Sejauh mata memandang yang tampak hanya perkebunan teh yang hijau dan asri. Beberapa pekerja sejak dini hari sudah berbondong-bondong menuju perkebunan teh yang terletak di bukit. Rumah mbak Yati dan pak Ali bisa dikatakan sangat strategis karena terletak di lereng gunung, dekat dengan sungai dekat dengan perkebunan teh dan berada di jalan utama. Zafran, Am dan Hafiz terlihat begitu girang berlari-larian di jalan- jalan setapak yang menghubungkan barisan pohon teh satu dengan yang lain.
Pagi ini Shafa bersama mbak Yati berjalan-jalan ke kebun teh milik salah satu juragan di kampung itu. Udara di tempat itu sangat jauh berbeda dengan di kota. Sejuk, segar dan adem sangat nyaman dan menenangkan.
"Kak, aku mau naik ke kesana ya? Kayaknya di sana seger banget" Shafa menunjuk bukit yang juga di tumbuhi tanaman teh yang menghijau.
"Jangan dek, nanti kaamu hilang lagi" Balas Jeffri. Mereka tengah duduk di bawah pohon rindang dengan alas tikar di lereng bukit.
"Yaelah kak, orang keliatan dari sini kok. Pemandangan dari sana kayaknya bagus, udah lama aku nggak menghirup udara segar" Ucapnya.
Jeffri mengangguk setuju. Lumayan, sedikit peningkatan baru sehari di tempat itu, setidaknya Shafa tidak pernah murung. Ide berlibur ke tempat ini memang sangat tepat.
"Zizi, kamu disini sama bunda dan papa Jeff ya." Ia memberikan Zifara pada Aini. Sejak kecil ia memang memanggil Jeffri dengan sebutan papa dan aini bunda lantaran sering mendengar Hafiz memanggilnya bunda.
"Mommy mau temana?" Tanya Am yang tengah menangkap belalang bersama Dul. Cucu pak Ali.
"Mommy mau ke atas. Am disini saja sama kakak dul dan abang Zaf ya."
"Atu ikut!" Ucapnya sambil berkecak pinggang.
"Nanti Am capek, mommy ga kuat gendong. Am disini aja, tangkap belalang yang banyak. Itu sana bang Zaf dan kakak Hafiz juga sedang tangkap belalang." Bujuknya. Sambil menunjuk Hafiz dan Zafran yang berada tak jauh dari tempat itu.
"Ya udah deh, Atu disini aja" Ucapnya menurut. Namun, bukan Am namanya jika dia hanya tinggal diam saja saat ia menginginkan sesuatu. Diam-diam ia berencana menyusul Shafa naik ke atas bukit.
Shafa mulai berjalan di jalan setapak yang sedikit menanjak, di kanan kirinya beberapa pekerja tengah memetik pucuk teh yang masih muda. Bahan utama untuk memproduksi aneka minuman berwarna coklat bening itu. Bukan kah daun teh terbaik ada di pucuknya? Beberapa kali ia menegur dan menunjukan senyum manisnya pada pekerja yang begitu ramah. Kebun teh ini, selain sebagai ladang penghasilan warga sekitar, biasanya di gunakan untuk berfoto, syuting dan lain-lain. Haji Amir atau kerap di sapa Jurangan Amir itu sangat baik sehingga tak keberatan perkebunan tehnya di gunakan sebagai tempat rekreasi bagi orang kota yang ingin menikmati suasana sejuk perkebunan teh. Sayangnya juragan Amir tidak memiliki anak. Begitulah Allah mengatur kehidupan manusia. Ada yang di karunia harta berlimpah tapi tak di karuniai anak, ada yang di keruniai banyak anak, tapi hidupnya pas-pasan. Semua tinggal bagaimana kita bersyukur atas apa yang kita miliki.
Setelah cukup berjalan sampailah Shafa pada puncak tertinggi bukit itu. Dari tempat itu ia bisa melihat dengan jelas jalan, berliku yang di lewatinya. Suasana di atas bukit cukup tenang. Ia merentangkan kedua tangannya menegadahkan wajah keatas dengan mata terpejam, menghirup dalam-dalam oksigen yang terasa begitu menyegarkan. Sapuan lembut angin pagi itu menggembangkan senyum di bibirnya. Sepertinya ia memang benar-butuh suasana seperti ini untuk menjernihkan fikirnnya.
"Mom, ayah kangen"
"Mommy boleh ya?"
"Shafa sedang apa?"
Suara Rayyan kembali terngiang di telinganya. Tapi, di tempat ini kerinduannya seolah menemukan tempat tersendiri di hatinya, ia tak lagi meratapi tapi menanti. Menguatkan keyakinan bahwa dia akan kembali.
"Aku sedang menunggumu mas" Ucapnya dengan seulas senyum di bibirnya.
Di lereng bukit Am yang sangat ingin ikut dengan mommynya ke atas bukit nekat mengendap-endap melarikan diri dari pantauan Dul, Hafiz dab Zafran yang tengah asyik membantu pekerja memetik pucuk teh. Dia sangat cerdik, ia berpamitan turun menemui of Jeffnya untuk minum nyatanya dia malah lari naik ke puncak bukit, menyusuri jalan setapak dengan kaki kecilnya.
Am nampak kebingungan karena tubuh kecilnya yang bahkan tak lebih tinggi dari pohon teh itu tak mampu mendeteksi keberadaan momnynya. Ia melihat para pemetik teh berjalan menyusuri jalan setapak kecil itu dan mengikutinya dari belakang. Saat sedang berjalan tiba-tiba langkah kecilnya terhenti. Bibirnya menyunggingkan senyum yang menampakka gigi ompong bagian depannya. Semua karena compeng yang di ajarkan oleh Rayyan di tambah lagi Am yang sangat menyukai makanan manis, membuat giginya gigis.
"Ayaaaaahhhh" Ia berlari menghampiri seorang pria yang tengah menyapa para pekerja. Ia memeluk erat kaki laki-laki tersebut.
"Ayaaah!" Ia mendongak menatap bahagia orang di depannya.
"Eh, anak siapa ini teh?" Tanyanya bibgung saat tiba-tiba seorang bocah memeluknya.
"Nggak tau den Andi, kami batu saja melihatnya" Ucap pekerja tersebut.
"Ayah, tenapa ga pulang. Aku lindu ayah" Ucap Am tanpa malu.
"Eh, dek. Kamu kesini sama siapa? Ibu mu mana?" Tanya Andi sambil mensejajarkan tubuhnya.
"Mommy atu pelgi ke atas. Ayah ayo kita pulang" Andi semakin bingung dengan bocah yang memanggilnya ayah itu.
"Nama kamu siapa? om bukan ayahmu, mungkin ayahmu ada di bawah" Ucap Andi yang merasa heran dengan bocah tampan yang entah muncul dari mana.
"Nama atu Am" Pandangan Am tetap memperhatikan laki-laki di depannya itu sambil tersenyum lebar.
"Am, ayo om antar cari orang tuamu. Mereka pasti mencarimu"
Am menggeleng. "Am mau sama ayah" Ucapnya sambil memeluk leher Andi.
"Teh, tolong bantuin ini anak siapa? Nanti saya di kira penculik lagi". Ia berusaha melepaskan tautan lengan kecil pada lehernya.
"Anak ganteng, ayo ikut bibi. Salah satu pekerja mencoba membujuk Am kecil yang tak mau melepaskan pelukannya.
"Atu mau sama ayah!" Bentaknya dengan mata berkaca-kaca.
"Ini, bukan ayahnya adek. Mungkin ayah di bawah ayo" Pekerja tadi melepaskan keranjang tehnya dan meraih tubuh kecil Am dalam gendongannya. Am berontak, menangis, menjerit, kakinya menendang-nendang.
"Ayaaahhh... Hu..hu... Atu mau sama ayah" Tangannya bergerak meraih tubuh Andi.
"Am..."
"Am..."
Sayup-sayup terdengar suara orang memanggil nama tersebut.
"Itu mungkin orang tuanya teh. Coba teteh cari ke sana" Ujar Andi.
"Baik den"
"Ayaaaah... lepastan! Atu mau sama Ayaaaah... Hiks...hiks" Tangis Am semakin menjadi saat pekerja tersebut membawanya turun bukit.
Ya Allah, kenapa sesak sekali melihat anak itu. Semoga ia segera bertemu ayahnya.
Dede Am dan abang Zaf❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Emy Bundanya Aisyah
ya allah am...jd pnsrn mukanya andi bneran mirip rayyan ngga sih... spa tau sama othor nya dibuat amnesia😅, kan am sdh sering diliatin fotonya rayyan..so pasti hafal dan ngga mnk slah peluk orang 🥺 (ngarep gpp kan thor )
2022-02-27
0
Sukhana Lestari
Rayyan masih hidup to hilang ingatan ya Thor...
Semoga yg di peluk dd Amr itu benar" Rayyan.. yg be ganti nama menjadi Andi.. Author mantab bikin para readers jungkir balik bacanya.. Good job 👍👍👍
2021-09-22
0
Eka Suryati
aduh thor, nyesek thor rasanya
2021-09-05
0