
‘Ini penting, soal pernikahan’
Setelah membaca pesan tersebut Luna terpikir untuk menemui keduanya di waktu yang sama. Jika itu tentang pernikahannya, ketiganya bisa langsung membahasnya sekaligus tanpa membuang banyak waktu. Luna pun menjawab pesan Shin.
‘Baiklah, aku yang tentukan tempatnya.’
‘Ok’
Keesokan harinya sesuai dengan janji temu, Shin lebih dulu mendatangi tempat itu. Ia memang sengaja datang awal dan mempersiapkan pembicaraannya tentang kontrak pernikahan. Ia pun juga telah menyiapkan laptop untuk membuat kontrak. Tak lama kemudian Luna datang dengan pakaian kantornya. Ia tampak anggun dengan setelan berwarna marun dan tas senada. Rambutnya sebahu diurai tertata rapi. Shin yang melihat Luna memasuki restoran segera mengangkat tangan. Luna yang melihat Shin telah ada di tempatnya segera mendekat. Kini mereka saling duduk berhadapan.
Shin yang melihat Luna berpakaian rapi merasa sedikit canggung. Ia merasa agak minder. Untuk pertemuan pertama, ia hanya memakai kemeja kasual dengan celana panjang hitam. Ia telah memberi kesan pertama yang buruk. Kali pertama bertemu dengan Shin setelah sekian lama, Luna hanya menyunggingkan senyum dan mereka saling memberi salam. Ia hampir tidak mengenali Shin sejak pertemuan mereka di usia kanak-kanak.
“Anda sudah menunggu lama?” Luna mulai membuka percakapan.
“Tidak juga, sebenarnya aku juga baru saja datang.” Shin menjawab sekenanya.
“Anda sudah pesan?” Luna kembali bertanya.
“Belum, aku menunggumu untuk memesan.” Shin memaki dirinya sendiri di dalam hati. Kenapa canggung sekali? Wanita itu juga bicara formal. Biasanya Shin bersikap sangat santai di depan orang-orang yang ia temui. Bahkan terkadang di luar batas. Dia tidak begitu ramah bertemu dengan orang baru apalagi jika ada urusannya dengan perusahaan. Mungkin karena terlalu sering menyepelekan orang lain sebab merasa tidak butuh, Shin menjadi kikuk ketika bertemu dengan seseorang yang ingin ia mintai sesuatu. Itulah anggapannya.
Tak lama setelah memesan makanan, Shin mulai membuka percakapan.
“Sebenarnya aku memintamu kemari untuk menyampaikan sesuatu. Mungkin ini agak sulit bagimu, jadi sebelumnya aku ingin bertanya bagaimana pendapatmu tentang perjodohan ini.” Shin langsung kepada topik. Ia tidak mau membuang waktu.
Luna tersenyum, tidak menyangka Shin langsung bertanya seperti itu di pertemuan pertama. Ia sedikit kaget tapi sebisa mungkin menyembunyikannya.
“Bukankah seharusnya kita berkenalan? Ini pertemuan pertama kita setelah sekian lama.”
“Aku rasa tidak perlu karena kita sudah pernah bertemu saat masih kecil. Begitu melihatmu, aku langsung bisa mengenalimu. Oh ...inilah Luna teman masa kecilku! Dan Kau tidak perlu terlalu formal di hadapanku. Kita kan teman ...!” Sifat asli Shin mulai keluar.
Luna yang baru saja mendengar pemaparan Shin dengan berat menganggukkan kepala. Ia masih merasa ini pertemuan yang aneh. Shin bilang bahwa mereka adalah teman? Dalam hati Luna, ia benar-benar tidak menganggap Shin sebagai temannya sekali pun itu di masa lalu. Mereka hanya sering bertemu karena perusahaan orangtua mereka saling bekerjasama.
“Jadi bagaimana?” Shin seolah mendesak Luna dengan pertanyaan yang sama.
“Mmm ... Sebenarnya aku tidak diberitahu sejak awal bahwa kita dijodohkan, aku mengetahuinya baru-baru ini, jadi aku sedikit terkejut.” Luna mulai bicara santai menyamai cara bicara Shin.
“Dan kau setuju begitu saja dengan perjodohan ini?!” Shin tidak mengira Luna baru mengetahui tentang perjodohan ini.
“Aku tidak mengatakan aku setuju dengan perjodohan ini, aku hanya tidak bisa menolaknya.” Luna berbicara dengan tenang. Kemampuan terbaiknya adalah mengontrol emosi.
“Jadi kau tidak bisa ...” Shin merenungkan kata-kata Luna. Tampaknya wanita itu menolak perjodohan ini tapi ia tetap harus melakukannya dengan terpaksa. “Aku mengerti .... Sebenarnya aku ingin menawarimu sesuatu, itu ...“ Belum habis Shin menyampaikan maksud pertemuan mereka, seorang wanita mendekati meja dan meberi salam.
“Hai ...maaf terlambat, ada beberapa hal yang harus aku urus ...” Wanita itu tidak menyadari keberadaan Shin sebelumnya, namun begitu sampai di hadapan Luna dan melihat wajah Shin, wanita itu berhenti bicara.
“Shin ... kau juga ada di sini?” Wanita itu kembali bicara. Ia tampak terkejut. Shin yang melihat wanita itu juga terkejut. Ia kemudian menatap Luna penasaran, apakah ia juga mengundang Sera?
“Sebenarnya kemarin saya mendapatkan pesan dari kalian berdua dalam waktu yang bersamaan, jadi saya memutuskan untuk menemui kalian bersamaan juga karena pasti apa yang akan kita bicarakan adalah hal yang sama.” Luna memandangi dua orang itu. Mereka masih menatap dengan terkejut. “Oh ... aku minta maaf karena tidak memberitahu lebih dulu .... Bisakah kita melanjutkan obrolan kita?” Luna merasa tidak enak, ia kemudian menanyai Shin. Ia pun mempersilakan Sera duduk. Ibu anak itu tampak caggung.
“Eee ....sepertinya aku harus pergi. Aku lupa aku punya janji lain. Aku akan menghubungimu lagi nanti.” Shin mendadak memutuskan untuk pergi. Luna sama sekali tidak tahu jika hubungan keduanya tidak berjalan baik. Shin bahkan tidak menatap wanita itu sedikit pun saat berpamitan. Ia pergi begitu saja, sedangkan Sera hanya diam memperhatikan Shin.
“Apa kalian sudah mengobrol lama?” Sera mulai berbicara setelah Shin pergi.
“Eh. Mmm ... Tidak juga.” Luna tersenyum. Ia menyadari dirinya terbengong sejenak melihat Shin tiba-tiba saja pergi.
“Kami memang belum begitu dekat. Tapi Kau tidak perlu khawatir.” Sera tampaknya membaca pikiran Luna. Di satu sisi Luna terheran-heran dengan sikap Shin kepada Sera dan ia merasa sedikit bersalah karena tidak memberitahu bahwa mereka bertiga akan bertemu.
“Baik ...” mendengar penjelasan Sera, Luna merasa sedikit lega. Ia akan mengingat hal ini.
“Apa pekerjaanmu berjalan lancar?” Sera memulai perbincangannya.
“Ya, saya menikmati pekerjaan saya saat ini.” Luna menjawab sopan.
“Kau tidak perlu terlalu formal bicara padaku, anggap saja aku ini seorang teman ....” Sera berkata santai.
“Maaf, saya belum terbiasa dengan ini ....” Luna tersenyum simpul.
“Aku mengerti, tapi cobalah untuk bersikap santai kepadaku. Ok?” Sera kembali meminta.
“Saya akan mencobanya. Tapi sebetulnya apa yang ingin tante sampaikan?” Luna bertanya malu-malu.
“Sebenarnya aku hanya ingin mengenalmu lebih dekat. Kau benar-benar mengingatkanku pada masa mudaku. Sepertinya aku sudah pernah mengatakannya.” Sera tersenyum sumigrah.
“Bukankah Anda ingin membahas tentang pernikahan? Apa ini salah satunya?” Luna masih tampak serius. Wanita di depannya tertawa geli. Jelas bukan itu yang ingin ia bicarakan.
“Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan itu…. Sejujurnya aku merasa sedikit kesepian.” Sera berbisik seakan orang lian tak boleh mendengarnya.
“Eh?” Luna terbengong sejenak. Ternyata wanita ini memiliki sisi unik yang belum ia ketahui. Sebenarnya situasi ini sangat ganjil baginya. Ia belum pernah pergi untuk hal seperti ini kecuali bersama Brian. Tapi sebagian dirinya merasa nyaman berbicara dengan wanita itu.
“Bukankah ini sulit? Pekerjaan yang membuatmu sibuk dan pernikahan yang tak pernah kau impikan? Bukankah kau pernah merasa apa yang kau lalui adalah kehidupan milik orang lain?” Sebenarnya Sera tahu ia membicarakan hal yang sensitif bagi Luna, ia ingin memancing wanita itu untuk bersikap terbuka.
“Kenapa Anda menanyai saya tentang hal ini?” Luna merasa sedikit terganggu. Dan bagaimana juga ia bisa tahu hal itu?
“Karena aku juga pernah melewati masa itu.” Sera tersenyum kecil. “Jika kau merasa kau orang yang paling menderita di dunia ini, maka kau hanya perlu mencari seorang teman yang tepat. Dulu, sebelum aku menikah dengan ayah Shin, aku adalah wanita yang penuh kesibukan. Lebih tepatnya aku berusaha untuk menyibukkan diriku sendiri. Aku masih ingat, sebelumnya aku memiliki kebahagiaan kecil.” Tanpa diminta Sera menceritakan masa lalunya. Luna mendengarkan wanita itu dengan seksama.
“Aku memiliki restoran kecil di usia muda. Setelah aku menyelesaikan pendidikan di universitas, aku dijodohkan dengan seorang dosen. Awalnya aku sangat menentang perjodohan itu, tapi aku tidak memiliki kekuatan untuk menolaknya. Mau tidak mau kami pun menikah. Pria yang kunikahi ternyata bukan seorang yang buruk dan aku mencoba bersyukur dengannya. Tidak lama kemudian kami memiliki seorang putri kecil. Hubungan kami Nampak seperti pasangan muda pada umumnya. Kehadiaran seorang putri kecil membawa kebahagiaan dalam rumah tangga kami. Tapi itu tidak bertahan lama. Suamiku pergi untuk perjalanan ke luar negeri untuk beberapa waktu. Pada saat itulah, hanya ada aku dan putri kecil kami yang berusia tiga tahun. Dan aku kehilangan harta yang paling berharga dalam hidupku itu. Ia mengalami kecelakaan karena aku tidak bisa menjaganya dengan baik.” Sera masih bercerita dengan tenang. Luna tidak menduga ia akan mendengar cerita seperti itu.
“Mendengar berita itu, suamiku pulang dan marah besar. Ia menyalahkan semuanya kepadaku atas apa yang terjadi. Akhirnya ia juga meninggalkanku. Aku menyesal dan merasa bersalah. Aku mencoba mengurung diri dan aku merasa semakin terluka karena mengingat kejadian itu. Hingga ada saatnya aku mencoba untuk bunuh diri. Namun, seakan Tuhan tidak mengizinkan aku mengakhiri hidupku. Maka dari itu, aku mulai mencoba menyibukkan diri. Kubuat hariku begitu sibuk sehingga tanpa sadar aku tidak tahu lagi siapa diriku yang sebenarnya. Aku seperti memerankan kehidupan orang lain. Aku terus lari dari kenyataan dan bertingkah bodoh.” Sera berhenti dan menghela napas panjang. Luna masih mendengarkan kisah wanita itu. Kisah itu terdengar sedih, tapi Sera bisa mengatasinya dengan baik.
“Kukira aku akan benar-benar kehilangan hidupku.Tapi ternyata aku bisa kembali dan menghadapi hidupku sendiri. Aku bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Mencoba lari dari kenyataan.” Sera senyum dan mengakhiri ceritanya. Luna tidak bisa berkata apa-apa. Raut wajahnya menunjukkan tanda tanya, mengapa wanita itu menceritakan masa lalunya?
“Aku menceritakan ini kepadamu agar kau tidak mengalami hal yang sama.” Sera seolah menjawab pertanyaan di benak Luna.
“Kenapa harus kepadaku?” Luna mulai bicara, ia merasa ini terlalu dini untuk bersikap terbuka satu sama lain.
“Karena aku dengar seorang teman saling berbagi dan menyimpan rahasia.” Sera berkata tenang. “Kuharap kau mau menjaga rahasiaku.” Ia kemudian tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Sept September
like ya
2020-09-10
1