Bagas turun dari mobilnya hendak menyusul Aliza tapi malah Aliza mendekat kearahnya. Meraih ujung bajunya.
"Jangan gandeng aku gak mau." Tanpa sadar cara bicaranya lucu. Aliza takut tak berani, ia merasa asing secara bersamaan rasa tak sopan membuat diri Aliza malu, sadar istrinya itu sudah turun mobil duluan dan sekarang mau berniat mendahului Bagas, bisa Bagas lihat dari wajahnya panik malu, kemerahan.
"Ayo." Bagas tak mendengarkannya dan malah menggenggam pergelangan tangan Aliza.
Mengajaknya, menuntunnya masuk kedalam rumahnya. Si empunya tangan terdiam terkejut hanya mengikuti langkah pelan nan lebar Bagas menapaki jalan sampai tangga masuk ke teras pintu depan.
"Pelayan udah pulang setiap abis subuh, dateng waktu zuhur sampe asar." Menjelaskan tanpa Aliza minta jawaban sudah di jelaskan. Padahal Aliza tengok kanan kiri sampai bergumam, kok sepi?
Mengangguk-anggukkan kepalanya saja mendengar Bagas menjelaskan semua hal yang persin Aliza mau tau apa itu, tanpa dimintanya, tanpa sadar Aliza mengikis jarak komunikasi mereka, layaknya sedikit demi sedikit dekat. Aliza dan responnya yang tak bisa di tebak.
"Kamarku diatas pintu putih disana ada gantungan kunci nya." Tunjuknya menoleh ke Aliza.
"Kamar tamu, Kamar mandi, dapur, ruang tengah, ruang tamu, halaman tadi ada taman di pinggir air kolam ikan di bawah teras deket pohon bambuan. Belakang halaman biasa, capek jelasin... nikmatin aja aku mau mandi mau ganti, berangkat jam berapa?" Menjelaskan hanya di tempat sambil menunjuk ke arah-arahnya lalu teringat tentang jam kerja Aliza dimulai kapan, Bagas menunggu Aliza bicara.
"Tujuh lima belas bisa ngaret sampe jam delapan kurang." Jawaban yang singkat menurut Bagas. Tapi, jelas.
Mengerjap lalu pergi dari hadapan Aliza.
Menganggukkan kepala paham seolah Aliza mengulang ucapannya di dalam kepalanya. Bagas menaiki tangga, Aliza di bawah hanya diam memperhatikan lalu menoleh ke kanan lalu kiri.
Berjalan ke seluruh rumah sampai tiba-tiba Aliza masuk ke gudang di belakang dekat kolam renang.
Bagas seperti nya melupakan sesuatu. Didalam kamarnya saat selesai mandi ia teringat sesuatu tapi, apa? Sudahlah biarkan.
Saat digudang.
"Siapa ini, foto nikah? Debuan tebel banget." Melihat dan mendekat mencari kain agak bersih dan memegangnya.
Aliza mencari kain lap dan memberinya sedikit air dari keran didepan gudang. Mengelap kacanya sampai bersih dan jelas terlihat disana.
Suara deheman.
"Kamu liat apa?" Suara berat itu mengkagetkannya.
"Hah.. kagak ada." Aliza meletakkan tongkat bassball di rak nya lagi dan keluar. Sejak kapan bingkai foto berubah tongkat Basball.
Bingkai foto itu kosong tak ada foto didalamnya.
"Ayo.." Ajak Bagas untuk segera berangkat.
Bagas menutup gudangnya dan pergi melewati Aliza yang masih memperhatikan halaman dekat kolam renang.
"Eh.." Seketika Azila sadar belum mengganti jilbabnya.
Bagas jalan mendahului Aliza.
Bagas yang teringat bersamaan Aliza yang kaget dengan ia belum mengganti hijapnya.
Barbalik badan dan menatap Aliza.
"Ganti dikamar kita." Kata Bagas lalu pergi meninggalkan Aliza.
"Kamar kita?!" Ulang Aliza merasa aneh dengan ucapan Bagas.
Aliza benar pergi ke kamar itu dan sudah berdiri didepan pintu.
Lalu masuk begitu saja.
Sebelum Bagas datang Aliza meletakkan bingkai mengambil foto itu dan meletakkannya didalam tempat dimana Aliza lihat itu adalah tumpukan bingkai foto rusak dan debunya sangat tebal, menaruhnya diantara tumpukan bingkai berbagai ukuran dan melihat tongkat Baseball. Tak lama Bagas datang dan melihat Aliza memegang Tongkat Bassball. Bagas memanggilnya tanpa sadar suaranya besar dan tegas mengkagetkan Aliza yang sibuk dan merasa fokus dengan sekitar.
****
Di depan Bagas tersenyum. Setelah melihat ekspresi Aliza bingung dengan ucapannya, Kamar kita.
"Buat salting gampang buat jatuh cinta sulit, salting terus kayaknya mudah juga buat dia lebih deket ke aku.... Bagas bagass." Bicara pada dirinya sendiri.
Saat di dalam rumah depan kamar Bagas.
Masuk dan melihat sekitar bahkan semua pernak pernik bedak dan alat rias semuanya sama persisi miliknya.
Fotonya saat wisuda Sma dan foto saat lebaran kemarin lalu foto kelulusan Sma nya ada di sini tidak di pajang melainkan di jadikan gantungan kunci lemari kecil di bawah meja rias.
Seketika ponsel bergetar menandakan alarm.
Segera Aliza menyudahi pengamatannya mempercepat merapikan jilbabnya.
Langsung bergegas turun setelah selesai. Aliza melupakan jilbab simpelnya di atas kasur Bagas tanpa sadar dan tak menghiraukannya lagi.
Bagas yang baru memanasi motornya dan setelah selesai ia memanasi mobilnya yang lain.
Semuanya, barangnya yang mau ia bawa sebagai bekal sudah siap, jas dokter dan minum handuk selimut yang setiap hari di ganti asisten nya.
Aliza keluar dengan dandanan yang rapi dan segar.
"Udah, ayo." Ajak Aliza. Bagas mengangguk dan masuk kedala. mobilnya.
Rumah yang sudah di desain otomatis dan terkoneksi dengan ponsel pintarnya di tambah gerbang yang terbuka dan tertutup dengan kunci remot yang selalu bagas bawa didalam mobil. Mobil mulai menyala. Sambil mobil berjalan keluar keheningan ada diantara keduanya.
"Kamu udah nikah?"
Bagas menghentikan senyumannya yang sejak tadi bangga dan senang karena melihat Aliza salting tapi, kenyataannya tidak seperti itu dan malah pertanyaan yang terlalu cepat Aliza ucapkan ia dengar.
Sekian detik berlalu Bagas melirik Aliza.
"Mau dengar ceritaku?" Tawar Bagas.
"Gak penting." Penolakan langsung Aliza. Entah, kenapa tiba-tiba ia menolaknya.
"Nanti malem aku bakalan ceritain sekarang kerja dulu." Sedikit panik mendengar penolakan itu.
Melihat sudah sampai depan apotiknya, Aliza turun tapi, masuk lagi.
"Tangan." Katanya
Bagas yang memeriksa ponsel terkejut.
"Tangan?" Ulang Bagas.
Aliza mengambil tangan Bagas dan menciumnya. Tapi, dialasi kain jilbabnya.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Jawabnya dengan ekspresi bingung.
Segera mobilnya pergi meninggalkan halaman parkir dan sampai ke rumah sakit dengan cepat.
Jaraknya hanya sepuluh gedung dari apotik Azila.
Memarkirkan mobilnya langsung di parkiran khusus dengan sempurna. Turun setelah mengambil semua barangnya yang ia perlukan.
Dalam hati gelisah saja, karena pertanyaan itu.
Di apotik Aliza merasa ada yang disembunyikan tapi, itu bukan urusannya.
Biarkan saja ia tak mau mengurusinya.
Di rumah sakit. Bagas diam didalam lift khusus staf rumah sakit dan juga bisa untuk Dokter.
Di sini sendiri.
"Astagfirullah!" Bagas ingat gudangnya belum ia bereskan masih banyak kenangan masa lalunya dan Wulan ada di dalam foto pernikahan mereka juga masih ada.
Kenapa sampai lupa sih.
Bagas kira ini mudah gak sulit tapi, baru saja akan merasa mudah sudah ada tantangan baru lagi ini lebih banyak kesabaran lagi.
"Akh Bagas Bego!" Makinya pada diri sendiri.
Pintu lift terbuka tiga suster masuk dan dua perawat laki-laki masuk.
Ekspresi Bagas sangat dingin dalam sekejap dan datar saat mereka masuk dan sedikit melihat kearahnya.
Satu lift dengan dokter bedah dan khusus menangani penyakit dalam. Ditambah usianya masih muda di tambah rupanya yang tak pernah membosankan di pandang.
Tiga suster itu panas dingin, sekaligus gugup.
"Mimpi apa semalem bisa satu lift." Kata salah satu dari mereka dengan bangga dan senang sekali berbisik pelan pada teman sebelahnya.
Bagas melirik ponselnya saat ada pesan masuk.
"Bagas bisa kita bicara aku butuh waktu kamu sebentar nanti malam?"
Tak membukanya dan hanya membacanya di bagian atas notif layar hpnya.
...****************...
"Keras banget mbkkk ya Allah." Omel Sela yang di mintai tolong Nurul menarik dus besar dari tempat penyimpanan obat.
"Ya udah sih dorong aja kemari." Kata Nurul dengan santainya sambil memilah barang yang hampir kadaluarsa.
"Mbk Liza bantuin dong." Kata Sela meminta bantuan Aliza.
Aliza menghela nafasnya dan mengambil alat bantu dan memindahkan kardus berat dengan mudah dan membawanya dengan alat yang bisa meringankan kerjanya membawa benda berat.
"Troli kardusnya di pake." Kata Nurul setelah Aliza memindahkannya di samping Nurul. Sela yang memperhatikan Aliza melirik Nurul dengan bibir miring.
"Laah aku kan tidak tahu ya." Mendekat ke Nurul dan Aliza tiba-tiba pergi meninggalkan Nurul dan Sela.
Setelah Aliza benar-benar jauh dari mereka. Sela menyikut Nurul.
"Napa dah, mukanya suntuk bed."
"Kagak tau, coba deh lu tanya sendiri." Melirik dengan senyuman manis.
"Dia itu friendly tapi, kalo masalah tertentu dia akan diam, Aliza kadang gitu orangnya, susah di tebak, bertemen ama dia harus ikut alurnya tapi, jangan sampai kebawa nanti kamu yang susah." Agak bijak kedengarannya.
Kadang Nurul tak terlalu bijak tapi, Sela sependapat sih untuk sekarang.
Ya udahlah biarin aja Aliza sendiri dan masalahnya. Sela gak boleh kepo.
Di meja kasirnya duduk menatap ponselnya.
Ingin Aliza menghubungi Ummanya tapi, males mendengar ceramah tujuh puluh menit dua puluh empat jam dari sang Umma.
"Aliza pikir hidup Aliza bakalan adem ayam mudah ringan mulus kek jalan tol abis di aspal gak taunya ketemu jeglongan kobangan air ujan trus lobang gede sampe ke perosok, Hidup manusia gelep kek mati lampu."
Nurul melirik Aliza yang medumel sendiri.
Telpon dari Bagas tiba-tiba.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Uswatun Hasanah
lanjut
2024-05-29
0