Andi menghentikan sepeda motornya di sebuah rumah dengan halaman yang sangat luas. Rumah satu lantai tersebut memiliki pekarangan yang di penuhi oleh aneka tanaman sayur dan buah, dan uniknya lagi, terdapat banyak pohon teh yang di bentuk dengan berbagai macam model. Begitu memasuki pekarangan rumah tersebut, tamu akan di sambut oleh aroma teh yang begitu menenangkan. Itu lah rumah juragan Amir, pemilik perkebunan teh di kampung itu.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam" Jawab juragan Amir.
"Aisyah mana bah?" Tanyanya.
"Lagi di dapur sama ambu. Lagi menyiapkan makan siang."
Andi mendudukkan diri di sebuah kursi kayu yang terbuat dari jati. Terlihat dari motifnya yang begitu khas, elegan dan terkesan mewah.
"Kang Andi" Panggil Aisyah begitu keluar dari dapur.
"Eh Syah, udah lama?" Andi menangkupkan tangannya di dada.
"Lumayan sih. Oh ya kang, gimana kondisi akang sekarang apa sudah ada perkembangan? Tanya Aisyah. Andi hanya menggeleng.
"Bah, di tempat Aisyah praktek ada dokter hebat pisan. Mungkin kalau kang Andi di bawa kesana bisa lebih cepat sembuhnya" Ujar Aisyah.
Aisyah ini merupakan keponakan juragan Amir yang di rawatnya sejak kecil. Aisyah merupakan salah satu mahasiswa akademi keperawatan di salah satu kampus di ibu kota. Dan kebetulan hari ini ia mendapat libur untuk pulang.
"Dimana itu Syah?" Tanya juragan Amir antusias. Walaupun Andi bukan anak kandungnya, tapi juragan Amir dan istri sudah menganggapnya seperti anak mereka.
"HS Clinic bah"
"Tempat pengobatan alternatif nyak?" Tanya abah dengan logat sundanya yang kental.
"Sanes abah, itu nama klinik ternama di Jakarta. HS Clinic itu klinik dengan fasilitas kesehatan paling lengkap dan dokternya pun dokter-dokter pilihan bah" Terang Aisyah.
Hs Clinic, nama itu seperti tak asing.
"Pasti mahal ya Syah kalau berobat di sana?" Tanya Andi. Ia merasa tak enak jika harus terus merepotkan juragan Amir yang sangat baik padanya.
"Iya lumayan kang untuk rawat inapnya semalam bisa sampai 11 juta semalam. Tapi fasilitas dan pelayanan nya ga ada duanya. Top pokokna mah"
"Weh... Itu teh rumah sakit atau hotel? Mahal pisan. Pemerintah kok pelit banget sama warga sendiri tarifnya mahal." Juragan Amir keheranan mendengar tarif perawatan president suite di HS Clinic.
"Itu bukan punya pemerintah abah. Itu teh klinik punya dokter Harsha Juniawan. Dia itu salah satu konglomerat di Indonesia. Asal abah tahu, dokter Harsha itu baik pisan dan dermawan" Terang Aisyah.
"Terus kok mahal kalau dermawan. Dia kan dokter maunya teh kasih harga yang murah supaya semua bisa berobat" Abah masih tak habis fikir. Sedangkan Andi nampak tengah berfikir keras hingga beberapa butir keringat membasahi pelipisnya.
"Itu karena dokter yang di pake di klinik itu dokter pilihan bah, ada yang di datangkan langsung dari luar negeri, kalau mau murah sok atu ke rumah sakit wae, gratis malah"
"Enak pisan ya Syah kalo jadi dokter mah, kalau sakit bisa ngobatin sendiri" Ujar abah.
"Enak naon abah? Dokter Harsha teh dokter, punya klinik juga, istrinya juga dokter tapi buktinya dia nggak bisa ngobatin anaknya. Jadi nggak ada yang sempurna bah. Jangan sampai abah ngayal pengen jadi dokter juga nyak?" Ucap Aisyah.
"Anaknya kenapa Syah?" Tanya Andi.
"Stress kang, yah rada-rada sedeng mereun" Aisyah meneguk sirup di hadapannya dengan santai.
"Stress? Kenapa?" Andi semakin penasaran.
"Suaminya meninggal kang, pas dia lagi hamil. Gosipnya sih dia nggak bisa terima kematian suaminya dan menganggap suaminya masih hidup. Dia juga sempat di rawat di klinik. Kasian banget loh, padahal katanya dia itu putri pewaris HS Clinic. Mana cantik banget lagi orangnya" Terang Aisyah.
"Kamu sudah pernah liat orangnya?" Tanya Andi.
"Pernah sih sepintas, soalnya dia mah di kawal terus sama kakaknya"
"Owh... Pada dasarnya setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati" Ucap Andi.
****
Am melompat dari atas sofa mencari keberadaan mommynya. Ia meninggalkan Zafran dan Hafiz yang tengah menonton televisi.
"Mommy... Mommy..." Panggilnya sambil berlari ke luar rumah. Ia menghampiri Shafa yang tengah menikmati rujak buah sore itu.
"Sini sayang" Shafa menepuk bangku kosong di sebelahnya.
"Adek Zizi makan apa mommy?" Ia menunjuk Zizi yang tengah mengunyah buah belimbing dalam pangkuan Aini.
"Ini belimbing Am, kamu mau?" Aini menawari buah belimbing yang sudah di kupas bersih.
"Atu ga suka" Jawabnya sambil menggeleng.
"Mommy" Ia naik kepangkuan Shafa dengan manja.
"Kenapa? Anak mommy mau apa?" Tanyanya. Biasanya Am kalau sudah manja-manja pasti menginginkan sesuatu.
"Atu mau bakco mommy, tadi di tivi ada bakco" Ucapnya. Salah satu keebiasaan Am adalah menginginkan sesuatu yang ada di televisi. Persis seperti saat Shafa ngidam dirinya dulu. Setiap ada iklan yang menarik hatinya pasti dia akan minta.
"Am, disini ga ada bakso. Nanti ya kalau kita pulang, mommy belikan yang banyak untuk Am" Jawab Shafa. Yang benar saja, di kampung seperti itu mana ada penjual bakso, kalaupun ada pasti tempatnya jauh. Karena selama berada di situ Shafa belum pernah melihat ada penjual bakso.
Am menggeleng-gelengkan kepalanya "Atu mau bakco mommy... Bakco!!!" Ujarnya semakin meninggi.
"Iya, tapi nggak ada Am, mau beli dimana?"
"Pokoknya atu mau bakco mommy...!!!" Teriaknya siap menangis, matanya sudah merah berkaca-kaca. Salah satu sifat Am yang susah untuk di jinakkan, jika menginginkan sesuatu makan ia harus mendapatnya.
"Di desa sebelah ada penjual bakso bu, Siapa tau mas Am mau, biar Dul belikan" Ujar mbak Yati yang tak tega melihat Am terus merengek.
"Jauh ya mbak tempatnya? Malah ngerepotin Dul nanti"
"Nggak jauh mbak, sekitar 1 kilo kok mbak, kalau naik motor sebentar juga sampai" Ucap mbak Yati.
"Ya Udah, Dul tolong belikan Am bakso ya" Shafa mengeluarkan uang dari saku celananya.
"Atu mau matan sama mamangnya mommy" Ucap Am begitu Dul menerima uang Shafa.
"Ga boleh! Makan di rumah saja sama abang dan kakak Hafiz" Larang Shafa.
"Hua..Huaaaaaa atu mau makan sama mamangnya...hiks...hiks" Ia menangis menjadi-jadi.
"Biarkan saja ikut mbak, nggak jauh kok. Dari pada mas Am nangis" Mbak Yati hapal betul, Am kalau sudah mengamuk akan sulit di diamkan.
"Masalahnya Am nakal mbak, nanti disana malah rewel" Ucap Shafa sambil menepuk-nepuk punggung Am.
"Nggak papa teh, biar sekalian adek Am jalan-jalan" Ucap Dul, anak laki-laki berumur sekitar 14 tahun itu.
"Dul yakin mau ngajak Am?" Tanya Shafa ragu. Dul mengangguk yakin.
"Am, mau ikut kakak Dul?" Shafa memandang anaknya yang tengah sesunggukan.
"Tapi Am nggak boleh nakal! Jangan minta aneh-aneh sama kakak Dul. Jangan lari-lari, pokoknya Am harus duduk manis kalo mau makan bakso" Shafa mengingatkan! Yang langsung di angguki oleh Am.
Seperti yang di katakan mommynya, saat ini Am duduk tenang sambil menunggu pesanannya datang. Shafa juga sudah menyampaikan kepada Dul kebiasaan Am yang lebih suka memakan bakso tusuk yang di cocol dengan kecap dari pada bakso kuah.
"Tata Dul atu mau es teh" Ucapnya menunjuk pelanggan lain yang tengah menyedot es teh yang nampak begitu segar. Alih-alih mengambil es teh, Dul malah memberikan air mineral dan susu kotak kepada Am.
"Kata mommy Am, ga boleh minum es, nanti batuk" Dul mengingatkan apa yang di sampaikan Shafa tadi sebelum ia pergi.
