Setelah merasa tak ada suara isakan. Bagas berbalik arah menghadap kulkas disamping tempat cucian piring dan samping kulkas ada meja makan pantry.
Membuka semua belanjaan dan memasukkannya kedalam kulkas menata menyusunnya dengan rapi, lalu mengambil beberapa bahan memisahkannya untuk tidak ia masukkan kedalam kulkas. Bagas melanjutkan berberesnya membiarkan aliza menangis disana. Tanpa sadar Aliza pergi.
"Saya mau.."
Kemana Aliza ia menghilang.
Tanpa suara? Baru saja ia sibuk sebentar wujudnya sudah tidak ada.
Aliza keluar kamarnya dan memperlihatkan mata sembabnya. Tiba-tiba dari dalam kamar, ngapain?
Bagas memilih diam tak bersuara lagi, ia fokus dengan apa yang mau ia buat tanpa mau bertanya pada Aliza lagi.
Di buatnya bersabar sampai lewat batas sabar harus tetap sabar sekarang mengheningkan di ciptakan oleh Aliza lagi.
Sepertinya tindakan untuk tidak bersuara sama sekali harus di lakukan oleh Bagas di waktu yang tepat dan paham kondisi.
Menyiapkan semuanya, mulai dari masak nasi sedikit karena sudah malam sapa tau Aliza tak mau makan nasi.
Jadi siapkan sedikit saja nasi lalu cuci dan potong sayur lalu kupas kentang dua biji dan daging sedikit.
Siap dalam beberapa menit dan dua piring lauk lalu nasi di piring satu sengaja ia letakkan didepannya tapi, Aliza mengambilnya dan menyendokkan lauk lalu sayur agak banyak.
Daging hanya beberapa potong.
Makan setelah Bagas memimpin membacakan doa ketika mau makan.
Senyap seperti itu, hanya suara mereka yang tidak ada, jika suara alat makan pasti terdengar. Walau sangat pelan.
Bagas memperhatikan cara Aliza makan. Walaupun masih menangis kadang, menarik ingusnya yang seperti sudah tidak ada.
Aliza mencari tisu untuk air matanya, ia tetap diam dan makan sambil terus tertunduk, sesekali mengusap air mata yang keluar mengganggu sedikit setelah, selesai makan, ia mencuci piringnya dan mencuci alat masaknya tanpa diminta.
Tanpa suara ia masuk kedalam kamar lagi. Menguncinya.
Jelas semuanya Bagas lihat ia sampai hampir tersedak jika tak segera minum.
Selesai makan bersamaan setelah Aliza mengunci pintu kamarnya, Bagas membereskan lauk yang masih sisa ia keluar membawanya dengan wadah bekas sayuran kotak mika yang masih bersih yang sudah ia cuci ia melangkah keluar tak lupa air mineral yang ia bawa jadi satu dengan makanan yang sudah ia masak dan taruh di dalam mika kotak.
Aliza duduk didepan kaca jendela membuka hijab dan ikat rambutnya ia membuka buku apapun tanpa membaca judulnya ia membacanya lalu lelah dan diam sambil beristighfar dalam hati lalu menghela nafasnya lagi.
Targetnya tak mau menikah.
Malah sudah jadi istri.
Targetnya mau punya usaha sendiri dan hidup mandiri sambil adopsi anak biar gak kesepian.
Malah sudah jadi istri orang suami yang di pilihkan orang tua, berharap banget orang tua dapet cucu kandung darinya.
Menghela nafasnya sampai tak terhitung setelah berbicara dengan batinnya.
Ekspetasi dan harapannya terlalu tinggi dan Allah punya kuasa dan mengubahnya secara cepat.
Melipat kakinya memeluk lututnya dan menghela nafasnya berat lagi.
Sedangkan Bagas di lantai bawah menghampiri pengemis yang tidur didalam gerobaknya.
"Permisi Adek... Sama ibunya, kebetulan saya bawa ini tadi istri saya masak, dan katanya sempet liat ibu sama adeknya disini jadi mohon di terima ya." Kata Bagas dengan pelan dan sopan.
Tentunya dengan masker menutup setengah wajahnya. Bagas menyembunyikan wajahnya.
"Eh alahh le makasih ya... makan nih nak."
"Iyaa.. sudah kalo gitu saya pamit ya bu, Assalamualaikum."
Ibu tadi mengangguk dan langsung menyuapi anaknya.
Bagas pergi dengan santainya melangkah ke dalam lobi apartemen melihat satpam berdiri depan meja resepsionis ia menyapanya.
"Mas baru ya."
"Iya pak, saya mau jemput istri saya."
"Istri?"
Bagas pun menjelaskan beberapa hal tanpa mengatakan sejujurnya, yang sebenarnya hingga pak satpam memakluminya.
"Oalah Mb Aliza to... tak kira dia masih gadis ternyata dah punya suami, dokter pula... sehat sehat mas, Mb Aliza cuek banget tapi, baik tadi mas kasih pemulung didepan ya?"
"Hehe iya pak."
"Mereka sering di kasih mb Aliza tapi, beberapa hari ini Mb Aliza jarang ketemu mereka."
