Libur panjang telah tiba, saatnya bagi Shafa untuk menepati janjinya pada kedua putranya, Zafran dan Am. Ia berjanji akan membawa mereka berlibur ke suatu tempat yang belum pernah mereka datangi sebelumnya, yaitu desa tempat mbak Yati tinggal. Mbak Yati dan pak Ali, pengasuh dan security yang masih setia bekerja di rumah Shafa selalu memberitahu Zafran dan Am bahwa desa mereka begitu indah, ada sungai yang masih asli dan bersih dan juga perkebunan teh yang sangat sejuk dan hijau. Pak Ali berjanji akan mengajak Zafran dan Am main di sungai dan memancing.
"Shafa mana tan?" Tanya Jeffri yang baru saja tiba. Jeffri pun tak berubah, keselamatan dan keamanan Shafa adalah prioritas utama, terlebih saat ini Shafa adalah ibu tunggal bagi ketiga anaknya membuat Jeffri tak mungkin lepas tangan begitu saja. Sebagai saudara satu-satunya, Anak-anak Shafa pun sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri.
"Dia masih siap-siap Jeff, dia masih seperti biasa" Terlihat jelas raut wajah tante Lilis yang nampak sendu. Sepeninggal Rayyan, tante Lilis dan Yola memutuskan untuk tinggal dirumah Shafa. Membantu mengurus Zafran dan Am terlebih saat Zifara lahir. Tak pernah sedetik pun ia meninggalkaan Shafa dan anak-anaknya.
"Papapapaapaa.." Oceh Zifara begitu menggemaskan, ia mengangkat tangannya ke kepala berusaha menggapai bandana cantik yang melekat di kepalanya.
"Zizi... Sini ikut bunda yuuk" Aini meraih dari pangkuan tante Lilis. Ia nampak mengoceh kegirangan dalam gendongan Aini.
Jeffri berjalan menuju kamar Shafa yang masih tertutup. Sudah bisa di tebak, adiknya pasti sedang melamun. Jeffri sendiri sampai kehabisan cara untuk membuat Shafa kembali seperti dulu. Ia merindukan Shafa nya cerewet, bawel, dan nakal.
Tok...tok...tok
"Fa?"
"Anak-anak sudah nungguin tuh"
"Fa?" Di dorongnya handle pintu perlahan. Jeffri menyapukan pandangannya di seluruh kamar Shafa. Dan benar saja, ia berdiri termenung memandang kosong ke luar jendela. Pipinya basah, sudah pasti karena lelahan air mata yang seakan tak lelah untuk keluar dari pelupuk mata indahnya.
"Dek..." Panggilnya pelan.
Shafa nampak mendongak ke atas agar air matanya tak jatuh.
"Mau sampai kapan?" Jeffri meraih kepala Shafa memeluknya dalam dadanya.
"Aku nggak kuat kak... Hiks... Aku nggak kuat" Ucapnya.
"Kamu kuat dek, ingat ada Zaf, Am dan Zizi yang butuh kamu. Kalau kamu ibunya menyerah, bagaimana dengan mereka?" Ujar Jeffri sambil mengusap lembut kepala adiknya. Jeffri pun merasakan sesak melihat saudara satu-satunya seperti ini.
"Kakak tolong Shafa, temukan mas Ray kak. Aku yakin dia masih hidup. Tolong temukan mas Ray kak" Ucapnya di sela tangisnya yang semakin menjadi.
Jeffri hanya bisa terdiam sambil mengeratkan pelukan pada adiknya tersebut. Bagaimana mungkin ia menemukan Rayyan yang hilang saat tsunami Banten dua setengah tahun yang lalu. Sementara tim sar dan kepolisian menyatakan Rayyan telah meninggal. Namun pihak keluarga terutama Shafa tidak percaya sebelum melihat langsung jasad suaminya. Menemukan Rayyan bukan perkara mudah, Jeffri lebih baik menghadapi puluhan mafia daripada menemukan Rayyan yang sangat tidak mungkin baginya. Walaupun demikian ia tetap berusaha sebisanya menghubungi teman dan kenalan yang tersebar di segala penjuru, jika mereka melihat orang yang mirip dengan Rayyan agar menghubunginya. Tapi hasilnya nihil, sudah hampir 3 tahun semuanya tetap sama.
"Kakak sudah berusaha dek, dan akan terus berusaha menemukan Rayyan. Tapi kamu harus janji, kamu jangan seperti ini terus. Kasihan anak-anakmu." Jeffri mengusap lembut kepala Shafa, menguatkan dan menyadarkannya akan kenyataan yang harus mulai bisa di terimanya.
"Rayyan adalah laki-laki baik dan Sholeh, Allah pasti memberikan yang terbaik untuknya. Bukankah Allah tidak pernah mendzolimi hambanya yang taat kepadaNya?" Jeffri menatap mata adiknya. Mengusap lembut sisa sisa cairan yang masih menempel di pipinya.
"Kakak percaya kan sama Shafa?"
Meski jauh di dalam hatinya ia tidak memiliki keyakinan sekuat Shafa, tapi demi menenangkan adiknya ia mengangguk mantap.
"Ayo, Anak-anak sudah menunggu" Ia menuntun Shafa keluar dari kamar.
Di luar, bukan hanya mommy dan daddy, ibu dan ayah mertua Shafa juga sedang menunggu. Mereka ingin bertemu dengan cucu-cucunya sebelum pergi liburan.
"Cucu cantik uti, mau liburan ya? Disana jangan nakal ya?" Ibu menciumi Zifara sampai ia merasa pengap.
"Mommy..." Rengeknya karena sejak tadi di dekap gemas oleh utinya.
"Zafran, Hafiz dan Am juga nggak boleh nakal di sana ya? Hafiz dan Zafran jaga adek ya? Awasi Am supaya nggak main jauh-jauh" Ucap mommy Shafa pada ketiga cucunya yang sangat tampan. Mereka harus selalu di ingatkan karena Am berbeda dengan Zafran dan Hafiz yang anteng dan penurut. Am sedikit bandel dan sangat pemberani. Mungkin karena ia tumbuh tanpa seorang ayah, membuat Am sedikit nakal. Mungkin saja jika Rayyan ada dan ikut andil dalam mengurus anak-anaknya, Am bisa lebih patuh mengingat dulu ia begitu nurut pada ayahnya.
"Jeff, jaga adikmu. Kalau ada apa-apa segera hubungi Daddy" Ucap daddy Shafa.
Satu per satu penumpang mulai masuk kedalam mobil, Shafa ikut dengan mobil Jeffri bersama Aini dan anak-anaknya. Sedangkan pak Ali, Mbak Yati dan bi Lastri menggunakan mobil Shafa.
"Siap?" Jeffri menoleh pada Hafiz dan Zafran yang duduk di kursi depan.
"Siaaaapp!" Jawab keduanya dengan semangat.
"Lets go!!!"
Mobil mereka melaju meninggal ibu kota dengan segala hiruk pikuknya, sejenak melepaskan penat yang menghimpit. Shafa yang tengah memangku Am, menatap kosong ke luar jendela. Pikirannya berkelana entah kemana, hingga sebuah suara menyadarkannya.
"Mommy, apa ayah juga pelgi libulan? Am nanti ketemu ayah juga tan mommy?"
"I...Iy---"
"Ayah, masih kerja nak, nanti kalau libur ayah pasti pulang" Sahut Aini sebelum Shafa menjawab. Ia tersenyum lembut pada adik iparnya itu sambil mengusap bahunya.
"Tenapa kita ga ke Mesil aja om. Mesil itu jauh ya om?" Tanyanya lagi. Setahu Am dan Zafran, ayah mereka saat ini sesang berada di Mesir. Shafa sering menunjukan foto-foto Rayyan saat berada di negeri Piramida tersebut untuk meyakinkan anak-anaknya, bahwa ayahnya masih ada.
***
"Jadi bagaimana? Apa Shafa masih sering menangis?" Tanya momny.
"Tadi, tak sengaja aku lihat Shafa nangis mbak. Tapi nggak lama, setelah itu ia berusaha bersikap biasa" Ujar tante Lilis.
Mereka sedang berkumpul di ruang tamu rumah Shafa untuk membahas hal yang begitu serius.
"Dad, gimana? Kalau seperti itu terus mommy takut kejiwaannya akan terganggu. Terlebih lagi anak-anaknya yang selalu di tanamkan bahwa Rayyan akan pulang. Bukankah itu akan semakin menyakitinya dan anaknya kelak jika mereka mengetahui kebenaraannya.
"Benar, kita juga tidak bisa memberitahukan mereka. Zafran mungkin akan mengerti, tapi bagaimana dengan Am, dia setiap hari selalu saja mennayakan keberadaan ayahnya, yang membuat kita harus berbohong setiap saat." Ibu mengambil tissu, mengusap cairan bening yang tak sengaja menetes.
Kehilangan putra satu-satunya adalah mimpi buruk bagi ibu. Namun kehadiran Am dan Zifara sedikit banyak mampu mengobati kerinduannya terhadap Rayyan. Ia bersyukur bahwa ternyata waktu itu Rayyan nekat menghamili Shafa kembali, karena dengan begitu ia jadi mempunyai cucu perempuan yang sangat cantik. Selain itu, Ayah juga selalu memberikan nasehat-nasehat yang membangun, membuat ibu perlahan mulai ikhlas melepas putra semata wayangnya itu. Entah apa jadinya jika tak ada Am atau Zifara, mungkin ibu akan lebih terpuruk lagi.
"Bagaimana dengan dokter Melvin? Apa mungkin dia bisa membantu?" Tanya Ayah.
"Entahlah, Shafa bukan tipe wanita yang mudah untuk di luluhkan. Terlebih ia sangat mencintai Rayyan. Apa mungkin masih ada tempat untuk orang lain bisa masuk?" Daddy ragu, ia sangat mengenal putrinya adalah wanita setia yang sulit untuk berpaling.
"Tapi kan bisa di coba. Mungkin jika dokter Melvin berusaha lebih keras perlahan ia akan luluh." Ucap ibu. Ia pun tak tega melihat menantunya terus-terusan menantikan sesuatu yang tak pasti. Bagaimana pun juga, anak-anaknya butuh sosok seorang ayah.
"Aku tak yakin!" Sahut mommy.
"Tidak ada yang bisa mengobati Shafa kecuali dirinya sendiri. Yang harus kita lakukan adalah membantu Shafa agar bisa menerima kenyataan ini. Kalau dia sudah bisa menerima kenyataan, lambat laun ia pasti akan sembuh dan bisa kembali menata hidupnya"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Emy Bundanya Aisyah
ngga nyangka othor bkin rayyan pergi 🥺🥺, sedih bgt bacanya shafa jd ibu tunggal dengan 3 anak2nya 😭😭😭
2022-02-27
0
puri purihat
aku baca ulang say , abis udah kangen keluarga ayah rayan ,dan momy safa
2021-12-20
0
Ety Nadhif
ko ceritanya bikin mewek trs😭😭😭😭
2021-12-11
0