"Eh, Am?" Panggil pria bertopi yang tak lain adalah Andi. Ia tak sengaja ia melihat anak kecil yang di temuinya di kebun teh tadi, dan entah mengapa hatinya tergerak untuk menghampiri bocah tersebut.
"Ayy...." Am segera menutup mulutnya. Ia teringat pesan mommynya agar tidak membuat ulah.
"Kenapa?" Tanya Andi, yang langsung duduk di sampingnya.
Am menggeleng, sesekali melirik wajah yang menurutnya mirip dengan sang ayah.
"Am Mau makan bakso?" Tanyanya.
"Iya Om" Am memanggilnya Om. Andi hanya tersenyum meski hatinya kecewa bocah itu kini memanggilnya Om.
"Am boleh kok panggil om dengan sebutan Ayah kalau Am rindu pada ayah Am" Kalimat itu lolos begitu saja dari bibir Andi.
"Tapi tata mommy, Am ga boleh sembalangan lagi. Ayah Am tan ada di Mesil." Ucapnya.
"Am sudah pernah ketemu sama ayah Am?"
Am mengangguk "Wattu atu masih kecil. Atu liat di hape mommy"
"Apa ayah Am mirip dengan om?" Andi kian penasaran dengan bocah tampan di depannya ini.
Am mengangguk "Tapi ayah Am pate kaca mata, om enggak" Ucapnya polos.
"Adek Am ini baksonya" Dul membawakan dua tusuk bakso dan sepiring kecil kecap. Ia mengambil tusuk pertama dan mulai mencocolkannya di kecap.
"Om Mau?" Tawarnya pada Andi yang masih berada di samapingnya. Memperhatikan dengan seksama wajah bocah kecil itu.
"Mang baksonya satu nggak pake mie instan" Ucap Andi pada sang penjual.
"Om udah pesan kok" Jawabnya sambil menyeka bibir Am yang terkena kecap dengan ibu jarinya.
"Om atu mau itu" Ia menunjuk es teh yang ada di depan Andi. Berharap Andi akan memberikannya.
"Punten kang, adek Am dilarang minum es sama mommy nya. Takut batuk" Sela Dul yang juga sedang makan bakso menemani Am.
"Tata Dul, kan ga ada mommy. Mommy ga tau" Kilahnya. Ia tak kehabisan akal untuk meyakinkan Dul.
"Mommy nya Am ga tau, tapi Allah tahu. Nanti Allah marah kalau Am ga dengerin ucapan mommy. Am minum ini saja ya, ini lebih sehat. Bikin Am kuat dan cepat besar" Andi memberikan susu kotak yang ada di hadapan Am. Am menerimanya dengan senang hati, tanpa penolakan sedikitpun.
"Atu mau jadi anak pintal om supaya Allah ga malah. Supaya Allah cepat bawa pulang ayah tu" Ucapnya sambil menyedot susu kotak rasa strawberry kesukaannya.
"Amiin" Andi mengusap lembut kepala Am.
Andi memperhatikan penampilan Am dari ujung kaki sampai ujung kepala. Sudah bisa di tebak, orang tuanya pasti bukan orang biasa, terlihat dari pakaian yang di kenakan.
"Tata Dul, beliyan tata Hafiz dan abang Zaflan juga ya" Ucapnya.
"Am punya kakak?" Tanya Andi, lagi-lagi ucapan bocah kecil itu membuatnya penasaran.
"Atu punya Abang namanya abang Zaflan dan adik namanya Zizi" Terangnya. Ia masih setia memasukkan bulatan bulatan kecil bakso ke dalam mulutnya.
"Kalau ayah Am namanya siapa?" Tanyanya lagi.
"Ayah atu namaya ayah Layyan"
"Kalau ibunya Am namanya siapa?"
"Mommy tu namanya Cafa Azula"
Shafa Azura?
_______________________
Visual Kang Andi
Jeng...
Jeng...
Jeng...
Sorry aku Upnya telat soalnya tugas kuliah numpuk plus deadline yang singkat... Doain ya kuliah profesiku berjalan lancar🤲🤲😍😍😍
Yang ga sabar nungguin Shafa bahagia, mending di tabung dulu, baca pas udah tamat. Semua udah ku tentuin alurnya ampe tamat jadi biarkan dia mengalir seperti air. Ga bisa di cepetin atau di lambatin❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Ruh Wiyati
fix,sepertinya Andi adalah Rayyan🤩🤩🤩
2022-11-07
0
wahyuni arba'ati
👍
2022-05-03
0
wahyuni arba'ati
rayuan...
2022-05-02
0