Pak satpam tanpa sadar menjelaskan semua hal baik dan positif yang Aliza lakukan selama ada di apartemen ini namun, beberapa hari ini sudah jarang berbagi gak seloyal dulu.
"Iya mungkin lagi kurang mood pak." Jawab Bagas membuat Satpam dan satu resepsionis laki-laki mengangguk paham.
Melangkah pergi setelah pamit.
Pak satpam memperhatikan Bagas sampai masuk lift.
"Ternyata orang ganteng sama orang cantik ya." Bisik resepsionis pada satpam.
"Hussh diem." Desis pak satpam membuat resepsionis laki-laki tadi mingkem.
Di dalam kamarnya sangat sunyi.
Di ruangan tv hingga dapur juga masih sunyi.
Apartemen Aliza bersih rapi, hanya saja dapurnya terlalu bersih untuk ukuran pemiliknya seorang perempuan.
Merebahkan tubuhnya diatas karpet tebal yang ia gelar setelah menggeser meja menghidupkan tv dan mencari acara yang mau ia tonton.
Tiba-tiba pintu kamar Aliza terbuka.
"Kemana, Za!" Tak mendengarkan dan tetap berjalan.
Bagas kembali mengambil jas hitam dan juga mematikan tv dengan kaos putih polosnya ia keluar mengikuti Aliza.
Tak sabar Bagas menarik tangan Aliza di lorong apartemen depan kamar Aliza.
Berbalik dan melepas tangan Bagas perlahan menjauh dan mundur hingga berbalik berjalan tenang.
"Udah setengah sembilan malem Aliza, mau kemana kamu?" Tanya Bagas selembut mungkin.
Liza tetap tak menjawabnya.
Melirik ke samping Aliza masih yakin kalo Bagas mengikutinya terus.
Aliza berjalan terus lalu masuk ke ruang tangga darurat naik keatas.
Terus berjalan sampai di atap angin malam cuaca malam yang begitu cerah tapi, dingin.
"Masuk aja ya, disini dingin Liza."
Liza... Apa Bagas barusan memanggilnya dengan nama Liza.
"Saya gak apa-apa kamu marah sama saya Aliza, Saya mohon kamu paham apa maksud orang tua kamu, Saya paham kamu pasti punya alasan, cukup benci saya, diemin saya pun selama yang kamu mau gak papa saya ikhlas."
"Tapi, Tolong... saya minta tolong sama kamu, semarah apapun se-gak suka kamu sama keputusan mereka, yakin aja, semua pasti akan berakhir bahagia."
Aliza tersentuh. Baru kali ini ada laki-laki yang paham caranya berpikir tanpa Liza menjelaskan secara rinci sampai dower bibirnya bicara. Aliza malas, Liza benci situasi ini.
"Aliza saya suami kamu, dan kamu Istri saya, Saya punya tanggung jawab membawa kamu di dunia dalam keadaan baik dan di akhirat pun begitu."
"Ijab kabul saya gak main-main, ada Abah sama Umma kamu, ada Ayah dan Ibu saya bahkan Allah melihatnya... Aliza... kita memang gak kenal kita gak paham satu sama lain, terserah kamu mau percaya saya atau tida mau... men..mencintai saya atau tidak, aku memilih kamu tandanya saya yakin, jangan pernah berpikir saya akan meninggalkan kamu menjahuhi kamu setelah tau kamu yang banyak kurangnya gak sesuai harapan saya, jangan Liza saya mohon jangan pernah punya pikiran seperti itu."
Bagas menarik nafasnya setelah mengatakan semuanya lalu menghembuskannya perlahan. Selembut dan setenang mungkin sesabar mungkin, harus bisa membuat Aliza mendekat dan mencintainya tapi, ini sangat sulit tidak ada celah pada dinding Aliza antara orang yang mau memberinya cinta kecuali, orang tuanya, sangat keras tebal dan besar tinggi menjulang untuk ukuran penghalang seorang Bagas mendekati Aliza.
Bagas menatap kesekeliling, tidak buruk menjadi tempat bermalam yang tenang tanpa keluar gedung ini.
Atap gedung apartemen ini.
Menatap punggung Aliza yang berdiri dekat pembatas atap yang besar dan tebal pagar dari beton besar pegangan dari besi setenlis.
Sejak Bagas bicara Aliza terus berjalan menjauh hingga berdiri di sana melihat pemandangan kota seperti titik-titik cahaya. Suara kelakson hingga ambulan ataupun berbagai macam suara sirine.
Bagas mendekat.
"Dah sekarang bisa kamu kemari, kita turun ya, disini anginnya dingin... besok kamu harus bekerja dan saya harus... Enggak usah sekarang.." Bagas mengubah perintah ajakannya dengan lebih longgar lagi.
"Saya temani kamu sampai lelah ya." Dengan lembut dan juga sabar Bagas mendekat dan duduk di kursi terbuat dari balok semen besar di samping bawah ada mesin ac untuk gedung ini.
"Kamu mau cerita tentang kamu? Atau diam aja? Ok saya diam."
Setetes air mata Aliza jatuh, baru sehari. Aliza yakin Bagas tidak akan sabar dengan sikapnya, dasar Aliza bodoh berhenti dengan sikap dinginmu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments